Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Taktik Malice, Humanisme Wasit dan Koreksi Terpenting Kekalahan Timnas U-23

16 April 2024   13:08 Diperbarui: 17 April 2024   07:08 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U23 Indonesia sebelum melawan Qatar dalam fase Grup A Piala Asia U23 (15/4/2024).(Dok. PSSI) via kompas.com

Hari ini (16/4/2024) meledaklah linimasa berbagai media menanggapi kekalahan 0-2 Timnas Indonesia U-23 atas Qatar U-23. Laga pertama bagi Garuda Muda di Grup A, menurut banyak pihak disinyalir berat sebelah. Wasit Nasrullo Kabirov asal Tajikistan yang paling santer ditunjuk batang hidungnya. Pantaskah hal tersebut? Atau hanya cari alasan kekalahan?

Saya harus menonton berulang kali kejadian-kejadian yang janggal di laga tersebut plus membaca artikel-artikel pendukung lain sesudah laga. Karena selepas pertandingan, tentu emosi bela negara masih menjadi suatu pandangan subyektif. 

Memulai Piala Asia U-23 melawan tuan rumah, tekanan cukup tinggi pasti diterima oleh Timnas Indonesia U-23. Beruntung bagi Coach Shin Tae-yong (STY), ada kabar baik dengan bergabungnya Nathan Tjoe-A-On masuk ke dalam skuad. Bek kiri yang musim ini bermain bagi Heerenveen, Senin (15/4/2024) pagi sudah tiba di Qatar.

Tentu Coach STY tidak serta-merta merubah strategi yang ia siapkan dengan kehadiran Nathan. Sesuai prediksi formasi perkiraan saya di artikel ini, Coach STY memanfaatkan backbone Timnas Senior menggunakan formasi 3-4-2-1.

Ernando Ari menjadi penjada gawang ditemani trio Muhammad Ferrari, kapten Rizky Ridho plus Komang Teguh. Rio Fahmi serta Pratama Arhan mengisi flank. Kemudian di lini tengah Arkhan Fikri dan Ivar Jenner menjadi gelandang bertahannya.

Marselino Ferdinan dan Witan Sulaeman bergerak free-role, bahkan bertukar posisi dengan Rafael Struick yang diplot sebagai striker utama. Modifikasi strategi dilakukan di tengah laga, lewat menginstruksikan Pratama Arhan sebagai inverted-wingback. Jadi tak jarang kita melihatnya berada di tengah lapangan.

Lawannya adalah Qatar U-23 asuhan Ilidio Vale asal Portugal. Qatar jelas menjadi negara istimewa di dunia sepakbola belakangan ini. Mereka adalah tuan rumah Piala Dunia 2022, tuan rumah plus juara Piala Asia 2023, tuan rumah beruntun Piala Dunia U-17 tahun 2025-2029 mendatang, serta sekarang sedang ada hajat menjadi tuan rumah Piala Asia U-23 2024.

Mengapa bisa sebanyak ini acara bola di Qatar? Tentu ada lobi dan timbal-balik yang diberikan kepada FIFA serta AFC. Intinya, mereka ingin sepakbolanya mengalami ekskalasi prestasi secara masif! 

Kembali ke pertandingan yang digelar Senin (15/4/2024) malam WIB. Tuan rumah Qatar U-23 sukses menggulung Garuda Muda dua gol tanpa balas lewat dua bola mati. Penalti Khalid Ali Sabah menit 45+1' berhasil dieksekusi dengan baik, kemudian tendangan bebas Ahmed Al-Rawi menit 54' berhasil gandakan keunggulan.

Garuda Muda harus menutup laga dengan sembilan pemain, usai kartu merah yang diterima Ivar Jenner dan Ramadhan Sananta. Teraktual, PSSI sudah melayangkan protes resmi kepada AFC untuk sejumlah keputusan perangkat pertandingan. Tidak akan bisa merubah hasil, tetapi paling tidak bisa membebaskan Ivar Jenner dari jerat kartu merah. Semoga.

Taktik Malice dalam Sepakbola itu Sah

Malice atau bisa diintepretasikan sebagai keinginan untuk menimbulkan rasa sakit, cedera, atau kesusahan pada orang lain merupakan hal yang jamak dilakukan di kancah persepakbolaan. Mau dari level tarkam, lokal ataupun internasional, keinginan untuk menang selalu bisa menormalisasikan segala cara.

Tolok ukurnya apa? Simpel, aturan. Selama tidak melanggar peraturan, tindakan atau taktik Malice sah dilakukan.

Saya mendapati artikel tentang penerjemah Coach STY, Jeong Seok-seo atau akrab dipanggil Jeje mengunggah kalimat yang menunjukkan "taktik kotor" tuan rumah Qatar menurut versinya.

Jeje komplain karena perjalanan naik bus dari hotel ke stadion Jassim Bin Hamad yang menurutnya hanya butuh waktu 8 menit, harus selesai dalam 15 menit usai "diputar-putar" oleh sang sopir bus. Ia pun geram atas kejadian tersebut dan mengklaim ini sebagai taktik tuan rumah.

Apa ada aturan yang mewajibkan sopir harus mengantar pemain di durasi tertentu sebelum laga? Sepertinya tidak. Jadi, mungkin hal itu hanyalah taktik Malice dari tuan rumah. Banyak kejadian seperti ini terjadi di berbagai cabang olahraga.

Taktik Malice di lapangan bola, sudah tereduksi banyak semenjak penggunaan Video Assistant Referee (VAR). Dengan adanya VAR,(seharusnya) tidak ada lagi pelanggaran bisa disembunyikan dari mata wasit. Saya berikan dua contoh tindakan Malice yang cukup tersohor.

Pertama, pelanggaran Sergio Ramos ke Mohamed Salah pada Final UCL 2018. Final yang berujung kekalahan bagi Liverpool tersebut menyisakan kemarahan fans The Reds terhadap Sergio Ramos dimana sengaja mencederai Mo Salah. Kapten Real Madrid memiting tangan Salah, dan membantingkan dirinya ke lapangan dengan posisi Salah ada di bawahnya.

Konsekuensinya ia mendapat kartu kuning. Namun malang bagi Mohamed Salah dan Liverpool, "Raja Mesir" itu harus tinggalkan lapangan dengan deraian air mata.

Kedua adalah taktik Roberto Baggio memperoleh penalti. Di Serie A, Roberto Baggio terkenal sebagai pemain dengan teknik tinggi dan sejuta akal. Beberapa kesempatan di tahun 1990-200an, peraturan penalti masih letterlek. Bola kena tangan di kotak, maka itu penalti.

Maka sang maestro mempunyai ide, untuk mencungkil bola secara sengaja ke tangan pemain belakang lawan yang menjaganya. Hasilnya tentu saja penalti bila terkena di dalam kotak. Secara etis tentu dipertanyakan, tetapi peraturan belum seketat sekarang ini.

Diving, mengulur waktu ketika unggul, maupun sengaja memancing emosi lawan adalah bentuk Malice lainnya yang kerap terjadi di suatu laga. Tujuannya jelas, agar lawan atau wasit terprovokasi dan tim mendapatkan keuntungan.

Nah, yang saya lihat dilakukan Timnas Qatar U-23 secara sengaja untuk kategori Malice ini adalah selalu mengerubungi wasit ketika terjadi pelanggaran. 

Jika ada pemain Qatar yang dilanggar, dua atau tiga pemain langsung mendekati ke wasit dan memprotes. Bahkan ada satu pemain memberanikan diri memegang pundak Nasrullo Kabirov, sebelum ia diberi peringatan. Apa boleh dikata, ini sah dilakukan untuk mengganggu pendirian wasit.

Mungkin, inilah perwujudan tekanan yang ingin diberikan Qatar kepada Sang Pengadil. Jadinya dari sudut pandang Garuda Muda, wasit lembek ke Timnas Qatar dan kelewat tegas ke Timnas Indonesia.  

Mengikuti jejak Timnas di era Coach STY, pemain Timnas menurut saya lebih memilih untuk punya sifat santun di lapangan. Which is tidak menjadi masalah. Tetapi di laga ini, mata pemain Timnas akan tercerahkan, bahwa di belahan dunia lain ada tim yang ingin menang dengan sejumlah cara (sah), melalui taktik Malice.

Humanisme Nasrullo Kabirov Tampak Goyang

Nah, entah karena disebabkan taktik "protes melulu" pemain Qatar, tekanan suporter ataupun hal teknis lainnya, wasit Nasrullo Kabirov jadi protagonis kontroversi di laga ini. Tidak adil jika hanya menyalahkannya seorang, ada perangkat lain yang juga pegang peran. Mari kita bahas secara timeline.

