Mohon tunggu...
Gregorius Agung
Gregorius Agung Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Penggemar kereta api, pesawat dan Formula 1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menemukan Toleransi di Penjara Suci

19 November 2024   19:14 Diperbarui: 19 November 2024   19:24 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja, sebelum memulai ekskursi agama ini saya tidak luput dari berbagai prasangka dan pikiran-pikiran buruk hasil imajinasi saya. Mengingat lokasinya yang berada di Banten, awalnya saya merasa agak khawatir dengan apa yang saya akan jumpai disana. Banten di mata beberapa orang distereotipkan sebagai pencetak berbagai oknum aliran garis keras di Indonesia. Saya berpikir: apa yang saya akan jumpai disana? apakah pesantren yang saya akan kunjungi beraliran garis keras?

Namun, kekhawatiran tersebut hilang seketika setelah menginjakan kaki untuk pertama kalinya di Pondok Pesantren Nur El Falah. Saya dan salah satu teman saya adalah yang paling pertama turun dari bus kami. Disambut dengan hangat oleh pak Ustadz, kami dan rombongan diarahkan menuju ruang auditorium untuk melakukan proses orientasi di pondok pesantren. Santri dan santriwati di sana sangat ramah dan bisa diajak berkomunikasi layaknya teman dan saudara sendiri.

Salah satu aksi keramahan ini ditunjukan ketika saya ditawarkan untuk makan ikan tongkol bersama mereka. Penyajiannya cukup sederhana, tidak ada sendok atau piring, hanya nasi dicampur dengan ikan. Namun, tidak disangka bahwa dengan makan bersama, kita mulai terbuka dengan sesama. Secara tidak sadar, saya seketika lupa semua dengan tujuan mengapa saya dikirim ke tempat ini. Kami bergaul layaknya teman yang sudah lama kenal, meskipun realitasnya kita baru saja bertemu.

Kehidupan di Pesantren

Kehidupan di pondok pesantren sangat berbeda dengan sekolah biasa pada umumnya, baik negeri maupun swasta. Ada beberapa yang menyebut pondok pesantren sebagai "penjara suci". Dan saya bisa mengatakan: ya, memang seperti itulah kenyataan yang ada. Setiap hari santriwan dan santriwati diwajibkan untuk beribadah, mengaji, dan sholat setiap hari ditambah dengan berbagai aturan yang mengikat kehidupan di pesantren. 

Saya sebagai seorang Katolik yang saat ini disekolahkan di institusi Katolik juga merasa seperti itu. Saya secara tidak langsung juga berada di sebuah "penjara" yang dimana saya harus berjuang mempertahankan nilai akademik di lingkungan yang sangat kompetitif, demi memperjuangkan masa depan yang bahkan tidak tentu.

Di mata orang yang tidak tahu apa-apa, menjalani kehidupan seperti ini mungkin dianggap "tidak sehat secara mental". Tapi saya tidak setuju. Justru dengan kegiatan ekskursi agama ini saya merasa semakin dekat dengan Tuhan dan rehat sejenak secara batin, lihatlah dunia yang sesungguhnya, penuh dengan warna-warni kehidupan. Saya kagum dengan rasa solidaritas yang ada di Pondok Pesantren Nur El Falah. 

Hidup mereka teratur tapi bisa mengekspresikan dan saling mendukung sesama teman.

Selain beribadah, sebagian besar dari santriwan dan santriwati diajarkan berwirausaha serta kemampuan praktikal. Hal ini reflektif dari materi yang diajarkan. Saya melihat bahwa mereka mempunyai tempat lokakarya atau sering disebut dengan workshop, baik itu membuat mesin ataupun menjahit.

 Tidak hanya itu, mereka juga mempunyai IPTEK yang sangat maju. Sebagai contoh, mereka mempunyai sistem kartu pembayaran yang bisa digunakan dimana saja dan terhubung dengan orang tua. Menurut saya, ini sangat hebat dan belum saya temukan di sekolah manapun.

Kesamaan di Tengah Perbedaan

Menurut saya, ekskursi agama ini menjadi sebuah jendela ke dunia lain, dunia yang jarang sekali terlihat. Saya sebagai penganut agama Katolik telah dibesarkan di sekolah, lingkungan, dan etika Katolik hingga saat ini. Mungkin hal yang serupa bisa dikatakan bagi santriwan dan santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren Nur El Falah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun