Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Seni Menemukan Keindahan untuk Bangkit dari Kegagalan

8 Januari 2024   14:00 Diperbarui: 8 Januari 2024   14:04 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan hidup. Sumber: suaraburuh.com

"Jika seorang pemimpin militer tidak pernah sesekali mencicipi kekalahan, bagaimana ia dapat mengetahui caranya berperang terhadap dalam sebuah pertempuran yang penuh kemenangan? Di dunia ini tidak pernah ada pemimpin yang selalu menang, yang ada hanyalah para pemimpin yang tidak menyerah setelah adanya kekalahan, yang bertumbuh lebih kuat dari pengalaman dan yang pada akhirnya muncul sebagai pemenang.
Kegagalan adalah hal yang baik.
Kegagalan mengajarkan kita bagaimana untuk sukses.
Kegagalan mengajarkan kita bagaimana meraih kemenangan.
Kegagalan mengajarkan kita bagaimana menaklukkan dunia.
Jika seseorang ingin sukses, ia harus tahu kapan harus bertahan dan kapan harus melepaskan.
Sama dengan sebuah peperangan
Seseorang harus bisa menang dan juga harus bisa kalah"

Cao Cao, Ungkapan setelah Kekalahan pada Pertempuran Tebing Merah (Chi Bi)
Three Kingdoms (2010) Drama TV Series

Meskipun kutipan tokoh Cao Cao di atas adalah sebuah kreasi tambahan fiksional dalam sebuah drama televisi, kutipan di atas sangat menjadi sebuah motivasi yang sangat realistis bagi saya pribadi. Saya mampu membayangkan betapa beratnya tugas seorang pemimpin perang seperti Cao Cao yang bertahun-tahun membangun reputasi dan pasukan namun dalam sekejap musnah oleh siasat dari aliansi Sun Quan dan Liu Bei. Bahkan setelah kekahalan itu, ia masih harus membangun kembali moral pasukannya yang tersisa dan kehilangan semangat dengan memberi mereka motivasi untuk menerima serta belajar dari kekalahan itu.

"Kegagalan". Sebuah kata yang cukup mengerikan bagi kita yang menjalani kehidupan dan berusaha keras mencapai titik kesuksesan di bawah kolong langit ini. Betapa sangat mengerikannya hidup ini ketika sebuah usaha yang telah kita bangun, menguras  begitu banyak tenaga, membuang begitu banyak waktu kita pada akhirnya kita temukan menemui kegagalannya yang seringkali berlangsung sekejap dan juga drastis. Dapat lebih mematikan lagi ketika secara beruntun itu menimbulkan konsekuensi lain seperti adanya tuntutan finansial yang harus kita selesaikan, kepercayaan orang lain yang kita rusak, hingga kondisi fisik serta mental yang menurun. Pada titik itu, ada beragam bentuk respons dari diri kita mulai dari berburu-buru mencari tindakan selanjutnya, secara impulsif mencari pelampiasan, hingga mencari motivasi yang dapat membangkitan semangat kita. Meskipun begitu, untuk membangkitkan diri sendiri setidaknya dalam rangka berdiri kembali memerlukan sebuah tinjauan yang perlu kita lakukan.

Ilustrasi perenungan hidup. Sumber: betterup.com
Ilustrasi perenungan hidup. Sumber: betterup.com

1. Kita Perlu Mengobati Terlebih Dahulu Cara Pandang Kita
Bagaimana setelahnya?" Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang umum muncul ketika kita menyadari bahwa hidup kita harus terus berjalan. Pada fase ini, tentunya adalah hal yang wajar untuk berpikir tindakan apa yang harus segera kita lakukan selanjutnya. Namun sebelum itu, fase ini adalah sebuah fase kritikal yang menentukan apakah kita sungguh belajar dari kegagalan ini atau tidak.  Memang pada akhirnya kita harus memiliki sebuah tindakan realistis atas kegagalan yang kita alami untuk melangkah pada tahap selanjutnya, tetapi mempelajari dan mengakui mengapa kegagalan itu bisa terjadi adalah sebuah hal yang tidak kalah pentingnya. Pada fase ini, kejujuran pada diri kita sendiri amatlah diperlukan. Tanpa adanya kejujuran ini, kita bisa saja melewatkan kemungkinan bahwa kegagalan itu bisa saja bukan hanya disebabkan oleh pihak lain melainkan juga diri kita sendiri.

Apakah ini berarti kita harus menyalahkan diri kita sendiri? Jawabannya tidaklah semudah "ya" atau "tidak" karena keduanya bukanlah fokus utama yang dicari di tahap ini. Intisarinya bukanlah semudah pada akhirnya kita sepakat akan "ya" lalu melakukan tindakan merendahkan diri sendiri, atau "tidak" lalu kita menyangkal seakan-akan tidak pernah ada kesalahan yang kita lakukan untuk menenangkan hati kita, namun malahan sebenarnya tindakan pembukaan kemungkinan akan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan itu tindakan yang mencoba menetralkan yang berujung pada bagaimana semestinya kita membuka diri kita sendiri pada kemungkinan lain yang membuat cara pandang kita haruslah diubah setelahnya.