Penalti Qatar sebenarnya tidak diberikan langsung oleh Kabirov! Ini jelas terlihat di layar kaca. Keputusan wasit asal Tajikistan sebenarnya memberikan Indonesia bola atas pelanggaran yang dilakukan Mahdi Salem karena mengganjal Rizky Ridho.

Namun VAR melakukan call, hingga sempat terlibat perdebatan sengit via telekonference dengan Kabirov. Kita tahu setelahnya, Kabirov akhirnya menggunakan haknya mengecek monitor VAR dan pelanggaran menjadi berbalik atas pukulan Rizky Ridho kepada Salem.

Di poin ini saya menilai ada "goyang-nya" humanisme Sang Pengadil. Saya tidak mengkritisi keputusannya, karena meski debatable, Rizky Ridho memang melakukan pukulan aktif. Tapi poinnya adalah bagaimana mimik wajah Kabirov yang seakan tidak menerima komunikasi apapun dari pemain Indonesia.

Usai di kartu kuning, tentu Rizky Ridho sebagai kapten berhak mendapat penjelasan. Kabirov dengan wajah tegasnya hanya menunjukkan gestur sikutan, meski Rizky berulang memberikan argumennya. Ini tipikal, ada wasit bertipe komunikatif, ada yang memang "saklek".

Terulang lagi perangai "saklek" wasit usai memberi kartu kuning kedua bagi Ivar Jenner. Ia dengan tegas menunjuk arah keluar lapangan, serta tidak mendengarkan atau menggubris protes pemain Indonesia. VAR tidak melakukan call? Harus ditelusuri jelas apakah memang demikian yang terjadi.

Sebagai pengadil di lapangan tentu memiliki beban berat, apalagi di laga yang mempertandingkan tuan rumah seperti ini. Tetapi jika mempunyai pendekatan lebih komunikatif, potensi kontroversinya akan bisa direduksi. Pemain menjadi paham alasan wasit, dan bisa punya pandangan berbeda.

Di titik itulah pemain Timnas Indonesia seperti kehilangan kepercayaan kepada wasit di lapangan. Coach STY seusai laga bahkan menyebut laga semalam bukanlah pertandingan sepakbola, namun sebuah pertunjukan komedi. Berikut artikelnya.

Koreksi Terpenting Bagi Garuda Muda, Gol!

Nah ini lebih utama dibandingkan menyalahkan pihak luar. Stoisisme diajarkan untuk lebih mengontrol apa yang ada pada diri sendiri, dibandingkan dengan kondisi di luar.

Maka dari itu masalah paling besar Garuda Muda adalah kegagalan mencetak gol! Jika kamu kebobolan tiga gol, tapi kamu bisa cetak empat gol, you still win the game! Ingat kan petuah ini sering diucapkan siapa?

Inilah masalah Coach STY selama menangani Timnas di Piala Asia 2023 lalu. Angka satu gol per laga pada fase grup tidaklah cukup membanggakan, karena prosesnya kebanyakan lahir dari skema set-piece.

Di laga semalam, secara statistik Garuda Muda sangat luar biasa dengan unggul penguasaan bola (57%) plus jumlah total tembakan (10:9). Namun hasilnya adalah kita kalah 0-2.

Efektivitas serangan inilah yang masih menjadi PR bagi Garuda Muda. Rafael Struick terlihat selalu ngeyel di setiap perebutan bola. Ada satu tembakannya mengenai tiang gawang pula. Tetapi ia belum cetak gol di level internasional. 

Ramadhan Sananta yang cukup dibanggakan sebagai salah satu topskorer Kualifikasi Piala Dunia 2026, ternyata juga harus absen di laga berikutnya karena kartu merah. Harus ada variasi strategi menyerang lagi dari pelatih asal Korea Selatan tersebut.

Meski tidak mudah, tentu gol ini diharapkan akan hadir pada laga melawan Australia dan Yordania nanti. Dengan adanya gol, maka kita akan bisa memenangkan pertandingan. 

Awalan buruk melawan Qatar harus segera dilupakan, seperti wejangan Erick Thohir Ketua PSSI. Masih ada kesempatan lolos jika memenangkan dua laga berikutnya.

Semangat Garuda Muda, kami akan selalu mendukungmu.

Salam olahraga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun