Setelah generasi maestro di tahun 1970-1980 yang melahirkan nama-nama Franz Beckenbauer, Johan Cruyff, Michel Platini, Zico dan Diego Maradona, dunia sepakbola membentuk poros penyerang hebat seiring dengan maju pesatnya Serie A awal tahun 1990. Kompetisi sepakbola Italia ini menjadi rumah bagi para pemain terbaik dunia untuk berkumpul, layaknya Premier League di era sekarang.
Dari seluruh penjuru dunia, para striker membuktikan kapasitasnya bersaing dengan produk lokal Italia yang juga tak kalah hebatnya. Mereka antara lain Oliver Bierhoff, George Weah, Marco van Basten, Jurgen Klinsmann, dan Jean-Pierre Papin yang disusul oleh angkatan Gabriel Batistuta, Ronaldo, Hernan Crespo, Marcelo Salas, David Trezeguet, Andriy Shevchenko, Zlatan Ibrahimovic, Adriano hingga Adrian Mutu.
Mereka bersaing dengan penyerang lokal Italia yang sangat berkarakter, yakni Daniele Massaro, Guiseppe Signori, Roberto Mancini, Fabrizio Ravanelli, Roberto Baggio, Alessandro Del Piero, Fransesco Totti, Filippo Inzaghi, Christian Vieri, Vincenzo Montella hingga Luca Toni. Serie A bagaikan surga tontonan aksi kelas atas penyerang top dunia yang punya trademark-nya masing-masing.
Sementara itu Liga Inggris dan Liga Spanyol menjadi kompetisi kelas duanya, dengan masih menampung beberapa nama top di klubnya masing-masing.
Thierry Henry, Dennis Bergkamp, Gianfranco Zola, Paolo Di Canio dan Robbie Keane yang gagal bersaing di Serie A menuju tanah Britania untuk bergabung dengan Gary Lineker, Mark Hughes, Alan Shearer, Ian Wright, Eric Cantona, Robbie Fowler, Teddy Sheringham, Andy Cole, Nicolas Anelka dan Michael Owen. Disusul pula kedatangan Ruud van Nistelrooy, Mark Viduka, Didier Drogba, Robin van Persie dan Fernando Torres di saat EPL mulai bergeliat karena sokongan dana dari kepemilikan asing.
Liga Spanyol, terutama duo Barcelona dan Real Madrid juga mengoleksi para penyerang top seperti Gheorghe Hagi, Michael Laudrup, Romario, Ronaldo (muda), Rivaldo, Patrick Kluivert, Ivan Zamorano, Predrag Mijatovic, Davor Suker, Raul Gonzalez, dan Fernando Morientes.
Bundesliga juga menelurkan beberapa nama yang menjadi striker top, seperti Giovane Elber, Jan Koller, Roy Makaay, Miroslav Klose, Lukas Podolski, Kevin Kuranyi hingga Mario Gomez.Â
Berjamurnya para striker top dunia di medio 1990 sampai 2000-an ini dikarenakan formasi yang nge"trend" saat itu mengakomodir dua striker untuk bermain bersama di lapangan. Formasi 3-5-2 atau 4-4-2 adalah dua pilihan yang sering digunakan pelatih-pelatih top. Jadi tidak jarang sebuah klub akan dikenal dengan pasangan emasnya di lini depan, seperti Cole-Yorke, Del Piero-Inzaghi, Ronaldo-Vieri, Raul-Morientes, ataupun Bergkamp-Henry.
Sekitar tahun 2004, mulailah formasi 4-3-3 diperkenalkan lagi. Timnas Portugal, Timnas Yunani dan FC Porto-nya Jose Mourinho bisa dikatakan menjadi salah tiga yang memakai formasi yang sempat booming juga di tahun 1960-an itu. Permainan pragmatis mereka menjadi lebih terkontrol dengan penguasaan areal lapangan yang lebih luas. Hingga akhirnya, tiki-taka Spanyol-lah yang menyempurnakan gagasan tersebut.
Formasi 4-3-3 Mengakomodir Kesuksesan Era Messi-Ronaldo
Cristiano Ronaldo di awal kedatangannya ke Old Trafford tahun 2003, sebenarnya mengisi pos gelandang sayap klasik. Di bawah kepemimpinan Sir Alex Ferguson, Manchester United sukses menelurkan gelandang sayap mumpuni dalam sosok Ryan Giggs dan David Beckham.