Desainer grafis umumnya dikenal sebagai sebuah pekerjaan yang lebih banyak menjadi "penyedia konten" bagi kebutuhan promosi baik di suatu perusahaan, maupun klien perseorangan yang ingin membangun brand image mereka.Â
Sering kali kehidupan seorang desainer grafis sangat bergantung pada proyek dan memberikan pelayanan kepada perusahaan lain baik sebagai freelancer maupun karyawan inhouse.Â
Segala konten berbau media cetak maupun digital yang ditujukan untuk klien secara umum digunakan menjadi sebagai produk portofolio mereka.
Lantas dengan kondisi di mana mereka bergantung pada klien atau perusahaan yang mereka layani, apakah seorang desainer grafis bisa mempunyai produk kekayaan intelektual sendiri?Â
Pertanyaan ini saya yakin sebenarnya mudah untuk dijawab bahkan di kalangan desainer, tetapi ada pembahasan yang menarik apabila dikaitkan dengan manajemen produk kekayaan intelektual.
Pada dasarnya, seorang desainer dituntut setidaknya memiliki karya orisinil sendiri. Dengan bidang-bidang dalam mata kuliah yang meliputi berbagai implementasi media seperti visual brand, fotografi, videografi, game, animasi, hingga periklanan, seorang desainer sebenarnya telah memiliki sarana untuk mengejawantahkan konsep abstraknya ke dalam berbagai media.Â
Setiap bidang yang memiliki output dalam rupa visual sangat berpotensi memiliki produk kekayaan intelektualnya sendiri. Setiap karya kreatif asli, termasuk di dalam dunia desain grafis, secara otomatis terlindungi oleh undang-undang hak cipta ketika karya tersebut ada dalam bentuk nyata (misalnya, di atas kertas atau secara digital).Â
Artinya, sejak awal seorang desainer memiliki hak eksklusif untuk mereproduksi, mendistribusikan, memodifikasi, menampilkan secara publik, dan melisensikan desainnya sendiri.Â
Setiap karya ini sebenarnya dapat secara sah untuk didaftarkan secara legal di atas kertas tentang hak cipta seorang desainer untuk memperkuat tuntutan hukum jika terjadi pelanggaran.