Saya mendapati artikel tentang penerjemah Coach STY, Jeong Seok-seo atau akrab dipanggil Jeje mengunggah kalimat yang menunjukkan "taktik kotor" tuan rumah Qatar menurut versinya.
Jeje komplain karena perjalanan naik bus dari hotel ke stadion Jassim Bin Hamad yang menurutnya hanya butuh waktu 8 menit, harus selesai dalam 15 menit usai "diputar-putar" oleh sang sopir bus. Ia pun geram atas kejadian tersebut dan mengklaim ini sebagai taktik tuan rumah.
Apa ada aturan yang mewajibkan sopir harus mengantar pemain di durasi tertentu sebelum laga? Sepertinya tidak. Jadi, mungkin hal itu hanyalah taktik Malice dari tuan rumah. Banyak kejadian seperti ini terjadi di berbagai cabang olahraga.
Taktik Malice di lapangan bola, sudah tereduksi banyak semenjak penggunaan Video Assistant Referee (VAR). Dengan adanya VAR,(seharusnya) tidak ada lagi pelanggaran bisa disembunyikan dari mata wasit. Saya berikan dua contoh tindakan Malice yang cukup tersohor.
Pertama, pelanggaran Sergio Ramos ke Mohamed Salah pada Final UCL 2018. Final yang berujung kekalahan bagi Liverpool tersebut menyisakan kemarahan fans The Reds terhadap Sergio Ramos dimana sengaja mencederai Mo Salah. Kapten Real Madrid memiting tangan Salah, dan membantingkan dirinya ke lapangan dengan posisi Salah ada di bawahnya.
Konsekuensinya ia mendapat kartu kuning. Namun malang bagi Mohamed Salah dan Liverpool, "Raja Mesir" itu harus tinggalkan lapangan dengan deraian air mata.
Kedua adalah taktik Roberto Baggio memperoleh penalti. Di Serie A, Roberto Baggio terkenal sebagai pemain dengan teknik tinggi dan sejuta akal. Beberapa kesempatan di tahun 1990-200an, peraturan penalti masih letterlek. Bola kena tangan di kotak, maka itu penalti.
Maka sang maestro mempunyai ide, untuk mencungkil bola secara sengaja ke tangan pemain belakang lawan yang menjaganya. Hasilnya tentu saja penalti bila terkena di dalam kotak. Secara etis tentu dipertanyakan, tetapi peraturan belum seketat sekarang ini.
Diving, mengulur waktu ketika unggul, maupun sengaja memancing emosi lawan adalah bentuk Malice lainnya yang kerap terjadi di suatu laga. Tujuannya jelas, agar lawan atau wasit terprovokasi dan tim mendapatkan keuntungan.
Nah, yang saya lihat dilakukan Timnas Qatar U-23 secara sengaja untuk kategori Malice ini adalah selalu mengerubungi wasit ketika terjadi pelanggaran.Â
Jika ada pemain Qatar yang dilanggar, dua atau tiga pemain langsung mendekati ke wasit dan memprotes. Bahkan ada satu pemain memberanikan diri memegang pundak Nasrullo Kabirov, sebelum ia diberi peringatan. Apa boleh dikata, ini sah dilakukan untuk mengganggu pendirian wasit.
Mungkin, inilah perwujudan tekanan yang ingin diberikan Qatar kepada Sang Pengadil. Jadinya dari sudut pandang Garuda Muda, wasit lembek ke Timnas Qatar dan kelewat tegas ke Timnas Indonesia. Â