Kegagalan dalam hal ini mestilah kita terima menjadi sebuah terapi alami pengubah cara pandang kita. Ini adalah sebuah respon pemberian alam yang indah terhadap bias-bias pemikiran kita. Kita seringkali tidak sadar bahwa kita telah jatuh dalam kesombongan dimana kita merasa bahwa kita memiliki sebuah prinsip kuat, tetapi realita dengan senang hati akan menguji apakah itu sebuah prinsip teguh atau hanya delusi pribadi yang ingin memaksakan diri. Jika kita ingin berbicara akan sebuah prinsip hidup, prinsip itu haruslah sesuatu yang lolos dalam uji realitasnya, dan salah satunya adalah dengan cara mampu berjalan berdamai dengan realita itu sendiri tanpa terbudak atau memaksakannya.

Perjalanan hidup. Sumber: suaraburuh.com
Perjalanan hidup. Sumber: suaraburuh.com

2. Kesadaran bahwa Pelampiasan Bukanlah Jalan Keluar dan Pembenaran Diri
Sering kali, dalam sebuah kegagalan kita mencari sebuah pelampiasan. Mencari kambing hitam atau pelampiasan inderawi setelah mengalami kegagalan bisa menjadi sebuah reaksi yang menggoda dan langsung terjadi secara impulsif, namun pada akhirnya hal ini bukanlah strategi yang bijak. Sama seperti halnya godaan ke dalam untuk menyalahkan diri sendiri amatlah kurang bijak sana, godaan keluar untuk mencari hal yang bisa memuaskan kekesalan kita adalah tindakan yang tidak kalah destruktifnya. Keduanya sama-sama berakar pada kesombongan bahwa diri kita tidak mau menerima bahwa tatanan maupun pemikiran yang kita bentuk memiliki kelemahan dan perlu kita ubah.

Seorang pemimpin perang sangat mungkin untuk menyalahkan musuhnya yang terlalu kuat dalam kondisi kehilangan semangat atau kemudian mencari momen untuk berpesta untuk menenangkan kekesalan para prajuritnya setelah kalah berperang. Tetapi musuhnya yang cerdik tentunya akan tahu bahwa itu justru momen gemilang untuk menghabisinya dalam penyergapan.  Pada saat ini sebuah kondisi mawas diri amat sangat diperlukan, dan itu dicapai tanpa ada penghakiman berlebih baik ke dalam diri maupun ke luar. Prinsip klasik menyatakan bahwa setiap tindakan yang berlebih adalah sebuah tindakan yang tidak sehat dan ini berlaku pula bahkan ke dalam momen kegagalan tanpa terkecuali.

Kita perlu menyadari, dalam beberapa kasus, kita mungkin malah memiliki sisa energi berlebih yang tidak tersalurkan sebelumnya dan baru terbuka dalam momen kegagalan ini. Energi ini seringkali mendorong keputusan kita yang saat itu mungkin sedang tidak jernih.  Dalam hal ini, kita perlu menyalurkan energi kita ini ke dalam aktivitas produktif nyata seperti olahraga, kegiatan kreatif, atau menjadi sukarelawan. Ini dapat meningkatkan suasana hati kita, membangun ketahanan, dan memberikan rasa pencapaian dalam kegagalan tanpa harus mengeluarkan energi dalam bentuk menyalahkan atau malahan memendam energi tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti ini adalah bentuk selebrasi kecil atas kegagalan yang secara aman tetap memposisikan kita untuk tetap berdamai dengan diri sendiri dan juga orang lain.

Ilustrasi menikmati hidup. Sumber: commons.wikimedia.org
Ilustrasi menikmati hidup. Sumber: commons.wikimedia.org

3. Pada Akhirnya, Berdamailah dengan Semesta untuk menemukan Peluang dan Motivasi
Menemukan sebuah motivasi maupun tujuan kembali setelah kegagalan besar memang terasa seperti mendaki gunung di tengah badai salju, namun itu bukanlah hal yang mustahil. Seninya terletak pada memelihara percikan kecil harapan dan menyalurkannya ke dalam api tujuan yang berkobar. Daripada melihat kegagalan sebagai akhir segalanya, kita perlu melihat kegagalan sebagai jalan memutar  yang diberikan semesta dalam perjalanan hidup kita. Kita dapat membayangkan adanya jalur baru, gunung berbeda untuk didaki, dan puncak menarik yang belum ditaklukkan. Suatu hal yang tidak dapat dibandingkan dengan gunung pencapaian orang lain yang telah ramai didaki.

Peluang dan motivasi adalah sesuatu yang wajar kita cari dalam sebuah kegagalan. Meskipun begitu kita tidak akan merasakannya selama dalam kegagalan itu masih terdapat bias-bias yang kita bangun sekalipun semesta memberinya berlimpah-limpah. Pada akhirnya, meluangkan waktu untuk menghargai keindahan perjalanan adalah bentuk apresiasi terindah pada semesta dan diri kita. Mempelajari hal-hal baru, mengatasi tantangan, dan menemukan kekuatan batin bisa menjadi pengalaman yang sangat berharga yang tidak akan tergantikan apapun di dunia ini.

Ilustrasi menikmati hidup. Sumber: iamfearlesssoul.com
Ilustrasi menikmati hidup. Sumber: iamfearlesssoul.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun