Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Mahasiswa S2 jurusan Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Blaming Culture di Tempat Kerja, Bisakah Diatasi?

7 Oktober 2023   06:30 Diperbarui: 7 Oktober 2023   06:40 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com

Tim anda tengah berpacu dengan waktu dan bekerja di akhir pekan untuk mengajukan proposal klien baru. Anda akhirnya berhasil mengumpulkan semua dokumen, dan tepat pada waktunya, Anda menekan "kirim." Anda kemudian menarik napas dalam-dalam dan berterima kasih kepada tim atas kerja keras mereka. Proposalnya terlihat bagus dan Anda yakin bahwa itu mungkin akan memenangkan hati klien.


Seminggu kemudian, Anda menerima email dari klien: "Kami sangat menyukai tawaran Anda. Kami ingin sekali meneruskan perusahaan Anda, namun kami menemukan ketidaksesuaian pada nomor administratif Anda dan dokumen pendukung. Kami tengah terdesak waktu, sehingga kami memutuskan untuk melanjutkan bersama orang lain. Saya yakin kita akan bisa bekerja sama di masa depan."


Bagaimana reaksi anda? Pastinya anda kesal, frustrasi, dan marah. Anda memanggil tim Anda, memberi tahu mereka bahwa mereka tidak memeriksa paket dokumen dengan benar, dan dengan segera anda keluar dari ruangan. Kesan seperti apa yang Anda tinggalkan? Tim Anda mungkin menganggap Anda tidak berterima kasih dan tidak baik. Mereka berusaha keras untuk membantu Anda dan bahkan mungkin mereka  merasa membenci Anda saat itu. Dan Hubungan Anda dengan mereka mungkin telah rusak secara permanen.

Begitulah ilustrasi dari Harvard Business Review atas secuplik kehidupan dunia kerja. Mungkin ada dari kita yang pernah mengalaminya, atau bahkan mungkin kita sendiri pernah tak sadar melakukannya. Hal semacam itu dikenal sebagai blaming culture atau budaya menyalahkan.

Menurut louiscarter.com, Budaya menyalahkan dalam perusahaan ini muncul ketika karyawan menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain atas kesalahan atau kurangnya suatu akuntabilitas. Budaya menyalahkan akan semakin menguat ketika seorang manajer menyalahkan bawahan langsung atau karyawan tingkat bawah daripada mengambil tanggung jawab sendiri. Memang tak dapat dipungkiri bahwa merupakan suatu hal yang sangat mudah untuk membiasakan diri menyalahkan orang lain atas kesalahan dan menciptakan alasan untuk menghindari tugas tertentu. Budaya menyalahkan dalam suatu organisasi atau perusahaan ini dapat merugikan produktivitas dan kualitas kerja. Ia dapat merusak struktur sosial di tempat kerja, mengadu domba karyawan satu sama lain, dan menghilangkan kepercayaan.

Mengatasi budaya menyalahkan di sebuah perusahaan dapat menjadi tantangan tersendiri, namun perlu dilakukan demi kesejahteraan dan produktivitas tenaga kerja. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan para pekerja untuk membantu mengatasi dan mengubah budaya menyalahkan di tempat mereka:

1. Pimpinlah dengan Memberi Contoh:
Kita dapat menunjukkan tanggung jawab pribadi atas tindakan dan keputusan kita sendiri. Ketika ada momen dimana potensi menyalahkan terjadi, kita dapat menerapkan mindset bahwa kita semua sedang belajar. Hal tersebut membantu mengerem diri kita agar tidak membuka luka yang lebar pada organisasi. Apabila posisi kita adalah seorang manajer, penjelasan contoh-contoh dengan baik dan sabar bahwa kita pernah jatuh dalam blaming culture dan bagaimana itu tidak menyelesaikan masalah dapat menjadi sebuah teladan bagi bawahan-bawahan kita.

Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com
Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com

2. Lakukan Komunikasi Terbuka:
Sebagai karyawan, kita dapat mendorong komunikasi yang terbuka dan jujur dalam tim kita dan dengan atasan kita. Kita belajar menciptakan ruang yang aman bagi anggota tim untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan berbagi ide tanpa takut akan pembalasan. Ada banyak metode yang bisa dipakai, semisal mengadakan ruang tersebut di luar lingkup jam kerja. Hal ini dapat memperkaya saling pemahaman satu sama lain untuk dapat saling menyikapi antar karyawan.

3. Buatlah Umpan balik yang membangun:
Saat membahas kesalahan atau masalah, berikan umpan balik yang membangun daripada menyalahkan. Kita dapat menyusun umpan balik dengan cara yang berfokus pada pembelajaran dan perbaikan, bukan hukuman. Kita harus menyadari pula bahwa di sini tidak dapat mengubah orang lain. Seringkali faktanya mencoba melakukan hal tersebut hanya akan mendorong mereka untuk menolak upaya maupun intensi baik kita. Ketika kita menyalahkan orang lain atas masalah yang kita hadapi, hal ini akan membunuh akuntabilitas dalam diri kita dan juga orang lain.

4. Belajar Pendekatan Pemecahan Masalah dan Keterampilan Resolusi Konflik:

Seringkali kita perlu mempelajari dan terapkan keterampilan resolusi konflik yang efektif untuk mengatasi perselisihan dengan cara yang konstruktif. Di titik ini kita juga tak perlu ragu untuk mencari mediasi atau melibatkan supervisor jika konflik terus berlanjut. Pola pikir pemecahan masalah dalam tim dan organisasi ini dapat kita promosikan pula untuk mendorong rekan kerja  agar dapat mengidentifikasi akar permasalahan dan mengembangkan solusi secara kolaboratif. 

Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com
Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com

Konkulsi :

Kita mungkin tidak menyebabkan semua masalah kita sendiri, namun tindakan atau kelambanan kita di masa lalu juga sering kali berkontribusi terhadap masalah yang ada di masa depan, masalah yang kemungkinan besar akan kita salahkan pada orang lain. Setiap kali kita menghadapi suatu masalah - bahkan masalah yang kita yakini disebabkan oleh orang lain - adalah hal yang perlu untuk bertanya pada diri kita pertanyaan: "Bagaimana saya dapat berkontribusi terhadap pemecahan masalah ini? Bagaimana saya bisa menghadapi situasi ini, orang ini, dan diri saya sendiri, dengan pola pikir yang lebih bermurah hati?" Dengan belajar mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kita dapat membiasakan diri kita dengan gagasan tentang bagaimana mencegah masalah ini terulang kembali, dan bagaimana mendiskusikannya dengan cara yang meningkatkan kepercayaan dan bukan rasa takut atau penghinaan pada orang lain.

Pada akhirnya, kita perlu mengingat bahwa mengubah budaya perusahaan sering kali merupakan proses bertahap, dan budaya menyalahkan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya sendirian. Namun, dengan mengambil langkah-langkah di atas dan berkolaborasi dengan rekan kerja yang berpikiran sama, kita dapat berkontribusi pada lingkungan kerja yang lebih positif dan akuntabel.

Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com
Ilustrasi konflik dalam kantor. Sumber: Canva.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun