Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Realitasnya, Timnas Tidak Gagal, Justru Impian ke Olimpiade Jadi Makin Nyata!

10 Mei 2024   13:51 Diperbarui: 13 Mei 2024   14:06 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pratama Arhan beraksi dalam laga timnas Indonesia U23 vs Guinea U23, Kamis (9/5/2024). sumber : (AFP/MIGUEL MEDINA) via kompas.com

Indonesia U-23 harus menelan kekalahan tipis 0-1 dari Guinea U-23 pada playoff Olimpiade 2024 Paris. Bertanding di tempat latihan Timnas Prancis, Clairefontaine, Kamis (9/5/2024) malam WIB, gol penalti Ilaix Moriba, menjadi penentu kelolosan Guinea ke putaran grup.

Saya tidak merasakan kegagalan bagi Indonesia, karena berlaga di Prancis untuk laga play-off merupakan bonus bagi permainan apik Garuda Muda di Piala Asia U-23. Jutstru lewat fase ini, impian melihat Indonesia berlaga di Olimpiade menjadi semakin nyata. Syaratnya, generasi berikutnya harus jadikan angkatan Rizky Ridho dkk sebagai benchmark-nya.

Sementara bagi tim Garuda Muda yang mayoritas dihuni pemain Timnas Senior, laga semalam adalah proses menambah jam terbang laga International. Berikutnya adalah membela panji Timnas Garuda menghadapi Irak dan Filipina untuk tiket lolos ke fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026. Terimakasih Garuda Muda, kalian buat kami bangga!

Rekap Pertandingan

Pada laga semalam, Timnas tampil kaku dan lakukan banyak kesalahan di babak pertama. Gol penalti Ilaix Moriba menghukum Indonesia pada menit ke-29'. Penalti ini diberikan usai Witan Sulaeman dianggap menjegal penyerang Guinea di kotak teralarang. 

Keputusan wasit Francois Letexier memberikan penalti dapat diperdebatkan, karena melihat tayangan ulang, sentuhan yang dilakukan Witan terjadi tepat di luar kotak penalti. Tapi inilah konsekuensi pertandingan tanpa adanya VAR. Human error harus dapat dimaklumi sebagai bagian pertandingan.

Di babak kedua, Garuda Muda tampil lebih trengginas kendatipun sulit untuk membuat peluang bersih di depan gawang. Ramadhan Sananta dan Hokky Caraka juga sudah dimasukkan Coach Shin Tae-yong (STY), namun tak juga membuahkan hasil.

Malah Timnas yang harus dihukum penalti kedua, plus kartu merah Coach STY menit ke-72'. Musababnya adalah, saat pemain Guinea one-on-one dengan Alfeandra Dewangga di kotak penalti, bek PSIS Semarang tersebut melakukan tekel yang dianggap Francois Letexier terindikasi pelanggaran.

Meski dalam tayangan ulang terlihat kaki Dewangga mendapatkan bola tersebut secara clear. Berpikir positif, mungkin wasit melihat intensi dalam lompatan Dewangga terlalu agresif dan paha Dewangga juga terlihat menyentuh kaki pemain Guinea.   

Usai ditunjuk titik putih, STY langsung marah dan berteriak "ball!, ball!" sehingga wasit asal Prancis tersebut memberinya kartu kuning. Masih tidak puas, STY terlihat berteriak kembali ke arah Letexier, sehingga dihadiahi kartu kuning kedua plus kartu merah.

Sempat ada ketegangan karena STY tidak mau beranjak dari bench ke tribun, butuh waktu untuk menenangkan dirinya.

Namun friksi ini cukup berhasil bagi Indonesia, karena eksekusi Algassime Bah ternyata menerpa tiang kanan gawang Ernando Ari. Indonesia mempunya nyawa kedua untuk paling tidak menyamakan kedudukan.

Disinilah yang membedakan kita dengan Guinea, yang sebenarnya tidak bagus-bagus amat. Umpan pemain Garuda Muda di sepertiga pertahanan lawan sangat buruk, bahkan bisa saya bilang kelewat buruk. Marselino Ferdinan "ketakutan" dalam ambil keputusan karena masalah yang dihadapinya seminggu belakangan.

Kelly Sroyer masih belum klik dalam pemahaman taktikal, Rafael Struick juga terlihat burn-out, sementara Sananta dan Hokky sangat jarang mendapat bola. Mungkin hanya Witan Sulaeman saja, penyerang yang tampil on-perform di laga semalam. Persis seperti yang dikatakan Ivar Jenner di linimasa-nya, pemain Garuda Muda memang alami kelelahan fisik dan mental.

Ketiadaan Rizky Ridho, Justin Hubner dan Elkan Baggott tidak nampak mengkhawatirkan. Komang Teguh, Muhammad Ferrari dan Nathan Tjoe-A-On yang dijadikan starter mampu meredam pergerakan pemain cepat Guinea. 

Plus point, masuknya Alfendra Dewangga menambah kepercayaan diri dalam melakukan build-up serangan. Pemain berkaki kidal ini hampir mempunya akurasi umpan 100% selama berada di lapangan. 

