Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Alasan Pendekatan Helix Tidak Cukup dalam Analisis Ekosistem Industri Kreatif

2 Oktober 2024   04:50 Diperbarui: 3 Oktober 2024   20:54 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu, dengan hanya berfokus pada interaksi antara pihak akademisi, industri itu sendiri, dan pemerintah saja dapat mengabaikan pengaruh signifikan komponen-komponen seperti kreativitas di level akar rumput, tren konsumen, dan disrupsi digital-teknologi yang sering kali membentuk perkembangan industri ini.

Pendekatan Triple Helix, meskipun bermanfaat dalam memandu sektor-sektor seperti teknologi, sangat bisa missing dalam memperhitungkan faktor-faktor unik pendorong nilai kreativitas yang menggerakkan adanya inovasi dalam industri ini.

Ilustrasi Studio Kreatif. Sumber: uts.edu.au
Ilustrasi Studio Kreatif. Sumber: uts.edu.au

Batasan Quadruple Helix dalam Menangkap Kedalaman Ekosistem Industri Kreatif

Model Quadruple Helix adalah model yang memperluas Triple Helix dengan memasukkan masyarakat sipil sebagai pemain keempat, yang mengakui pentingnya opini publik, tren sosial, dan konten yang dibuat pengguna dalam proses inovasi. 

Adanya penyertaan peran ini merupakan langkah ke arah yang benar, khususnya bagi industri seperti film, musik, dan game, di mana audiens dapat memainkan peran langsung dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam industri. 

Meskipun begitu, Quadruple Helix pun dalam perkembangannya masih terbatas (Setyanti, 2017) serta dianggap kurang tepat jika diterapkan pada industri kreatif karena fondasi teoritisnya masih mengonseptualisasikan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang agak pasif—reaktif terhadap produk atau kebijakan, ketimbang ikut menciptakannya (co-creation). 

Kenyataannya, di lapangan sendiri, konsumen dalam industri kreatif, khususnya di era digital, sering kali menjadi peserta aktif dalam membentuk produk dan layanan. Adanya komunitas penggemar (fanbase), konten yang dibuat pengguna (user-generated content), influencer media sosial, dan kampanye pemasaran tingkat akar rumput sering kali memiliki dampak yang lebih langsung pada inovasi kreatif daripada kolaborasi formal industri-akademisi-pemerintah. 

Oleh karena itu, meskipun Quadruple Helix memperkenalkan publik sebagai salah satu faktor dalam ekosistem, hal itu tidak sepenuhnya mengintegrasikan maupun menangkap penuh dari peran aktif konsumen dan ekosistem digital dalam mendorong nilai bisnis industri.

Ilustrasi Studio Kreatif. Sumber: raedan.co.uk
Ilustrasi Studio Kreatif. Sumber: raedan.co.uk

Pendekatan Hexa Helix yang Lebih Luas dan Limitasinya dalam Menangkap Kedalaman Ekosistem Industri Kreatif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun