Digital activism atau dalam Bahasa Indonesia memiliki arti aktivitisme digital adalah sebuah kegiatan yang menggunakan internet dan media digital sebagai platform utama untuk mobilisasi massa dan aksi politik.
Aktivisme digital telah terbukti menjadi cara jitu untuk mobilisasi politik akar rumput (grassroots) dan menunjukan berbagai cara baru untuk melibatkan pengunjuk rasa.
Aktivisme digital sebagai salah satu bentuk tindakan online berpotensi penting di negara yang ruang publiknya diatur secara ketat atau berada di bawah kendali militer. Aktivisme digital menjadi pilihan yang lebih baik daripada tindakan secara langsung yang mungkin membahayakan fisik.
Para aktivis dalam aktivisme digital mengharapkan gerakan politik secara online dapat selalu mewakili kepentingan kelompok dan bukan agenda individu. Tak hanya itu, gerakan tersebut harus diketahui secara publik sehingga dapat menjauhkan para pihak dari tindakan peretasan kriminal.
Salah satu contoh aktivisme digital yang baru-baru ini terjadi adalah penggunaan semangka sebagai simbol negara Palestina di media sosial dalam konflik Palestina-Israel.
Seperti yang diketahui bahwa konflik antara Palestina dan Israel terus memanas hingga dititik genosida Israel terhadap Palestina. Hal tersebut membuat masyarakat di dunia memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Banyak masyarakat menggunakan simbol semangka untuk menggambarkan dukungannya terhadap Palestina.
Sebenarnya, penggunaan semangka sebagai simbol Palestina bukan hal baru. Hal tersebut pertama kali muncul pada tahun 1967. Saat itu, Israel menjadikan pengibaran bendera Palestina secara umum sebagai sebuah pelanggaran pidana. Untuk menghindari hal tersebut, masyarakat Palestina mulai menggunakan semangka sebagai simbol karena semangka memiliki kesamaan warna dengan bendera Palestina yaitu merah, hitam, putih, dan hijau.
Hingga saat ini, tepatnya semenjak Januari 2023, Menteri Keamanan Nasional Israel memberikan wewenang kepada polisi Israel untuk menyita bendera Palestina. Sebenarnya ada upaya untuk mengangkat hal tersebut menjadi sebuah undang-undang. Namun, sebelum hal itu bisa terwujud, Pemerintahan Israel sudah berakhir.
Selanjutnya, pada Juni 2023, sebuah organisasi komunitas Arab-Israel, Zazim meluncurkan kampanye memprotes penangkapan dan penyitaan bendera Palestina. Terdapat gambar semangka beserta teks "Ini bukan bendera Palestina" yang terpampang di beberapa angkutan umum di Tel Aviv.
Semenjak kampanye tersebut dimulai, banyak masyarakat khususnya para pendukung Palestina di media sosial yang menyebarkan unggahan dengan tagar "Free Palestina" atau "I Stand With Palestine" mendapatkan lebih sedikit tanggapan dibandingkan dengan unggahan yang lainnya. Hal tersebut diyakini sebagai larangan dari platform media sosial yang secara aktif melakukan sensor akun dan mengurangi jangkauan unggahan tertentu.
Untuk menanggapi hal tersebut, masyarakat pendukung Palestina di media sosial mulai menggunakan simbol semangka di setiap unggahannya.
Salah satu pendukung Palestina di media sosial, seorang dosen Indus Valley School, Sara Jamil mengatakan bahwa akun Instagramnya selalu terkena pelanggaran (shadowband), hal itu membuatnya marah. Sebagai jalan keluarnya, Sara Jamil yang juga merupakan seorang desainer grafis membuat sebuah karya seni seputar simbol perlawanan dan mengunggahnya di Instagram. Ternyata hal tersebut mendapatkan banyak tanggapan baik.
Hingga saat ini, simbol semangka sebagai dukungan terhadap Palestina masih dapat ditemukan di berbagai media sosial yang umumnya digunakan masyarakat.
"People will always find a way to express themselves, sitting so far, they can't do much. Hence, they connected with the issue through small actions like there," atau yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah orang-orang akan selalu menemukan cara untuk mengekspresikan diri, ucap Sara Jamil.
Aksi masyarakat dalam menggunakan semangka sebagai simbol dukungannya terhadap Palestina di media sosial menjadi salah satu contoh nyata aktivisme digital di masa ini.
Aksi tersebut menjangkau banyak sekali perhatian dari masyarakat di berbagai belahan dunia yang bahkan dapat dikatakan tidak terkena dampak secara langsung dari konflik Palestina dan Israel.
Alasan mengapa aktivisme digital semangka sebagai simbol dukungan terhadap Palestina adalah karena konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel sudah menjadi isu kemanusiaan. Tentu saja, hal tersebut mengundang banyak sekali perhatian.
Selain itu, aktivisme digital ini juga dapat menunjukan posisi seseorang dalam menghadapi konflik Palestina dan Israel. Masyarakat dunia di media sosial dapat menilai seseorang berada di posisi mendukung Palestina atau sebaliknya. Berdasarkan beberapa analisis, masyarakat di media sosial lebih memilih dan memberikan perilaku baik bagi masyarakat yang mendukung Palestina. Sebaliknya, masyarakat tersebut mendukung Israel seringkali mendapatkan tanggapan yang buruk.
Dapat disimpulkan bahwa aktivisme digital mampu mencerminkan pandangan seseorang di media sosial. Setiap orang memiliki hak dan kebebasan dalam bermain media sosial, namun bijak dalam media sosial perlu diutamakan.
Aktivisme digital dapat menjadi tindakan yang menguntungkan dalam menyampaikan sebuah pesan terutama untuk menanggapi sebuah peristiwa baik di dunia online maupun langsung. Namun, tak jarang aktivisme digital juga menjadi awal mula penggiringan opini terhadap suatu peristiwa. Alasannya adalah karena dalam aktivisme digital, pasti muncul dua kelompok yaitu kelompok pro dan kontra.
Terakhir, aktivisme digital merupakan salah satu kegiatan di media sosial yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan memberikan dampak baik maupun buruk secara langsung bagi peristiwa yang diusung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H