Tidak perlu disesali, mari kita jadikan kekalahan ini sebagai keberhasilan lolos ke Olimpiade "yang tertunda". Ya, Indonesia hanya berjarak satu kemenangan saja, dari tiga kesempatan yang ada. Sekali lagi, terimakasih Garuda Muda!

Proyeksi Pemain Timnas U-23 Berikutnya

Inilah yang menjadi PR selanjutnya bagi PSSI dan Timnas, membentuk tim baru untuk siap arungi Piala Asia U-23 berikutnya sebagai jembatan menuju Olimpiade 2028 Los Angeles.

Jika merunut umur pemain Garuda Muda sekarang, tidak ada satupun yang bisa digunakan pada event empat tahun mendatang. Jadi, skuad Garuda Nusantara yang berlaga di Piala Dunia U-17 tahun lalu-lah kerangkanya.

Mereka yang cukup bersinar kala itu adalah kiper Ikram Algiffari, bek Iqbal Gwijangge, Sulthan Zaky dan Wellber Jardim. Pemain tengah Ji Da Bin beserta striker Arkhan Kaka.

Dilatih oleh Bima Sakti di Piala Dunia U-17, lalu dioper ke Indra Sjafri pada beberapa laga persahabatan setelahnya, seharusnya pemuda-pemuda ini harus segera merasakan tangan besi Coach STY.  

Beberapa pihak menilai bahwa generasi mereka tidak sebaik Marselino Ferdinan cs, namun menurut saya sebabnya adalah kurangnya persiapan saja di kubu Garuda Nusantara.

Kita tahu bahwa Piala Dunia U-17 cukup mendadak diadakan di Indonesia, kemudian pemain yang di seleksi-pun hanya punya waktu berkumpul beberapa bulan. Dalam waktu dua tahun ke depan, bisa saja mereka mengejar ketertinggalan dari senior-seniornya jika diberikan jatah main di klub dan waktu pemusatan latihan intensif bersama Coach STY.

Lagipula, pasti akan ada tambahan pemain abroad untuk melengkapi skuad nantinya. Satu yang pasti adalah Jens Raven, yang proses naturalisasinya akan segera tuntas. Posisi Raven (189 cm) adalah penyerang tengah, berarti ia merupakan keunggulan yang tidak dimiliki Garuda Muda sekarang ini.

Jadi kita harus memberi waktu ya bagi pemain-pemain yang kini berusia 16-18 tahun ini. Biarlah mereka berkembang sesuai dengan alurnya. Jangan diberi ekspektasi berlebihan selama dua tahun ke depan. Saya yakin dengan ada benchmark dari seniornya, mereka akan trengginas pada Piala Asia U-23 berikutnya.

Bagaimana Dengan Timnas Senior?

Sangat cerah. Itulah yang bisa saya katakan mengenai prospek Timnas senior. Pemain yang tergabung dalam Timnas U-23 ini sudah benar-benar di drill oleh pengalaman level Internasional bahkan hingga "lelah fisik dan mental".

Menghadapi Ilaix Moriba, Ali Jasim, Abbosbek Fayzullaev dan Jeong Sang-bin yang akan jadi bintang dunia beberapa tahun mendatang, adalah ujian naik kelas yang sangat mahal.

Ernandi Aro, Rizky Ridho, Justin Hubner, Pratama Arhan, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, Rafael Struick, dan Witan Sulaeman yang menjadi langganan Timnas senior sudah tidak bisa dikatakan "hijau" lagi di level Internasional. 

Dengan adanya Maarten Paes, Jordi Amat, Sandy Walsh, Thom Haye, Jay Idzes, Shayne Pattynama, Ragnar Oratmangoen dan Yakob Sayuri bisa dikatakan Indonesia mempunyai skuad yang paling lengkap di kawasan Asia Tenggara.

Tinggal bagaimana satu posisi, yakni striker utama, harus dicarikan solusinya oleh Coach STY. 

Untuk kabar naturalisasi berikutnya, selain Jens Raven dan Calvin Verdonk (diharapkan sebelum melawan Irak), ada nama Ole Romeny (striker) serta Jairo Riedewald (pemain tengah) yang akan diproses. Semoga semuanya bisa berjalan lancar dan siap digunakan jika Timnas lolos ke fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.

Timnas Day berikutnya adalah melawan Irak (6/6/2024) serta Filipina (11/6/2024) yang akan dilaksanakan di SUGBK, Jakarta. Satu kemenangan saja, maka Indonesia akan menciptakan rekor lolos ke fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. 

Disana nanti akan berkumpul 18 negara terbaik yang dibagi menjadi 3 grup, untuk memperbutkan jatah langsung 8 tiket, plus 1 jatah play-off antarkonfederasi.

Jujur saya tidak sabar melihat Timnas senior bermain lagi, tentu dengan skuad full-team. Pembaca yang lain juga demikian, bukan?

Semoga seluruh perjalanan "ajaib" Piala Asia U-23 plus play-off Olimpiade 2024 Paris memberikan hikmah positif untuk kemajuan sepakbola nasional. Pentas Internasional sudah dekat, Indonesia! 

Salam olahraga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun