Sebenarnya berapa sih harga yang pantas untuk desainer grafis?
Pertanyaan itu seakan menjadi sesuatu yang tak berujung dalam dunia desain grafis. Sebenarnya telah banyak sekali jawaban yang telah diberikan, mulai dari berbasis harga pasar, berbasis profil klien, harga per jam, berbasis UMR, hingga harga based on value.
Namun pada prakteknya, untuk memanajemen harga desain ini terkadang sangat kondisional dan menyesuaikan dengan siapa kita berhadapan serta besaran proyek yang diperoleh.
Dalam konteks dimana profesi desainer grafis adalah sebuah profesi yang berkaitan erat dengan dunia kewirausahaan (enterpreneurship) yang mana seorang desainer seringkali menerima sebuah order dari klien baik sebagai pribadi, freelance, maupun level agensi, terdapat banyak skill yang sebenarnya seorang desainer grafis perlu pelajari, diantaranya adalah bagaimana mengkavling sebuah arus pemasukan dan pengeluaran yang dapat dihitung dari bagaimana struktur harga jasa.
Salah satu pendekatan yang dapat dipakai, terutama apabila desainer tersebut melangkah dalam tahapan berkembang menjadi agensi adalah menggunakan framework value chain.
Value Chain (rantai nilai) adalah sebuah framework dari dunia manajemen dimana kita dapat menganalisis sebuah aktivitas bisnis secara visual dalam rangka mendelivery sebuah produk. Konsep ini menggambarkan sistem dan sumber daya yang diperlukan untuk memindahkan produk atau layanan dari supplier ke customer.
Konsep ‘rantai nilai’ ini dibangun berdasarkan pertimbangan cara penambahan nilai di sepanjang rantai, baik pada produk/jasa maupun para pelaku yang terlibat. ‘value chain’ ini merupakan sesuatu yang menarik karena secara eksplisit merujuk pada stakeholder internal (kita, karyawan yang kita kerjakan, maupun pihak lain yang terlibat dalam usaha kita) dan eksternal (operasional seperti salesing yang membutuhkan pengaturan tersendiri) dalam proses penciptaan nilai.
Value Chain membagi kegiatan bisnis menjadi aktivitas primer dan aktivitas support. Sebagai seorang desainer grafis yang bergerak dalam dunia agensi saja misalnya, kita dapat memasukkan elemen-elemennya tersebut dalam aktivitas bisnis kita.Â
Aktivitas primer sendiri terbagi atas :Â
- Inbound logistics :Â mencakup fungsi seperti penerimaan, pergudangan, dan pengelolaan inventaris. Dalam konteks agensi desain, ini dapat menjadi alokasi yang meliputi kegiatan administratif maupun storaging data desain. Pembuatan surat-surat yang masuk maupun keluar, pemeliharaan akses cloud, drive, dapat masuk dalam hal ini.
- Operations :Â mencakup prosedur untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi. Kegiatan ini contohnya adalah biaya editing kita sendiri atau penggunaan alat-alat desain yang tentunya akan mengalami penyusutan. Prosedur ini juga dapat melibatkan biaya penggajian karyawan untuk kegiatan operasional.
- Outbound logistics : mencakup kegiatan mendistribusikan produk akhir kepada konsumen. Kegiatan ini dapat menjadi persilangan pembebanan biaya internet (secara online), printout cetak maupun apabila client meminta dalam bentuk CD dan juga pembebanan biaya pengiriman (secara offline).
- Marketing and sales : mencakup strategi untuk meningkatkan visibilitas dan menargetkan pelanggan yang tepat—seperti periklanan, promosi, dan penetapan harga. Dalam hal ini, agensi desain dapat membebankan biaya pengembangan promosi dirinya sendiri baik untuk pemasangan iklan, kebutuhan adanya pembayaran layanan sales seperti adanya paid promote, hingga budget marketing.
- Service mencakup program untuk pemeliharaan produk dan meningkatkan pengalaman konsumen—seperti layanan pelanggan, pemeliharaan, perbaikan, pengembalian uang, dan penukaran produk. Dalam hal ini, desainer atau agensi dapat memasukkan biaya seperti alokasi revisi terhadap desain klien di sini.