Salah satu hal yang sering membuat "deg-degan" dari sebuah proyek desain adalah bagaimana feedback dari klien yang bisa beragam macam bentuknya.Â
Feedback tersebut secara umum dapat berupa persetujuan desain maupun adanya permintaan penambahan atau perbaikan yang membuat harus adanya fase revisi desain.Â
Apa yang dapat membuat seketika adrenalin dari seorang desainer naik dalam hal itu adalah dalam sebuah permintaan perbaikan sering kali dihiasi kritik pedas dari klien yang bisa dihiasi dengan nada emosional yang menyatakan jeleknya atau ketidakcocokan desain yang kita buat dan bahkan bisa jadi terdapat ujaran mengenai "sampah"nya desain yang dibuat atau adanya komentar yang mempertanyakan langsung kapabilitas desain dari sang desainer apakah ia sungguh mampu mendesain sesuai dengan permintaan klien.
Ujaran-ujaran "pedas" tersebut tentunya kalau didengar telinga dapat menjadi sesuatu yang menghantam pribadi, siapapun desainernya. Ada yang menyikapi dengan terdiam, ada yang begitu defensif dan malah mendebat balik seperti pada kasus Jersey Timnas, ada yang lebih komunikatif menyikapi.Â
Dalam dunia desain, kritik ini sering kali menjadi sebuah mimpi buruk terutama ketika dikejar dengan deadline yang mepet, sementara desainer harus tetap mengumpulkan pikiran yang jernih untuk menyelesaikan sesuai tenggat waktu.
Kritik, bahkan kritik yang paling keras dan bahkan menyerang pribadi kita sekalipun, adalah bagian yang tak terelakkan dalam proses desain. Medium.com bahkan menyatakan bahwa jika suatu desain ekosistemnya tidak memiliki budaya kritik dan diskusi yang baik, maka ekosistem tersebut akan kosong tanpa wacana yang dapat menghambat kemajuannya.
Ketika klien mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap desain visual kita, tentunya itu bisa mengecewakan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, sebenarnya kita dapat mengubah ini menjadi peluang untuk meningkatkan desain dan memperkuat hubungan dengan klien kita.Â
Salah satu pendekatan yang cukup banyak diambil adalah pendekatan enterpreneurship, di mana seorang desainer mesti dapat menyoroti titik temu antara kreativitas dan ketajaman bisnis dengan kemampuan pemecahan masalah dan pemahaman yang tajam tentang pengalaman pengguna. Dengan pendekatan tersebut, kita dapat menghadapi situasi ini dengan sopan dan profesional. Berikut adalah langkah-langkah konkretnya:
1. Mengakui dan Menghargai Pendapat
Memulai dengan berterima kasih kepada klien atas tanggapan mereka adalah bagian penting dalam poin ini. Sekalipun terdapat ujaran yang begitu keras, biarkanlah mereka mengetahui bahwa kita tetap menghargai pendapat mereka dan ingin memastikan kepuasan mereka.Â
Ucapan sederhana seperti "Terima kasih telah menyampaikan hal ini kepada kami" sebenarnya menunjukkan bahwa kita terbuka terhadap sudut pandang mereka.Â
Dalam ilmu pemasaran, sikap semacam ini dapat menunjukkan keterbukaan kita pada klien adanya tanggung jawab kita atas manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management) yang baik.
2. Dengarkan dan Pahami Poin Utama Mereka
Meskipun kritik mereka pedas dan bahkan bisa mempertanyakan kapabilitas kita, tetaplah dengarkan secara aktif kekhawatiran spesifik mereka. Dalam hal ini, ajukanlah pertanyaan klarifikasi untuk memahami elemen-elemen apa dari desain yang tidak mereka sukai dan apa yang ingin mereka lihat.Â
Kita dapat menunjukkan pula alternatif-alternatif desain atau moodboard yang sebelumnya kita siapkan terlebih dahulu agar tidak hanya satu desain saja yang dilihat klien. Ini menunjukkan kesediaan kita untuk menyempurnakan desain berdasarkan kebutuhan mereka.
3. Bahas secara Kolaboratif, Namun Jangan Defensif
Sekalipun terdapat kritik yang begitu pedas, bahkan mempertanyakan kapabilitas desain kita, hindarilah untuk bersikap defensif apalagi balik menyerang pribadi klien kita seakan tidak tahu tentang desain.Â
Hal itu akan sangat mempengaruhi profesionalitas kita di mata klien. Jelaskan proses pemikiran di balik pilihan desain kita tanpa memberikan pembenaran atas desain kita dalam sebuah diskusi hangat yang lebih berusaha inisiatif mencairkan suasana.Â
Dalam kesempatan suasana semacam itu, kita dapat pula dalam berdiskusi menyentuh secara singkat tujuan desain awal, seperti contohnya tentang bagaimana pandangan klien tentang mencapai aspek estetika modern yang lebih kompetitif dan menarik. Tentunya ini diikuti dengan mengekspresikan keinginan kita untuk bekerja sama secara kolaboratif dengan klien dalam tahap revisi.Â
Pada tahap revisi, kita dapat pula menyarankan untuk mengeksplorasi opsi-opsi alternatif desain atau moodboard yang menyertakan masukan mereka. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan komitmen untuk mencari solusi.
4. Fokus pada Solusi dan Membuat Rencana Aksi akan Langkah Selanjutnya
Poin penting dari sebuah komunikasi dalam rupa kritik adalah bagaimana kita mengalihkan diskusi dari apa yang salah ke bagaimana memperbaikinya. Dalam hal ini kita bisa menanyakan pada klien apakah mereka memiliki referensi desain khusus yang mereka sukai.Â
Dengan melakukan brainstorming solusi potensial bersama-sama ini, kita menunjukkan keseriusan kita memahami problem yang terjadi dan ketertarikan kita menyelesaikannya dengan solutif. Selain itu, kita dapat menetapkan ekspektasi berupa rencana aksi (action plan) yang jelas untuk langkah selanjutnya.
Berdasarkan umpan balik semacam itu, kita akhirnya dapat mengusulkan opsi desain yang direvisi dengan jangka waktu pengiriman yang lebih jelas. Ini menunjukkan bahwa kita menanggapi kekhawatiran klien dengan serius dan berupaya mencapai penyelesaian.
Konklusi
Pada dasarnya, dalam sebuah dialog yang terdapat kritik atas desain, bahkan yang terkeras sekalipun, mempertahankan sikap tenang dan profesional sepanjang percakapan adalah sebuah kunci kesempatan emas menunjukkan profesionalitas dan sikap enterpreneurship kita.Â
Jika kritik dari klien nampak valid, kita dapat mempertimbangkan untuk meminta opini kedua (second opinion) dari desainer senior di tim atau relasi kita.Â
Kita perlu terus mengingat bahwa tujuan dari proyek desain ini adalah untuk menciptakan desain yang dapat disukai semua orang, yang mana hal itu mengisyaratkan keterbukaan kita pada pandangan lain.Â
Dalam hal ini, terkadang sedikit masukan dari klien bahkan bila itu disampaikan dengan nada negatif dapat memberikan hasil yang lebih sukses. Melalui hal-hal semacam inilah, mental kita sebagai desainer akan terus diasah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H