Erupsi dengan siraman debu vulkanik bagi kami, itu sudah lazim....
Setiap hari kami lewati dengan siraman abu vulkanik.
Tidak hanya sekali...bahkan dua sampai tiga kali, setiap hari...
Tapi malam itu...
Hari Minggu malam, sekitar jam 00.00. tiada yang bisa menduga...
Tiba-tiba saja, seperti kiamat yang terjadi menimpa kami...
Diguncang dengan gempa besar...
Disusul dengan lontaran lava pijar di atas atap rumah-rumah, halaman, jalanan.
Lontaran api itu bahkan seperti hujan meteor yang jatuh menimpa setiap sudut halaman kami, bahkan tepat di kamar.Â
Kami berhamburan menyelamatkan diri menghindari maut, walau di antaranya bahkan seperti menyambut maut itu sendiri.
Lontaran batu api menciptakan kawah-kawah di setiap tempat.Â
Lewotobi, semarah itukah engkau pada kami?Â
Kami yang selama ini berteduh damai di bawah kakimu, seperti anak-anak ayam berteduh damai di bawah lindungan kepakan sayapmu.Â
Semarah itukah?Â
Kami tak sanggup marah..hanya pasrah berharap, cepat surutlah gemuruh amarahmu.
Biarlah kami kembali dalam dekapan damai kaki indahmu, karena hidup kami tetap kami letakkan di kakimu itu.Â
Tenawahang, 05 November 2024.Â
Tulisan miring adalah goresan duka sahabat Bernard Sogemakin di https://www.facebook.com/bernard.sogemakin.