Mohon tunggu...
Gregory Hans Nugraha
Gregory Hans Nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seseorang yang ingin sukses

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bunuh atau Dibunuh! Itulah Situasi Industri Rokok Indonesia

28 Maret 2023   18:32 Diperbarui: 28 Maret 2023   23:29 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

--- Saat ini Indonesia merupakan salah satu konsumen rokok terbesar di dunia, bahkan menempati peringkat ketiga di dunia, hanya di belakang China dan India. Tahun lalu, konsumsi rokok mencapai 310 Miliar puntung rokok. Meskipun telah diperingati, masyarakat kerap menggunakan rokok, dan industri rokok sendiri susah untuk ditutup sehingga menjadi sebuah dilema yang besar.

Apakah Anda tahu bahwa saat ini rokok menjadi konsumsi kedua terbesar setelah beras? Apakah Anda mengetahui bahwa saat ini konsumsi rokok melebihi ayam, tempe, dan tahu? Ya, itulah yang dijelaskan oleh Sri Mulyani, menteri keuangan Indonesia pada kamis (4/11/2022). Mengutip Tobacco Atlas tahun 2020, Kiki Soewarso, Ketua Divisi Program Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan bahwa "Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India". Hal ini sangat mengkhawatirkan apalagi setelah membandingkan Indonesia dengan Amerika Serikat. Meskipun memiliki populasi lebih sedikit, Indonesia mengkonsumsi lebih banyak batang rokok. Hal ini menunjukan bahwa persentase perokok di Indonesia lebih besar dibandingkan di Amerika, yang menunjukan seberapa parah konsumsi rokok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, jumlah konsumsi rokok sudah berkisar di angka 300 Miliar selama beberapa tahun. Maka, masalah ini tentunya harus menjadi perhatian kita semua.

Tidak hanya jumlah konsumsi rokok yang terus secara konstan berada di angka yang mengkhawatirkan, masalah ini diperparah oleh jenis golongan yang mengkonsumsi rokok. Kiki Soewarso kembali mengeluhkan bahwa "Yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika menyangkut anak-anak. Umur mulai merokok semakin muda. Angka riset kesehatan dasar nasional tahun 2018 menunjukkan 77,7% perokok pemula di Indonesia itu sebelum umur 19 tahun. Jadi, selama tahun 2007 sampai 2018 perokok pemula mulai usia 10 sampai 14 tahun meningkat 240%, khusus untuk perokok pemula usia 15 sampai 19 tahun naiknya 140%". Ketua Divisi Program Tobacco Control tersebut menjelaskan bahwa saat ini, 77% perokok Indonesia bermulai sebelum umur 19 tahun, dan jumlah ini terus meningkat dimana berdasarkan data yang didapatkan dari riset kesehatan dasar nasional, terjadi peningkatan yang signifikan antara tahun 2007 hingga 2018. Padahal menurut EMC.id, "dampak rokok bagi anak-anak dan remaja nyatanya sangat serius, bahkan dapat menyebabkan kematian pada beberapa kasus parah". Tentunya ini menjadi masalah yang disorot juga dalam permasalahan industri rokok Indonesia, dimana mayoritas dari pengguna rokok sekarang merupakan masyarakat muda yang masih mempunyai masa depan yang panjang. Hal ini kemudian juga menjadi perhatian, karena di usia yang sangat muda, kecanduan terhadap nikotin berbahaya juga secara ekonomis. Remaja yang belum memiliki pola pemikiran yang matang akan terus menghamburkan uang dan waktunya untuk kecanduan tersebut. Akibatnya, mereka tidak mengembangkan karir mereka dengan optimal, karena uang mereka akan terus habis untuk membeli rokok.

Namun mengapa kemudian masalah ini disebut dilema? Sesuai dengan judul yaitu "Bunuh atau Dibunuh" situasi rokok Indonesia digambarkan melalui istilah tersebut. Meskipun industri rokok yang mudah diakses telah menyebabkan berbagai kerusakan dan dampak negatif. Industri rokok tidak bisa ditutup atau diberhentikan di Indonesia. Tentunya ini membuat Indonesia tidak bisa mengaplikasikan larangan merokok seperti yang terlihat di negara Singapura, Selandia baru, Kosta rika, dan Irlandia. Hal ini karena, industri rokok sendiri bisa dibilang memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Saat ini, Industri rokok membuka lapangan kerja yang dapat memuat ratusan ribuan orang. Tercatat pada 2019, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menaungi 227.000 pekerja. Dimana, mayoritas atau 98.000 dari pekerja tersebut bekerja di Provinsi Jawa Tengah. Maka tentunya di Indonesia, terutama Jawa Tengah Industri rokok merupakan pekerjaan yang cukup besar. Inilah yang menjadi masalah utama.

PENYEBAB
Lantas mengapa, konsumsi rokok menjadi sangat tinggi dan susah untuk diberhentikan? Pertama adalah  karena lingkungan yang kurang mendukung. Menurut Professor Stanford University, Keith Humphreys, penyebab utamanya adalah lingkungan. Dalam sebuah lingkungan menengah keatas, akan memiliki peluang serta dukungan lebih besar yang mendorong orang tersebut untuk berhenti merokok. Hal ini karena, pada golongan menengah ke atas rata-rata memiliki lingkup pertemanan yang lebih sehat dan jauh dari rokok. Sedangkan kelompok kelas bawah, biasanya sangat lekat dengan rokok, sehingga mereka dari golongan nini susah untuk melarikan diri dari rokok dan akhirnya terus kecanduan. Hal ini tentunya sangat signifikan di Indonesia. Mengingat hampir 190 juta penduduk masuk ke golongan kelas "menuju kelas menengah, rentan dan miskin". Maka tentunya penduduk di golongan-golongan ini akan sulit untuk terlepas dari merokok, dan akhirnya tertarik dan kecanduan dengan rokok. Lingkungan ini juga meliputi keluarga. Dimana, di keluarga "menuju menengah", "rentan", dan "miskin" banyak sekali dari orangtua keluarga tersebut merokok, sehingga anak dari keluarga tersebut yang menetapkan orangtua mereka sebagai contoh memiliki pandangan bahwa merokok merupakan hal yang baik dan boleh dilakukan.

Selain faktor lingkungan, menurut Professor Stanford University, Keith Humphreys juga menambahkan bahwa kecanduan terhadap rokok dapat diasosiasikan dengan depresi. Hal ini karena rokok mengandung nikotin yang ketika dikonsumsi menyebabkan otak untuk mengeluarkan senyawa dopamin yang dapat menghilangkan stress untuk sementara, dan membuat konsumen lebih bahagia dan merasa lebih tenang meskipun hanya sebentar. Ditambah dengan faktor lingkungan, akibatnya masyarakat kelas menuju menengah dan kebawah melarikan diri ke rokok sebagai cara untuk menghilangkan stress akibat masalah ekonomi dan lain sebagainya. Rokok menjadi cara pilihan mayoritas penduduk kelas kebawah untuk menghilangkan stress  karena masyarakat di golongan tersebut tidak bisa menjangkau terapi dan bantuan kesehatan mental yang baik, sehingga justru melarikan diri ke rokok untuk menghilangkan stress karena harga rokok yang cenderung lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat kelas bawah. Hal ini berbeda dengan kelas menengah ke atas, dimana rokok hanyalah sebuah alternatif untuk menghilangkan stress karena mereka dapat menjangkau hiburan serta metode terapi yang membantu menghilangkan stress.

