Faktor ini mungkin menjadi hal yang menjadi otoritas Induk Sepakbola Negara Brasil yang mempunyai prevelensi memilih pelatih asal Brasil dalam menangani Timnasnya. Dalam dua dekade terakhir, nama-nama seperti Luis Felipe Scolari, Carlos Alberto Parreira, Vanderlei Luxemburgo, Dunga, Tite dan sekarang Fernando Diniz mendapat kepercayaan dari CBF (PSSI nya Brasil) meskipun belum cukup teruji di sepakbola dunia.
Pengalaman melatih dari pelatih-pelatih di atas mayoritas adalah melatih klub atau negara di luar Eropa. Ada nama seperti Scolari dan Luxemburgo yang mencoba peruntungan di Chelsea dan Real Madrid, namun meskipun meraih sukses di tahun pertamanya, mereka tidak bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Hingga akhirnya, sejak awal tahun 2023 ini mulai dihembuskan nama Carlo Ancelotti yang akan diusung sebagai pelatih Timnas Brasil selanjutnya. Don Carlo sudah mendapatkan proposal melatih Samba dari CBF, namun masih ditolak karena ia ingin fokus menyelesaikan kontrak di Real Madrid hingga 2024. Bahkan CBF pun rela jika misalnya Don Carlo menjadi manajer dua tim sambil menangani El Real.Â
Alasan yang diambil dalam kampanye penunjukkan Ancelotti ini adalah mengatasi "gap ilmu" dengan strategi Eropa, dan Ancelotti punya banyak pengalaman menangani pemain-pemain Brasil. Kini di Madrid, ada Vini Jr dan Rodrygo yang menjadi anak asuhnya. Ia juga pernah berkolaborasi dengan Thiago Silva, Kaka, Neymar, David Luiz, Oscar, hingga meningkatkan kemampuan Richarlison di Everton. Masa lalunya juga pernah dicicipi dengan melatih Ronaldo, Emerson, Cafu dan Dida.
3. Pemain yang Tersebar di Seluruh Dunia
Sudah menjadi informasi umum bahwa Brasil adalah Negara pengekspor pemain bola terbanyak di dunia. Berdasarkan data tahun 2021, ada 10.694 pemain Brasil secara total di seluruh dunia termasuk di Liga Indonesia (dataIndonesia.id). Mereka seharusnya mempunyai banyak pilihan untuk dijadikan pemain timnas, namun ini bak senjata pedang bermata dua. Mayoritas pemain-pemain ini menjadikan sepakbola sebagai jalan hidupnya sebagai perubah nasib ekonomi keluarganya. Sehingga mereka banyak yang pindah ke liga negara lain di usia dini, dan tujuan utamanya adalah ekonomi.
Hal inilah yang membuat pemain-pemain tersebut kurang mendapat motivasi untuk menjadi yang terbaik. Setelah Ricardo Kaka, hanya Neymar dan Thiago Silva saja yang berada di jajaran pemain elite dunia.
Dari puluhan ribu pemain tersebut, tentu seorang pelatih akan menyortir berdasarkan liga-liga besar saja. Katakanlah hanya Eropa dan Liga Brasil yang dijadikan prioritasnya, inipun masih menjadikan problematika dalam membentuk Timnas yang solid. Untuk mengadakan Training center, kerap Brasil harus mengungsi ke Eropa untuk mengakomodir mayoritas pemain mereka yang berada di sana agar tidak ada waktu yang terbuang di perjalanan udara. Perbedaan waktu antara kompetisi Eropa dan Amerika Selatan juga bisa dijadikan hambatan dalam membentuk Timnas yang padu.
4. Kurangnya Stok Penyerang Berkualitas
Mari mengamati nama-nama penyerang tengah Brasil paska Piala Dunia 2002 berikut. Adriano, Luis Fabiano, Fred, Hulk, Jo, Diego Tardelli, Firmino, dan Gabriel Jesus. Nama-nama tersebut tidak ada yang mendekati kemampuan Ronaldo ataupun Romario sebagai legenda penyerang Samba.
Pemain kelas dunia yang dihasilkan Brasil justru berada di posisi kiper, gelandang bertahan dan penyerang sayap. Ederson dan Allison di penjaga gawang. Fernandinho, Casemiro, Fabinho berada di satu generasi setelah Gilberto Silva dan Emerson. Kemudian ada nama pemain skillfull seperti Robinho, Neymar dan Vinicius Jr.