Dalam mengkonsep sebuah kampanye, salah satu hal mendasar yang selalu diajarkan dalam dunia desain adalah berempati terhadap keadaan sekitar dan juga target audiens sebelum membuat sebuah desain.Â
Jika sebuah brief desain (atau dalam hal ini aturan pemasangan APK) tidak memiliki sebuah bayangan gambaran dalam bentuk prototype atau simulasi, akan banyak sekali missing dalam pelaksanaan.
Kedua, mengenai efektivitas media kampanye APK itu sendiri. Melanjutkan dari poin pertama, sebenarnya dengan adanya poin tersebut, dari kacamata desain sendiri, bagaimana pemasangan APK berikut dengan atribut desain yang sesuai peraturan belumlah memadai (feasible).Â
Selain dari fit and proper test-nya dari aspek produk desainnya sendiri tidak ada, pemilihan target audiens juga seakan random sekali dari pemasangan sebuah APK.Â
Dari banyaknya penempatan APK yang ada di jalan-jalan (anggaplah sebagai pertimbangan untuk meraup estimasi audiens yang besar), dapat kita beda sebuah pertanyaan, "Sungguhkah pesan komunikasi visual dapat ditangkap oleh pengguna jalan dan mampu membekas di hati masyarakat?"
Berkaca dari ketentuan mengenai isi konten alat peraga kampanye (Pasal 34 ayat 3) dan juga durasi ketentuan kampanye (28 November 2023 - 10 Februari 2024), dengan mempertimbangkan banyaknya caleg yang bahkan siapa tokohnya saja masih harus dikenali masyarakat sekaligus harus bisa stand-out diantara pesaing lainnya, tentunya sangat tidak masuk akal penggunaan media-media APK tersebut dapat efektif mengenai sasaran masyarakat yang dituju.Â
Dalam hal ini, apa yang semestinya seorang caleg lakukan seharusnya berdasarkan prinsip self-branding dimana bahkan jauh sebelum adanya pemilu legislatif, ia seharusnya sudah mempunyai aksi nyata dan brand tersendiri yang terlibat penuh dalam masyarakat tanpa harus susah payah mengarahkan orang pada politik  ketika pada waktunya pemilu tiba.
sampah visual yang ditimbulkan dari adanya APK yang bertebaran di jalan. Implikasi dari hal itu adanya kebutuhan akan analisis dampak lingkungan yang mendalam baik pada saat sebelum maupun sesudah pemasangan.Â
Ketiga, mengenai dampak eksternal. Sudah banyak keluhan mengenaiDalam hal ini, peran pengawasan diperlukan agar pesta politik yang berlangsung tidak hanya menjadi sebuah pesta sampah visual yang merugikan lingkungan. Terlebih di era tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) dan juga menyambut adanya surplus generasi muda ini, hal semacam ini tidak semestinya terjadi dan sudah semestinya ada perombakan sistem kampanye.Â
Seorang caleg atau bahkan partai perlu mengalokasikan konsultan maupun agensi desain yang dapat memaksimalkan kampanyenya sehingga budget yang dikeluarkan dapat optimal sambil tetap memikirkan dampak lingkungan.
Pada akhirnya, pesta politik yang berlangsung tidak dapat lepas dari sebuah iklim yang saling menguntungkan baik dari sisi masyarakat, bakal calon legislatif, maupun pemerintah.Â