Konsumsi rokok juga dapat disebabkan oleh psikologi keuangan orang miskin. Dalam buku "The psychology of Money" oleh Morgan Housel. Dijelaskan bahwa di Amerika Serikat tiket lotere paling banyak dibelikan oleh masyarakat yang masuk ke dalam golongan kebawah, bukan golongan menengah keatas. Bahkan perbedaan konsumsi ini sangat berbeda, dimana pengeluaran mereka hampir 4 kali lipat lebih banyak padahal mereka berpenghasilan lebih sedikit. Buku ini menjelaskan bahwa, meskipun data ini terlihat tidak masuk akal, terhadap suatu pola dan motivasi dibelakang konsumsi tersebut. Masyarakat dari golongan yang relatif miskin tidak memiliki akses dan tidak dapat menjangkau hal-hal yang dibeli oleh orang kaya seperti rumah yang besar dan nyaman, mobil, liburan ke luar negeri, dan lain sebagainya. Tetapi karena tidak bisa menjangkau hal-hal tersebut, mereka akhirnya membeli tiket lotere sebagai bentuk "kemewahan". Hal ini sama dengan rokok di Indonesia. Penduduk Indonesia yang tidak bisa membeli rumah yang besar, mobil yang nyaman, liburan ke luar negeri, dan bentuk kemewahan lainnya akhirnya membeli rokok sebagai bentuk "kemewahan" tersebut. Konsumsi yang tinggi juga disebabkan dari penjual atau perusahaan pembuat rokok sendiri. Dimana iklan-iklan dari manufaktur rokok sendiri sengaja ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan terhadap rokok karena faktor-faktor yang sebelumnya telah dijelaskan. Akibatnya, iklan ini pun yang diputar berulang kali akan mempengaruhi penduduk dan akhirnya membeli rokok sehingga kecanduan.

Namun meskipun begitu, mengapa industri rokok susah sekali untuk diberhentikan? Alasannya adalah karena peranan dan sejarah industri rokok Indonesia. Pertama adalah peranan industri rokok di Indonesia. Industri rokok berperan besar secara ekonomis. Meskipun sudah tidak se-signifikan seperti beberapa tahun yang lalu, industri pengolahan rokok berperan sebesar 0.67% dalam perekonomian Indonesia. Meskipun lumayan kecil, namun persentase ini tetap berarti. Selain itu, industri rokok juga menjadi sawah ladang bagi 227 ribu pekerja. Jumlah yang sangat besar ini menjadi alasan dan pertimbangan yang besar ketika menghadapi industri rokok, dimana jika industri benar-benar diberhentikan akan harus dibuka lapangan pekerjaan bagi 227 ribu pekerja tersebut. Padahal menurut Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto "Sejauh ini tidak ada alternatif lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang sama seperti industri rokok dan mampu memberikan kesejahteraan yang sama." sehingga kemudian ini menjadi penyebab adanya dilema.

Selain industri rokok yang bisa dibilang sudah diintegrasikan ke dalam perekonomian Indonesia. Rokok juga terintegrasikan ke dalam sejarah indonesia. Menurut Budayawan dan pengkaji filsafat, Irfan Afifi, "Kretek yang merupakan campuran dari tembakau dengan cengkeh itu khas Indonesia. Sejak dahulu, sudah ada catatannya. Bahkan, rokok sudah ada sejak zaman Sultan Agung. Ini artinya produksi tembakau memang sudah ada. Perjalanannya sampai kini yang salah satunya membentuk tradisi kedaulatan nasional." Ia menjelaskan bahwa rokok sudah ada di Indonesia sejak dahulu, dan telah membentuk tradisi yang susah untuk dihilangkan, karena tembakau sendiri telah menjadi semacam hasil kebudayaan yang khas dan asli dari Indonesia.

AKIBAT
Faktor-faktor seperti lingkungan, psikologi, depresi, ekonomis, iklan, dan sejarah menjadi alasan konsumsi rokok Indonesia yang sangat tinggi. Dengan konsumsi yang tinggi, terdapat juga kerugian yang sangat besar dari komplikasi kesehatan yang datang dari penggunaan rokok. Berdasarkan data Balitbangkes tahun 2017, total kerugian ekonomi terhadap kesehatan akibat penggunaan rokok yang secara langsung maupun tidak langsung sebesar 531,8 triliun. Dimana mayoritas dari angka tersebut datang dari komplikasi akibat penggunaan rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun