Pada pagi yang cerah di Gedung DPR, anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang baru terpilih berkumpul dengan penuh semangat. Dengan mengenakan jas elegan dan pakaian resmi, mereka memasuki aula utama untuk mengerjakan tugas mulia mereka: mewakilkan rakyat, seperti apa yang dikehendaki undang-undang.
Tapi dari pernyataan tersebut, terjadilah sebuah ironi. Di berbagai sela-sela kota seluruh Indonesia, gertak gigi dan kesenjangan sosial berkumandang. Baik di kolong jembatan, pinggir jalan, atau di komplek perumahan. Mereka adalah orang-orang yang tersingkir dan miskin. Rupa mereka bermacam-macam, ada yang menjadi pengamen jalanan hingga manusia silver. Bagi masyarakat yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, hal seperti ini bisa dijumpai setidaknya lebih dari dua atau tiga kali dalam seminggu, alias sudah biasa. Masyarakat kerap memberikan pandangan atau persepsi yang buruk terhadap jenis-jenis orang seperti ini, "pemalas!" mereka bilang. Namun, realitas sesungguhnya adalah kita tidak akan pernah tahu mengapa mereka bisa ada dalam titik terendah kehidupan. Maka dari itu, kita juga tidak dapat menghakimi dan membuat kesimpulan seadanya.
Kemiskinan adalah suatu hal yang kompleks. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Ada banyak faktor yang membuat seseorang bisa jatuh dibawah garis kemiskinan, salah satunya bisa dipengaruhi oleh maraknya korupsi suatu negara. Korupsi membuat sebagian kalangan masyarakat ekonomi rendah sulit untuk menerima bantuan dan pada akhirnya sulit untuk keluar dari garis kemiskinan.
Berbeda dengan wakil rakyat yang menduduki kursi-kursi pemerintahan, kehidupan yang dialami golongan miskin memanglah sangat buruk. Pejabat yang seharusnya berjalan dengan kaum rentan dan membanu mereka telah dibutakan oleh kekuasaan. Banyak kebijakan didiskusikan tapi tidak kunjung dilaksanakan. Fasilitas mereka lengkap, apa saja ada. Namun, uang atau anggaran dari kebijakan yang seharusnya diperuntukan bagi yang tersingkirkan telah dikorupsi dalam jumlah besar. Pantas saja, masalah kemiskinan di Indonesia lama dan sulit sekali untuk diselesaikan. Seolah-olah korupsi adalah salah satu cara bagi penguasa untuk membangun tembok sosial yang tidak bisa ditembus.
Mengikuti Contoh Negara Lain
Wakil rakyat di Indonesia perlu mempunyai transparansi seperti yang terdapat di negara maju. Di Finlandia misalnya, wakil rakyat harus mempunyai integritas yang kokoh dan karakter yang jujur. Mereka berjalan bersama rakyat dan setara dengan rakyat, maka tidak heran bahwa Finlandia merupakan salah satu negara terbaik untuk menetap di Eropa dengan tingkat kemiskinan yang rendah.
Membangun kesetaraan ekonomi, apalagi budaya anti korupsi di tanah pertiwi ini bukanlah hal yang mudah. Rasanya sangat mustahil untuk membuat masyarakat Indonesia mempunyai karakter yang jujur dan berani menerima konsekuensi serta tanggung jawab. Maka dari itu, pendidikan adalah kunci. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan saja, tetapi juga meliputi pendidikan pembentukan karakter.
Korupsi di Indonesia
Menurut Dr. Jans Laurens Andriens Brandes, masyarakat Indonesia memiliki setidaknya 10 kebudayaan asli yang telah ada sejak zaman prasejarah. Budaya asli yang disebutkan bermacam-macam, mulai dari konsep pertanian hingga membatik. Namun, salah satu yang paling mencolok adalah menyusun sistem pemerintahan yang teratur. Hal ini menandakan bahwa sejak dahulu, nenek moyang bangsa Indonesia telah mampu untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang maju. Akan tetapi, dalam satu titik sejarah, kita mengetahui budaya korupsi. Budaya kerakusan ini kemudian diturunkan dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Korupsi adalah antitesis dari pemerintahan yang teratur. Tanpa korupsi, pemerintah bisa berfungsi dengan baik dan lancar. Kita tidak perlu melihat jauh dalam sejarah untuk melihat bagaimana korupsi bisa menjadi tanda kehancuran suatu negara. Uni Soviet dan Myanmar untuk menamakan beberapa contoh. Bahkan perusahaan raksasa pun tidak luput dari korupsi, VOC yang pernah menguasai perdagangan nusantara pada akhirnya hancur dari dalam karena maraknya korupsi.
Lalu, bagaimana dengan angka kasus korupsi Indonesia selama empat tahun terakhir? Menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), pada tahun 2023 tercatat ada sekitar 791 korupsi yang dilaporkan. Hal tersebut merupakan peningkatan drastis dari 579 kasus pada tahun 2022. Sebelumnya, ICW juga mencatat bahwa terdapat 533 kasus korupsi pada tahun 2021 dan 444 kasus di 2020. Sementara di tahun 2024 sendiri, KPK sedang menangani sekitar 93 kasus korupsi. Namun, angka tersebut mungkin akan meningkat setelah ada data-data baru yang lebih jelas.
Jenis-jenis kasus korupsi yang disebutkan pun beragam. Namun, beberapa kasus mencolok daripada yang lain. Beberapa kasus tersebut yang bisa dikelompokan yakni korupsi bansos, pencucian uang, suap, dan gratifikasi.
Kemiskinan di Indonesia
Kemudian ada tingkat kemiskinan di Indonesia. Secara menyeluruh, angka kemiskinan di Indonesia terus menurun secara perlahan setiap tahunnya. Namun, hal ini bukanlah alasan agar tidak mengubah bagaimana pemerintah menjalankan kebijakannya selama ini. Berdasarkan data BPS, presentase penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2024 berjumlah 25,22 juta orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2023 dan 2022, jumlah presentase penduduk miskin di Indonesia berjumlah 25,90 juta dan 26,16 juta orang.
Pesan-Pesan dan Analogi
Indonesia membutuhkan pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memikirkan rakyatnya. Suatu bangsa tidak akan berdiri dengan kokoh jika pemerintahnya termakan oleh kerakusan belaka. Situasi negeri ini sangat reflektif tentang perkataan Soekarno Hatta yang berbunyi "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.". Mungkin kita selama ini telah dibodohi dan dipermainkan oleh bangsa sendiri sejak dulu serta kurang menanggapinya.
Korupsi dan kemiskinan bisa diibaratkan seperti pohon pinus yang daunnya jatuh dan mengeluarkan zat saat jatuh ke tanah. Hal ini kemudian menghambat pertumbuhan tanaman lain dibawah pohon pinus. Ibaratkan zat yang dikeluarkan daun berjatuhan ini adalah korupsi yang menghalangi tanaman lain tumbuh di sekitar pohon pinus. Tanaman kecil itu adalah masyarakat miskin yang berusaha bertahan hidup, tetapi tidak pernah mendapat cukup nutrisi untuk tumbuh sehat. Alhasil, mereka tersingkir dan mati, sementara pohon korupsi tumbuh semakin besar. Begitu pula dengan korupsi yang mengakar kuat dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H