Temuan ini mendapatkan berbagai tanggapan dari netizen di NTT, diantaranya melalui Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter (X) dan diskusi langsung terbatas.
Beberapa tanggapan serius pun muncul, ketika penulis memosting ulang artikel kompas.id ini di akun Facebook pribadi dan di grup Biinmaffonews, salah satu grup FB dengan anggota terbanyak di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.
Pemilik Akun FB Edi Danggur misalnya, berkomentar  agar artikel ini dijadikan sebagai bahan introspeksi orang NTT. Â
"Ketika membaca judul artikel ini, pertanyaan yang muncul di benak adalah apakah kenyataannya benar seperti itu?", demikian tanggapan Edi Danggur.
Ia pun melanjutkan komentarnya begini, "Setelah membaca seluruh isi artikel, muncul perasaan prihatin. Artikel seperti ini tentu jadi bahan introspeksi bagi pendidik dan peserta didik kita di NTT saat ini".Â
Oki Kono Ambrosius, salah seorang guru di Kabupaten Timor Tengah Utara juga ikut memberikan pendapat. Menrutnya, kalau mau literasi dimulai dari SD harus ada buku bacaan yang menarik.Â
Kita biasakan para siswa SD dengan buku-buku cerita yg menarik. Tumbuh kembangkan dulu minat baca lewat cerita-cerita menarik. Karena selama ini yang ada di Perpustakaan hanya buku-buku mata pelajaran.Â
Saat jam pelajaran buku-buku itu digunakan dalam kelas. Jelas ini membosankan bila disuruh untuk membaca buku yang sama. Dewasa ini buku-buku cerita hampir tdk ada sama sekali.
Dulu semasa kita ada banyak buku cerita semisal cerita suku asli Amerika suku Indian, ada cerita Winotou yang membuat kita makan sambil baca, dan masih banyak lagi.
Lain lagi tanggapan dari pemilik akun FB, Yefta. Ia malahan tetap pesimis dan berpendapat bahawa  generasi yang akan datang pun tetap akan kesulitan membaca.