Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Demi Sepak Bola, Seberapa Jauh Orang Biasa Dapat Melangkah (Part 1)

2 November 2023   14:51 Diperbarui: 4 November 2023   01:09 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pengalaman akan tertuang di tulisan ini. Entah akan menghabiskan berapa Part, karena ini masihlah sebuah perjalanan. Bila perjalanan itu menemukan hilal nya, pasti akan berlanjut ke Part selanjutnya. Namun jika tidak berlanjut, mungkin memang itu akhir sebuah perjalanan. Syukur-syukur anda yang membaca tulisan ini dapat membacanya, mungkin kelak Anda yang ditakdirkan bisa melanjutkannya.

Minggu Pertama

Hari Rabu itu waktu menunjukkan pukul 6 sore. Sepatu futsal baru yang saya beli jam 3 sore secara online, juga sudah masuk ke dalam tas kecil. Setelah hampir tiga tahun tidak pernah menenendang bola di lapangan, jantung berdegup kencang. Seperti pemain bola masuk ke lapangan pertandingan. 

Perasaan ini ada, hanya pada orang yang benar-benar punya rasa cinta akan akan sesuatu. Segera saya naik motor menuju lapangan, supaya tidak terlambat dan mendapatkan kloter terakhir di futsal kali ini.

Sampailah saya disana. Lampu lapangan menyala terang, satpam juga sudah mensterilkan lapangan dari gangguan mobil yang akan parkir. Namun satu yang membuat saya bingung, tidak ada satu anak pun yang ada disana. KOSONG.

Sebagai pengantar, lapangan ini merupakan tempat parkir mobil utama di tempat ibadah kami. Ukurannya dibuat sesuai standar lapangan futsal, sekitar 10 tahun lalu.

Disaat saya masih aktif-aktifnya mengikuti kegiatan kepemudaan di sana. Sejak tiga minggu lalu, telah diumumkan saat perayaan ibadah. Bahwa setiap hari Rabu akan diadakan kegiatan Futsal bersama. 

Dua kali kegiatan futsal sebelumnya saya tidak ikut. Meski saya dapat kabar dari teman saya, Mas Y dan Bro V, pesertanya jauh menurun di minggu kedua. Saya adalah warga lama di tempat ibadah itu, yang "muncul kembali" setelah menjadi keluarga muda. Panggilan saya ke sana hari ini bukan karena iman saya, tapi murni karena saya ingin main futsal.

Lima menit berselang, ada seorang anak yang datang dengan bersepeda. "Kak, hari ini ada futsal?" , "Oh maaf Dik, aku juga baru pertama datang hari ini.. Ditunggu bareng aja, yah."

Langsung saya mengambil HP di kantong, saya WhatsApp teman saya yang pernah futsal di kegiatan ini minggu lalu. Bro V dan Mas Y. Cari bolo supaya bisa main futsal. Sekedar info, memang repotnya kalau mau kegiatan futsal, paling tidak harus ada 10 orang supaya bisa main. Kurang dari itu tidak akan nyaman karena lapangan yang luas. Beda dengan basket yang bisa diakali dengan 3 on 3, atau bahkan 1 on 1. 

Setelah menjawab "Oke OTW.", kedua teman saya Bro V dan Mas Y datang dengan motornya. Kami langsung kumpul, dan saya tanya "Bagaimana, ada futsal?". Mas Y segera menelepon anaknya A, yang memang ditugasi mengurus kegiatan futsal ini. Pendek kata, Mas Y mengatakan "Anakku ternyata kerja shift sore. Diputuskan sendiri oleh grup WhatsApp Remaja mereka bahwa hari ini tidak ada futsal.".

Segera kami menyampaikan hal ini ke ke anak yang datang bersepeda tadi. Dan dengan kecewa dia akhirnya berpamitan pulang. Meskipun remaja, dia sepertinya bukan anggota kelompok yang dimaksud dengan Grup WhatsApp tadi.   

"Sebenarnya acara futsal ini untuk semua umur? Atau hanya untuk remaja?" Tanya bro V kepada Mas Y.

"Ya harusnya untuk umum. Tapi yang diserahi tanggung jawab cuma anakku A, dan temannya D."

"Coba aku telpon D supaya kesini." sambung Mas Y

Sambil ngobrol ngalor-ngidul kami menunggu D, yang sekitar 15 menit kemudian datang dengan motor nya.

"Mas, Om, Sori-sori Ya. Ga ada yang bisa datang anak-anak remaja nya. Jadi ga ada Futsal."

"Iya gak papa. Santai aja. Cuma ini yang perlu diluruskan, apa futsal ini hanya untuk remaja atau semua umur? Kan orang dewasa yang seumuranku kalau mau datang ga tau info di WhatsApp Grup kalian?" tanyaku pada D

"Ayo, ayo ngobrol dulu.". Datang teman seumuran saya Bro B, yang mau futsal juga ternyata kecele, langsung nimbrung di obrolan kami.

Perbincangan yang berlangsung sampai pukul 8 malam itu akhirnya membuka alasan Kepala tempat ibadah kami mengadakan kegiatan ini. Yaitu untuk membuat sebuah kelompok kecil umat sesuai hobi nya. Ini semua dijelaskan oleh D, yang bersama dengan A, merupakan penanggung jawab untuk kegiatan Futsal. Kami akhirnya memperoleh konklusi, bahwa minggu depan tetap akan futsal. Saya, Mas Y, Bro V, Bro B, dan juga D akan berkomunikasi dengan A, jika memang ia berhalangan. Bola dan gawang akan kami siapkan bersama sambil menunggu siapapun yang datang supaya bisa main futsal bersama. KARENA KAMI HANYA INGIN BISA MAIN BOLA.

Minggu Kedua

Konsep main bola di kalangan masyarakat sini memanglah Futsal. Bukan karena kami lebih suka Futsal daripada Sepak bola, tapi karena memang tidak ada tempat sepakbola gratis yang bisa digunakan di daerah sini. Kalau ada lapangan Bola yang proper untuk digunakan, ya pasti kami lebih memilih bermain sepakbola di lapangan rumput. 

Sepatu Futsal yang masih pada tasnya seminggu belakangan ini kembali saya ambil. Saya nyalakan motor dan berangkat agak terlambat, pukul 18.15 Rabu ini. Takut kecewa seperti minggu lalu.

Sampai di sana, ada perasaan lega. Karena banyak yang berada di Lapangan, ada tiga bola yang ditendang secara keras-keras oleh beberapa anak ke arah gawang. Pemanasan untuk melatih otot betis, mungkin. Setelah memarkir motor, saya tidak turun motor. Pandangan saya melihat sekeliling, ternyata tidak ada sosok Mas Y, anaknya A, Bro V dan juga Bro B. Yang ada hanyalah D yang langsung menyapa saya. "Ayo Mas pakai sepatunya, masih bisa main Futsal ta? Hehehe" katanya basa-basi. Anggukan saya tidak berbarengan dengan tindakan. Dalam hati berpikir "Selain D yang kira-kira umur 20-an, itu semua di lapangan hanya anak umur SD dan SMP sejumlah 9 orang. Bersama saya yang umur 30-an ini pas 10 orang. Bisa main sih. Tapi apa iya saya main futsal sama anak umur segitu?"

TERPIKIR UNTUK PULANG SAJA. DARIPADA DILIHAT ORANG, JADI YANG PALING SEPUH DIANTARA MEREKA.

Sebuah bola mengarah ke motor saya. Saya akhirnya turun dan menendang bola itu balik ke salah satu anak di lapangan. Kemudian D dengan teriak bilang ke saya "Ayo Mas, pemanasan bareng.". 

Sepatu Futsal saya lihat lagi di gantungan motor. Sudah beli 300ribu an, jadi sayang kalau tidak terpakai. Akhirnya, ya gitu deh. Jadi yang paling sepuh di lapangan.

Pemanasan dipimpin oleh salah satu anak SMP setelah kami melingkar. Sekitar 5 menit, mereka bingung membagi tim. Murni karena ada saya yang paling tua. Sementara D posisinya kiper, jadi tidak bingung dalam pembagian. Akhirnya inisiatif nya adalah suit, yang menang setim dengan yang menang, sisanya yang kalah jadi satu tim.

Dapat satu tim, ada anak SD dan sisanya anak SMP. Mereka bingung berada di posisi mana di lapangan. Main 2 menit, yang ada hanyalah lemparan jauh dari kiper dan grudak-gruduk seperti ayam kehilangan induk. Saya tarik nafas, sudah kepalang basah, akhirnya ambil break untuk tim sendiri.

"Jadi Futsal ada 4 yang main selain kiper. Oke? Saya jadi bek di belakang. Siapa mau jadi sayap kanan kiri? Yang satu berarti penyerang di depan." Akhirnya posisi tim saya tidak amburadul, meskipun saya juga menghindari pemilihan kata Anchor, Flank dan Pivot supaya mereka lebih paham. 

Dari 9 anak di lapangan selain saya, mungkin ada 2 yang biasa main futsal secara benar. Keduanya ada di tim seberang.

"Posisinya pertahankan Diamond terus. Jaga nya cover saja jangan sekali ambil. Oper bola bawah menyusur tanah. Tidak perlu buru-buru, nanti capek sendiri." Ya, kata-kata awam itu yang hanya bisa saya berikan ke rekan-rekan junior saya. 

Tidak perlu membahas hasil, karena siapapun yang bermain Futsal pasti paham, kalau Anchornya bisa bagi bola dan beri instruksi dengan baik maka kemungkinan menang pasti besar. Hehehe. Saya Anchor sepuh nya.

"Weh, masih ada Rek ternyata skill nya, Mas." Lagi-lagi D basa-basi setelah selesai Futsalnya. Tidak ada pembicaraan penting setelahnya. Saya langsung pulang mendahului yang lain.

Minggu Ketiga

Oke, cepat saja. Saya berangkatnya lebih telat lagi di minggu ini. Masih berharap ada rekan-rekan yang seumuran saya datang untuk main setelah Minggu lalu jadi sepuh sendiri. 18.30 tepat saya tiba.

Paling tidak ada Bro B yang sudah datang. A, anaknya Mas Y, sudah memimpin pemanasan di lapangan. Tanpa bola dan dengan latihan fisik nya. Waktu saya habiskan dengan nyindir Bro B tentang dia yang tidak datang minggu lalu. Sambil kami memakai sepatu untuk ikut nimbrung pemanasan.

"Sudah pemanasannya, Mas. Habis ini enaknya gimana?" Tanya A kepada saya

"Oke, jadi minggu lalu hanya di tim ku saja yang saya jelaskan tentang posisi 1-2-1. Sekarang saya mau jelaskan ke semua, kalau futsal itu ...... blablablabla....".

Bukan teknis bermain yang ingin saya sampaikan di tulisan ini, jadi saya skip dulu ya untuk hal tersebut.

Pembagian tim juga bukan berdasarkan suit lagi. Kami total ada sekitar 15 orang, kami bagi berdasarkan kesukaan posisi bermain di Formasi futsal 1-2-1. Ketemulah dua grup utama, dengan saya handlle tim kanan dan A handlle tim kiri. Sesimpel itu peran kami berempat, dibantu Bro B dan juga D yang terlihat meneriaki pemain untuk fokus dan kembali ke posisinya.

Semua orang bisa main bola, asal mau dilatih. Anak-anak ini punya poin penting tersebut, meski dari skill banyak yang jauh dari mumpuni. Paling tidak hari ini, mereka sudah paham posisinya di lapangan.

Latihan selesai. Kami duduk melingkar di tengah lapangan. A, yang sudah kenal dengan semua anggotanya, memperkenalkan saya kepada yang lain. Setelah basa-basi blablabla dengan bocah-bocah ini, saya jadi paham posisi saya. Saya bisa mendapat keringat dengan bermain bareng mereka, tapi ada tanggung jawab transfer ilmu kepada adik-adik saya ini.

Minggu Keempat

Ada tambahan 5 anak daripada jumlah minggu lalu, setelah kami minta tolong untuk ajak teman yang lain. Plus, Bro V dan Mas Y juga datang kali ini. Lengkap sudah 6 sekawan yang akan memulai perjalanan cerita ini.

Seperti minggu lalu, A memulai pemanasan dan melakukan latihan passing pendek. Saya cuma menambahkan kepadanya untuk ditambah porsi menggiring bola, karena banyak yang basic itu belum ada. Oh iya, minggu lalu saya juga menginstruksikan kepada semua anggota yang punya bola, untuk dapat membawanya di minggu ini. Kata Tsubasa, bola adalah teman.

Setelah A selesai memimpin pemanasan, ia konsultasi ke saya apa dibagi tim nya sesuai posisi lagi.

"Iya. Aku dan kamu coba main di posisi Pivot. Posisi itu yang minggu lalu mereka bingungkan."

Akhirnya kami memulai game 10 menitan dengan 5 menit jeda. 

"Permainannya anak-anak sudah banyak kemajuan ya, Mas" Kata D

"Waktu aku main tiga minggu lalu grudak-gruduk, sekarang sudah ada perubahan seperti ini, Ya." Bro V berpendapat

"Ayo, tinggal garap fisiknya anak-anak ini bisa jadi satu tim" tambah Mas Y

Testimoni ini bukan membuat saya, bro B dan A bangga, karena ini pasti terjadi selama anak-anak itu mau untuk mendengarkan dan mau untuk dilatih. Banyak anak yang mempunyai skill, tapi enggan untuk disiplin saat bermain. Banyak penonton yang sengaja melihat kami juga bertepuk tangan saat ada yang mencetak gol.

Selesai latihan, kami duduk melingkar lagi. Hampir 30 menit banyak yang menyampaikan uneg-uneg nya seputar futsal dan pertanyaan-pertanyaan yang merka tanyakan. Bagi saya, sharing system is a must. Mau di lini kehidupan manapun, duduk melingkar dan memberi kesempatan bersuara setiap mulut yang ada, wajib hukumnya.

Dokumentasi foto dilakukan untuk pelaporan kegiatan kami ke Kepala Tempat Ibadah yang empunya hajat. Hari ini kami akhiri dengan tos "Futsal **.... YES"

Minggu Kelima

A memimpin pemanasan dan latihan fisik, sementara D memimpin latihan kiper. Ada hal-hal yang secara expertis salah dengan metode mereka, tapi saya, bro B, bro V dan Mas Y membiarkan dahulu. Karena mereka memang bukan profesional. Biar mengalir dulu, karena pelatih juga butuh dilatih, bukan?

Secara keseluruhan ada 30 lebih anak yang hadir. Benar-benar gethuk tular apa yang diusahakan anak-anak itu mengajak teman-temannya. Sekarang mayoritas yang ada adalah anak-anak seusia SMP.

10 anak yang baru datang saya handlle, menyamakan persepsi dengan mereka yang sudah datang di beberapa minggu terakhir. Sengaja kami satu kan dalam satu tim di gim awal, supaya mereka tidak canggung dengan yang lama. Barulah di pada gim selanjutnya mereka akan di mixing satu sama lain.

Selesai latihan hari ini, adalah jam 8 malam. Meskipun bisa dilanjutkan lagi, kami tidak ingin kehilangan momen duduk melingkar jika ada satu per satu yang pulang. 

Ini penyampaian ide dari mereka :

"Om, apa bisa kita main formasi 2-2 ?"

"Pivot untuk posisi 1-2-1 ternyata bisa drop seperti false nine."

"Kita bisa tambah hari lagi untuk latihan di hari senin."

"Bagaimana kalau coba main lawan tim lain? Kita sudah punya tim yang kuat?"

"Bagaimana kalau yang hari Senin bisa sewa lapangan futsal lain?"

"Kapan punya kostum sendiri, Mas?"

Sementara A membawa kabar langsung dari Kepala tempat ibadah.

"Intinya kita didukung untuk kegiatan futsal ini. Bahkan jika perlu akan didatangkan pelatih pro untuk kita siap ikuti lomba di luar."

Tanggapan saya jadi konklusi dari Part ini :

Sudah 3-4 tim pernah saya ikuti, sejak SMP hingga kuliah. Berupaya menjadi lebih baik dengan pelatih yang dibayar secara pro. Mengikuti banyak lomba. Endingnya, hampir tidak ada rupa. Jadi kali ini saya berpikir memutar menjawab pertanyaan dalam hati, bagaimana kalau datang lagi anak usia SD minggu depan? Kalau ada lagi anak SMA? Kalau ada lagi yang anak usia kuliah? Siapa pelatih yang mau handlle puluhan anak di satu waktu?

Konsep trickle down effect di ekonomi jadi landasannya. Jika budget itu memang ada, dan saya yakin ada.. besar bahkan. Apakah tidak lebih baik dana tersebut untuk kami berenam belajar menjadi tim yang lebih solid. A dan D dengan kemampuan melatihnya. Mas Y dan Bro V dengan kemampuan melatih fisiknya. Bro B dan saya bisa support di taktik dan non-teknis.

Ijinkan saya untuk menutup part ini dengan konsep yang sedang kami usahakan, CLUB AKADEMI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun