Sempat adu pacu dengan Inter Milan di puncak klasemen Serie A hingga bulan Januari 2024, The Old Lady, Juventus, kini malah gembos dan melorot di peringkat ketiga. Pasukan Massimiliano Allegri bahkan tidak bisa menang di empat laga terakhirnya. Kehabisan bensin? Atau memang kualitas skuadnya memang segitu saja?
Sebelum menghadapi Inter Milan di Guiseppe Meazza pada 5 Februari 2024, Juventus tercatat hanya kalah melawan Sassuolo di Serie A. Mereka dikenal sebagai tim yang pragmatis dan sulit dibobol, khas catenaccio Italia. Selisih satu atau dua poin dengan Inter Milan membuat mereka sering bertukar tempat di pucuk capolista.
Ternyata laga di Milan tersebut menjadi titik terjun bebas mereka. Kekalahan 0-1 lewat gol bunuh diri Federico Gatti menjadi awal dari serangkaian hasil buruk lainnya. Giornata berikutnya (13/2/2024), Nyonya Tua kembali takluk 0-1 dari Udinese di kandang. Juve kena mental!
Dua kekalahan beruntun sudah cukup untuk menggoyang skuad yang memang mengandalkan perpaduan pemain medioker dan pemain binaan akademi. Hingga Giornata 30 ini, Juventus sudah disalip AC Milan, dan menduduki peringkat ketiga dengan 59 poin.
Tidak kuasa lagi mereka mendongak ke atas untuk mengejar AC Milan dengan selisih 6 poin, apalagi Inter Milan sudah tak tergapai dengan selisih 17 poin.Â
Juventus justru harus lebih waspada dengan incaran Bologna, yang meski terpaut 5 angka (54 poin) masih punya satu laga di tangan. Jangan lupa pula AS Roma yang perlahan bangkit di bawah kepemimpinan Daniele De Rossi mengintip dengan 51 poin.
Lalu apa yang menyebabkan Juventus kehilangan fokus di sepertiga akhir kompetisi? Bukankah mereka sudah untung dengan tidak mengikuti kejuaraan Eropa? Mari kita bahas satu per satu.
Masalah Non-Teknis Jadi Benalu Tim
Membicarakan Juventus sebagai tim kuat yang punya mental juara sudah jauh panggang daripada api. Terakhir mereka punya "mojo" tersebut adalah saat era Antonio Conte dan Allegri menangani tim Zebra untuk pertama kalinya, 2012-2019 silam. Mereka mempunyai kiper legendaris Gianluigi Buffon, trio bek Barzagli, Bonucci dan Chiellini dan maestro Andrea Pirlo.
Usai kepergian Allegri, Juve mencoba cara hemat membangun tim dengan membeli pemain gratisan untuk dipoles menjadi bintang tim. Aaron Ramsey, Paul Pogba dan Adrien Rabiot adalah beberapa contohnya. Untuk tetap membuat skuad disegani, mereka bahkan membeli superstar Cristiano Ronaldo yang sudah habis masa jayanya di Real Madrid.
Hasil di level domestik masih sangat baik karena bisa memperpanjang 9 musim dengan gelar scudetto (2012-2020), meski mereka tetap tanpa prestasi di kancah Eropa. Tapi juga patut diingat, hingga tahun 2020, dua tim kota Milan masih bermasalah dengan masalah finansialnya.
Roda pun berputar, giliran mereka yang alami masalah finansial. Temuan dari auditor Serie A membuktikan bahwa Andrea Agnelli (eks pemilik Juve), Pavel Nedved (legenda dan mantan Wakil Presiden Juve) serta Fabio Paratici (eks direktur) terlibat kongkalikong laporan finansial fiktif.Â
Mereka dihukum secara personal dengan larangan berkecimpung di dunia sepakbola, dan Juventus sebagai sebuah klub mendapat pengurangan 15 poin musim lalu.
Garis besarnya masalahnya, mereka mencoba menutupi defisit finansial di dalam tim dengan "angka" palsu guna mengakali Financial Fair Play. Alhasil, di Eropa Juventus juga menghadapi hukuman larangan bertanding pada musim ini.
Tentu hal ini menyulitkan mereka untuk berbenah, terutama mengejar ketertinggalan kualitas skuad dari Napoli, AC Milan dan Inter Milan. Kini, tiga klub ini menjadi jujugan utama pemain kelas dunia jika memilih Serie A sebagai labuhannya. Hanya pemain kaliber lokal seperti Federico Chiesa, Dusan Vlahovic, Federico Gatti dan Manuel Locatelli yang bisa Nyonya Tua dapatkan.
Sudah jatuh tertimpa tangga, Nicolo Fagioli dan Paul Pogba malah tertimpa urusan non-teknis pribadi yang membuat mereka tidak tersedia bagi tim di musim ini. Fagioli terkena skandal perjudian, membuatnya dihukum skorsing hingga 18 Mei 2024.
Lalu yang paling suram adalah Paul Pogba, yang harus dihukum hingga 2027 karena masalah doping. Untuk kasus Pogba, ia dan klub masih mengupayakan jalur banding guna memperingan hukumannya.
Ketiga hal itu menjadi benalu bagi Juventus di musim ini. Max Allegri kesulitan mendatangkan pemain, sementara Fagioli dan Pogba yang harusnya menjadi elemen penting tim malah terkena hukuman.
Allegri Mengusahakan Promosi Pemain Primavera dan Transfer Ala-Kadarnya
Seusai skandal finansial terbogkar, Max Allegri menyatakan kesetiaannya untuk tetap menukangi Juventus. Pun juga menanggapi kasus Fagioli dan Pogba, ia berpikir dingin dengan mengusahakan sejumlah pemain Primavera Juventus untuk dipromosikan. Di musim lalu, Nicolo Fagioli sudah menjadi kesuksesan terbesarnya.
Fabio Miretti, Andera Cambiaso, Iling-Junior, Hans Caviglia dan Kenan Yildiz sudah merasakan sejumlah caps di musim ini bergabung dengan pemain senior lainnya. Performa mereka bisa dikatakan lumayan, dengan Fabio Miretti, Cambiaso dan Yildiz akan menjadi proyeksi pemain inti di masa depan.
Melengkapi skuad mudanya, Allegri hanya punya kesempatan mendatangkan pemain sekelas Bremer, Tiago Djalo, dan Timothy Weah. Bahkan saking ala-kadarnya, disaat butuh tambahan striker pada Januari lalu, mereka hanya bisa meminjam Carlos Alcaraz. Striker Southampton yang kini berada di Divisi Championship!
Mode hemat ini tentu menjadi penyebab terbesar mereka mulai kedodoran di periode akhir kompetisi ini. Tim besar lainnya sudah mulai mendekati puncak performanya dan menambal skuad dengan pemain berkualitas, sementara Juventus yang sudah ngegas sedari awal musim mulai kehabisan bensin.Â
Pilihan pemain terbatas, sementara strategi Max Allegri sudah mulai terbaca. Jadi memang bisa disimpulkan bahwa Juve selain kehabisan bensin, juga memang punya kualitas pemain segitu saja!Â
Asa Musim Ini dan Proyeksi Musim Depan
Bagi Juventini, target realistis adalah tetap berada di peringkat ketiga dan berlaga di Champions League musim depan. Dengan begitu akan ada tambahan pemasukan yang signifikan, serta menjadi daya tarik bagi pemain berkualitas untuk berlabuh ke Turin.
Peluang yang masih terbuka untuk meraih gelar adalah Coppa Italia. Usai dikalahkan Lazio 0-1 kemarin (31/3/2024), kedua tim akan bertemu lagi di leg pertama semifinal Copa Italia, Rabu 3 April 2024. Juventus berkesempatan menjamu Lazio terlebih dahulu, sebelum akan melawat ke Olimpico tiga minggu berselang.
Gelar Coppa Italia akan menjadi tambahan moril bagi Si Nyonya Tua untuk mengarungi musim depan. Belum lagi ditambah sederetan nama muda yang akan kembali dari masa peminjaman, seperti Nicolo Rovella, Dean Huijsen, Mathias Soule dan Kaio Jorge.Â
Para fans tidak bisa berharap dahulu adanya pembelian "wah", tetapi Allegri akan membangun tim ini dengan pondasi yang cukup kokoh. Baru dua atau tiga bursa transfer berikutnya mereka bisa masuk ke pasar pemain top dunia.
Federico Chiesa dan Dusan Vlahovic mungkin juga bisa dikorbankan untuk menambah finansial klub. Kedua pemain ini cukup adaptif untuk bermain di Premier League, terutama Vlahovic yang getol diminati Arsenal.
Jika sudah mendapatkan uang transfer, mereka bisa bergerilya ke hot-list Serie A untuk pemain semacam Teun Koopmeiners, Joshua Zirkzee, Lazar Samardzic ataupun Raoul Bellanova. Pembelian pemain "lokal" bisa lebih mudah karena tim-tim Serie A sering membagi porsi kepemilikan menjadi fifty-fifty.
Untuk Juventini, semoga hingga akhir musim ini Juve paling tidak bisa mempertahankan posisinya di peringkat ketiga. Sehingga musim depan klub kebanggaan kota Turin bisa menyaingi Inter Milan dan AC Milan yang sudah kembali disegani di Eropa.Â
Salam Olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H