Momen pembalasan atas kekalahan telak di semifinal UEFA Champions League musim lalu (2022/2023) tuntas dilakukan Real Madrid kepada Manchester City. Datang ke Etihad sebagai non-unggulan karena hasil imbang 3-3 di Madrid pekan lalu, pasukan Carlo Ancelotti lolos semifinal setelah menang adu penalti. Apa formulanya? Menurut saya, Izah atau Kebanggaan!
Dua momen menunjukkan izah berkostum Los Blancos dilakukan jugador El Real, Kamis (18/4/2024) dini hari WIB. Pertama, berseleberasi usai cetak gol pembuka di laga semalam, Rodrygo menunjukkan patch (emblem) logo Real Madrid ke arah kamera. Kedua, Jude Bellingham juga lakukan hal yang sama setelah sukses menjadi algojo dalam adu tendangan penalti.Â
Pesan menunjuk patch ini sangat jelas, "Saya (kami) punya kebanggaan besar menjadi bagian Los Blancos, klub terbaik di dunia!"
Inilah yang menjadi perbedaan di laga tersebut, kendatipun Manchester City menguasai penuh jalannya laga. Gelandang bertahan City, Rodri, paska pertandingan sedikit sinis menyatakan bahwa ia hanya melihat satu tim di atas lapangan yakni Manchester City.Â
Penilaian yang wajar, karena mereka kuasai hampir 70% penguasaan bola plus unggul dari segi tembakan. Total 33 tembakan dengan 9 mengarah ke gawang dimiliki oleh City, hanya berbanding 8 tembakan Real Madrid dimana 3 mengarah ke gawang Ederson.
Sudah main di Etihad, komposisi skuadnya juga full team, unggul peguasaan bola di lapangan, lalu apa yang kurang dari Manchester City? Terlalu naif kalau kita hanya mengatakan keberuntungan berada di pihak El Real. Mari kita bahas.
Real Madrid Klub Terbesar di Dunia
Jika kita ingat di tahun 2000an, ada film sepakbola berjudul GOAL. Di film tersebut, digambarkan seorang Santiago Munez meniti kariernya dari bawah, sebelum pencari bakat Newcastle United merekrutnya. Performa gemilang selama berseragam Toon Army, membuatnya sukses pindah ke klub idamannya, Real Madrid.
Cerita fiktif ini tentu terjadi pula ke sejumlah pemain yang pernah berseragam Real Madrid. Mengoleksi 14 gelar UCL dan 5 Piala Dunia Antarklub, tentu sah mengatakan bila merekalah klub terbesar di dunia. Los Blancos kerap menjadi tujuan tertinggi karier sepakbola (mayoritas) pemain.
Real Madrid juga pernah dikenal dengan proyek ambisius Los Galacticos, untuk mengumpulkan pemain-pemain terbaik dunia.
Jilid pertama tahun 2000an awal, Luis Figo, Zinedine Zidane, David Beckham dan Ronaldo disatukan membentuk skuad super bersama Roberto Carlos, Raul Gonzales, Guti dan Iker Casillas.
Kemudian jilid kedua pada 2009, Cristiano Ronaldo, Kaka, Karim Benzema dan Angel Di Maria dikumpulkan bersama Sergio Ramos, Marcelo, Iker Casillas dan Raul untuk menguasai sepakbola dunia kembali. Duopoli mereka dengan Barcelona, membuat skala El Classico membesar hingga tingkat dunia.
Namun ketika pandemi menyerang, turut merubah pula kebijakan pembelian El Real. Florentino Perez tidak lagi membeli bintang "jadi". Presiden Real Madrid menegaskan bahwa kini berinvestasi ke pemain muda 18-20 tahun untuk diikat jangka panjang.
Vinicius jr, Rodrygo, Federico Valverde, Eduardo Camavinga, Andriy Lunin, Tchouameni hingga Jude Bellingham didatangkan untuk proyek jangka panjang. Sempat terseok-seok musim lalu, namun kian tahun tentu mereka menjadi kian matang. Perasaan izah atau bangga-pun sudah menjadi mindset, bahwa mereka sudah menjadi bagian Galacticos.
Seusai gol Kevin De Bruyne pada menit 76', di sisa laga Real Madrid digempur total. Mereka paham jika telah kalah secara permainan, namun ruh untuk menang tetap membara. Ditunggunya momen tersebut bahkan jika sampai adu penalti sekalipun.
Momen itu akhirnya tiba. Andriy Lunin yang diplot gantikan Thibaut Courtois paska cedera, mampu menahan tembakan Bernardo Silva dan Kovacic. Dua pemain berpengalaman itu sudah makan asam garam Premier League dan UCL. Tetapi bedanya, mereka bukan pemain Real Madrid.Â
Mengenakan seragam kebanggaan Los Blancos punya perasaan spesial, bahwa merekalah tim terbaik di dunia. Itulah yang ditunjukkan Jude Bellingham paska sukses menjadi algojo kedua. Aksinya membangkitkan semangat rekan setim paska Luka Modric sebagai penendang pertama gagal tunaikan tugasnya.
Hasil akhir dari adu penalti tersebut adalah 4-3 untuk Real Madrid, dan mereka berhak melaju ke partai semifinal UCL 2023/2024. Lawan yang akan mereka jumpai adalah Bayern Munchen. Die Roten lolos ke semifinal usai tundukkan Arsenal lewat agregat 2-1.
Apa Pemain City Punya Izah yang Sama?
Inilah pertanyaan utama pada artikel saya kali ini. Saya menyoroti tajam skuad penguasa Premier League 4 tahun terakhir, sepertinya lebih bangga menjadi asuhan Pep Guardiola dibanding berseragam City. Check Me If I'm Wrong yaa..
Eviden pertama adalah kepergian sejumlah bintang ke klub impiannya. Kun Aguero sebelum pensium memutuskan hengkang ke Barcelona untuk berduet dengan Lionel Messi, meski malah ditinggal pergi sang sahabat ke PSG.
Ilkay Gundogan awal musim ini pindah ke Barcelona untuk memenuhi impian kecilnya. Joao Cancelo, yang dipinjamkan pula ke Blaugrana, mengaku hal yang sama. Bahkan Bernardo Silva dikabarkan musim depan juga akan pindah ke Catalan.
Bukti berikutnya adalah penuturan sejumlah pemain setelah direkrut Citizen. Josko Gvardiol, Mateo Kovacic dan Jack Grealish secara terbuka mengatakan gabung ke City karena kehadiran Pep Guardiola disana. The Godfather of Football sudah menjadi identitas permanen klub Manchester Biru.
Permasalahannya, apa iya Pep mau bertahan di City selamanya?
Tentu yang paling menjadi sorotan adalah mental mereka di lapangan ketika bersua tim langganan juara UCL. Saat Final UCL 2021 antara Manchester City kontra Chelsea, terlihat raksasa baru tersebut tampil grogi di laga final yang akhirnya dimenangkan The Blues 1-0 via gol Kai Havertz.
Lalu mereka berkembang dan tahun lalu sudah punya bekal "pengalaman Final". Hasilnya Citizen sukses kandaskan Inter Milan di laga pamungkas. Gelar tersebut melengkapi treble bersejarah, seharusnya cukup untuk membuat pemain sadar semboyan klub "Pride in Battle".
Zinedine Zidane dan Carlo Ancelotti mungkin tidak se"perfect" Pep Guardiola dalam adu taktik, tetapi pemain di lapangan membuatnya sempurna lewat izah atau kebanggaan mengenakan seragam Los Blancos.
Identitas "unggulan karena permainan" harus segera bersinergi dengan "unggulan karena mental juara" bagi The Citizen.Â
Salah satu resolusi, tentu mempertahankan pemain inti City selama mungkin. Kevin De Bruyne, Ederson, Kyle Walker dan Nathan Ake yang notabene bukan didikan asli City, harus membantu Phil Foden, Ruben Dias dan Erling Haaland bertahan sebagai pilar City di masa depan.Â
Baru setelah itu menggarap masalah mental, yakni perasaan cepat puas. Real Madrid harus punya rasa lapar ini untuk menambah gelar UCL nya. Manchester City pun bisa menyalin feeling yang sudah mereka dapatkan kala menguasai Premier League empat tahun terakhir.
Dengan naiknya level mindset mereka sebagai klub terbaik di dunia, maka feeling kalah di adu penalti kemarin bisa terhapuskan. Meski bukan fans Citizen, saya juga akan senang bila ada pemain City menunjukkan dan mencium patch Manchester City seperti yang dilakukan Rodrygo dan Bellingham.
Karena, memang sudah sepantasnya Manchester City menjadi salah satu klub terbesar di dunia saat ini!
Masih ada gelar Premier League dan FA Cup yang bisa diraih Citizen di akhir musim. Jadi mari kita tunggu apakah mereka bisa bounce-back dari kekalahan getir di UCL.
Salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H