Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Eksperimen Strategi Mengatur Biaya Jasa Berbasis Framework Value Chain bagi Desainer Grafis

19 September 2023   07:30 Diperbarui: 19 September 2023   07:36 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh penghitungan berdasarkan persentase margin. Sumber: Dokumentasi pribadi

Sebenarnya berapa sih harga yang pantas untuk desainer grafis?

Pertanyaan itu seakan menjadi sesuatu yang tak berujung dalam dunia desain grafis. Sebenarnya telah banyak sekali jawaban yang telah diberikan, mulai dari berbasis harga pasar, berbasis profil klien, harga per jam, berbasis UMR, hingga harga based on value.

Namun pada prakteknya, untuk memanajemen harga desain ini terkadang sangat kondisional dan menyesuaikan dengan siapa kita berhadapan serta besaran proyek yang diperoleh.

Dalam konteks dimana profesi desainer grafis adalah sebuah profesi yang berkaitan erat dengan dunia kewirausahaan (enterpreneurship) yang mana seorang desainer seringkali menerima sebuah order dari klien baik sebagai pribadi, freelance, maupun level agensi, terdapat banyak skill yang sebenarnya seorang desainer grafis perlu pelajari, diantaranya adalah bagaimana mengkavling sebuah arus pemasukan dan pengeluaran yang dapat dihitung dari bagaimana struktur harga jasa.

Salah satu pendekatan yang dapat dipakai, terutama apabila desainer tersebut melangkah dalam tahapan berkembang menjadi agensi adalah menggunakan framework value chain.

Value Chain (rantai nilai) adalah sebuah framework dari dunia manajemen dimana kita dapat menganalisis sebuah aktivitas bisnis secara visual dalam rangka mendelivery sebuah produk. Konsep ini menggambarkan sistem dan sumber daya yang diperlukan untuk memindahkan produk atau layanan dari supplier ke customer.

Konsep ‘rantai nilai’ ini dibangun berdasarkan pertimbangan cara penambahan nilai di sepanjang rantai, baik pada produk/jasa maupun para pelaku yang terlibat. ‘value chain’ ini merupakan sesuatu yang menarik karena secara eksplisit merujuk pada stakeholder internal (kita, karyawan yang kita kerjakan, maupun pihak lain yang terlibat dalam usaha kita) dan eksternal (operasional seperti salesing yang membutuhkan pengaturan tersendiri) dalam proses penciptaan nilai.

Alur Value Chain. Sumber : Cambridge Institute for Sustainability Leadership (CISL)
Alur Value Chain. Sumber : Cambridge Institute for Sustainability Leadership (CISL)

Value Chain membagi kegiatan bisnis menjadi aktivitas primer dan aktivitas support. Sebagai seorang desainer grafis yang bergerak dalam dunia agensi saja misalnya, kita dapat memasukkan elemen-elemennya tersebut dalam aktivitas bisnis kita. 

Aktivitas primer sendiri terbagi atas : 

  1. Inbound logistics : mencakup fungsi seperti penerimaan, pergudangan, dan pengelolaan inventaris. Dalam konteks agensi desain, ini dapat menjadi alokasi yang meliputi kegiatan administratif maupun storaging data desain. Pembuatan surat-surat yang masuk maupun keluar, pemeliharaan akses cloud, drive, dapat masuk dalam hal ini.
  2. Operations : mencakup prosedur untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi. Kegiatan ini contohnya adalah biaya editing kita sendiri atau penggunaan alat-alat desain yang tentunya akan mengalami penyusutan. Prosedur ini juga dapat melibatkan biaya penggajian karyawan untuk kegiatan operasional.
  3. Outbound logistics : mencakup kegiatan mendistribusikan produk akhir kepada konsumen. Kegiatan ini dapat menjadi persilangan pembebanan biaya internet (secara online), printout cetak maupun apabila client meminta dalam bentuk CD dan juga pembebanan biaya pengiriman (secara offline).
  4. Marketing and sales : mencakup strategi untuk meningkatkan visibilitas dan menargetkan pelanggan yang tepat—seperti periklanan, promosi, dan penetapan harga. Dalam hal ini, agensi desain dapat membebankan biaya pengembangan promosi dirinya sendiri baik untuk pemasangan iklan, kebutuhan adanya pembayaran layanan sales seperti adanya paid promote, hingga budget marketing.
  5. Service mencakup program untuk pemeliharaan produk dan meningkatkan pengalaman konsumen—seperti layanan pelanggan, pemeliharaan, perbaikan, pengembalian uang, dan penukaran produk. Dalam hal ini, desainer atau agensi dapat memasukkan biaya seperti alokasi revisi terhadap desain klien di sini.

Sementara itu, aktivitas sekunder meliputi :

  1. Procurement (Pengadaan) menyangkut bagaimana perusahaan memperoleh bahan mentah. Seorang desainer atau agensi juga perlu mengalokasikan bagaimana ia memperoleh bahan-bahan desain, misalkan adanya biaya fotografi atau mendownload foto atau desain template dari situs lain.
  2. Technological development digunakan pada tahap penelitian dan pengembangan (R&D) perusahaan—seperti merancang dan mengembangkan teknik manufaktur dan mengotomatisasi proses. Penganggaran ini contohnya dapat terjadi apabila agensi desain ingin membuka layanan yang meningkatkan valuenya, misalkan jasa pembuatan desain yang melibatkan teknologi VR atau AR yang memerlukan alokasi untuk teknologi tersebut.
  3. Human resources (HR) management melibatkan perekrutan dan mempertahankan karyawan yang akan memenuhi strategi bisnis perusahaan dan membantu merancang, memasarkan, dan menjual produk. Alokasi biaya ini dapat berupa misalkan penganggaraan untuk penghargaan karyawan, alokasi ulang tahun karyawan untuk hiburan, hingga biaya perekrutan dan penambahan tata sistem anggota baru dalam agensi.
  4. Infrastructure mencakup sistem perusahaan dan komposisi tim manajemennya—seperti perencanaan, akuntansi, keuangan, dan pengendalian kualitas. Dalam hal ini, contohnya adalah aset seperti alokasi server komputer untuk desain maupun khusus untuk administrasi, pemasangan dan peningkatan jaringan wifi kantor.

Semua aktivitas-aktivitas tersebut sebenarnya juga masih akan ditambah dengan profit margin yang akan seorang desainer terima. Profit tersebut sendiri juga tidak sembarangan melainkan dapat diliat dalam takaran yang sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan lain seperti harga kompetitor, kemampuan klien dll.

Dalam dunia desain grafis yang berbasis agensi saja, kita dapat mengkavling aktivitas-aktivitas tersebut, dan juga memakai tolok ukur persentase dari sebuah harga penawaran jasa, misalnya berikut :

Katakanlah kita sendiri mematok harga 500.000 rupiah per desain, dari situ sebenarnya kita dapat membagi ke dalam kavling misalkan 40% sebagai harga aktivitas sekunder, 40% sebagai harga aktivitas primer, dan sisanya sebanyak 10% sebagai margin keuntungan bersih.

Hal yang kita kejar, misalkan benchmark dimana kita mengejar upah operasional sebesar 8.000.000 sebulan untuk menggaji karyawan kita, maka dapat dihitung hingga ke jumlah target proyek sebagai berikut :

Contoh penghitungan berdasarkan persentase margin. Sumber: Dokumentasi pribadi
Contoh penghitungan berdasarkan persentase margin. Sumber: Dokumentasi pribadi

Dari contoh tersebut tentunya kita dapat melihat bahwa perhitungan tersebut adalah perhitungan kasar. Pastinya dalam prakteknya bagi kalangan desainer sendiri, akan sangat tidak realistis apabila kita harus mencari dua ratus proyek dalam sebulan.  Namun kita sendiri dari kavling biaya tersebut dapat lebih mudah berfokus mensiasati dengan mengutak atik misalkan persentase pengkavlingan aktivitas-aktivitas lain, menerapkan produk layanan lain, hingga subsidi saling silang antar aktivitas. Semua itu berjalan dinamis tergantung target yang kita ingin raih.

Tentunya harga diatas hanyalah salah satu contoh saja diantara sekian banyak pemaparan strategi pricing di luar sana. Ada banyak pendekatan-pendekatan lain yang dapat dicoba. Pendekatan value chain ini hanya secara gambaran besar memberikan adanya biaya-biaya lain yang secara visual dapat seorang desainer pikirkan dalam jasa mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun