Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membangun Chemistry Menantu dan Mertua, Terkesan Mudah tetapi Butuh Proses

15 Mei 2024   07:49 Diperbarui: 18 Mei 2024   01:56 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membangun relasi yang harmonis antara menantu dan mertua (dok foto: freepik via lifestyle.kompas.com)

Mertua idola dan menantu keren, membangun relasi yang  harmonis dengan tetap saling menghormati. Apa bisa ya? Bisa sih, tetapi butuh proses dan keikhlasan hati.

Membangun chemistry menantu dan mertua itu butuh proses. Sebagian mungkin mudah saja, tetapi orang lain butuh waktu yang lumayan lama untuk bisa membangun relasi yang harmonis.

Berikut ini cerita tentang seorang anak mantu yang mulanya ditolak tetapi menjadi anak mantu yang disayang sama mertua. 

Ini bukan pengalaman kami pribadi tetapi berdasarkan apa yang aku lihat dengan kakak ipar, isteri dari kakak kandung nomor tiga.

Soalnya waktu kami menikah, orang tua masing-masing kedua pihak sudah almarhum kecuali ayah saya. Itu pun tinggalnya berjauhan.

Cerita yang saya bagikan ini adalah berdasarkan apa yang terlihat bagaimana seorang isteri 'menaklukkan hati' dan kemudian bisa mengatur kehidupan dalam rumah tangga.

Kami adalah 12 bersaudara, 7 laki-laki dan 5 perempuan. Di dalam keluarga, ibu sangat kuat untuk mengatur rumah tangga. Sementara ayah lebih lembut namun tetap tegas menjadi kepala keluarga. 

Ayah tak pernah memukul kami. Paling tinggi, disuruh berlutut atau ia meninggikan suaranya saja kami sudah tahu kalau ayah sedang marah.

Sementara ibu suka menjewer kuping. Kadang-kadang merotani kami dengan sapu lidi. Saya pernah dipukul pakai sapu lidi sewaktu jatuh dari atas pohon ceremai. Sudah sakit di kaki, kena gebuk lagi.

Tetapi ibu itu berhati emas. Berkat didikannya, anak-anaknya bisa hidup mandiri. Sudah pandai memasak, mencuci pakaian sendiri sejak  masih kecil. 

Butuh adaptasi antara mertua dan menantu karena sama-sama baru (dok foto: cultura.id)
Butuh adaptasi antara mertua dan menantu karena sama-sama baru (dok foto: cultura.id)

Calon Menantu Ditolak Ibu

Kehidupan kami aman dan nyaman saja. Hingga suatu waktu, terjadilah hal yang lumayan 'panas' di dalam rumah kami. 

Kakak laki-laki yang nomor 3 ingin menikah seusai tamat SMA dengan gadis pilihannya yang masih sama-sama tinggal di satu kampung.

Ayah setuju saja, tetapi ibu sangat menentang hingga meradang. Alasannya hanya dua. Pertama, kakak laki-laki nomor 1 dan 2 belum menikah. Jadi harus antri, kira-kira demikian. 

Alasan kedua, Ibu ingin agar kakak nomor 3 juga bisa kuliah seperti kakak nomor 1 dan nomor 2. Ia tak ingin membedakan anak-anaknya dalam urusan sekolah.

Ayah tetap memaksa  lalu pergilah mereka bersama satu rombongan kecil untuk melamar anak gadis pilihan kakak nomor 3 itu. Ibu tidak ikut serta dan tetap menolak.

Setelah lamaran, datanglah sang menantu. Ia mencoba memeluk ibu mertuanya, namun ditepis. Dan sang anak mantu pun merenggangkan pelukannya. Ibu mertua belum mau menerimanya.

Jadi Anak Mantu Kesayangan

Pendekatan anak mantu yang penuh kasih akhirnya meluluhkan hati mertua yang keras hati. Bahkan kemudian menjadi anak kesayangan di dalam keluarga besar kami.

Setelah resmi menikah, kakak nomor 3 dan isterinya tinggal sendiri. Membuat satu rumah sederhana yang letaknya masih di samping rumah keluarga kami.

Sekalipun mereka tinggal sendiri di rumah, kakak ipar kami tidak mau memasak sendiri di rumah mereka. Ia memilih untuk memasak di dapur  utama. Makan pun sama-sama di rumah tua. 

Sejak kehadirannya, semua kegiatan masak-memasak diambil alih oleh anak mantu. Meskipun demikian, tak lupa ia berkomunikasi dengan ibu tua alias mertua, apa yang harus dimasak untuk siang dan malam.

Tak berselang lama, komunikasi antara anak mantu dan mertua mulai lancar. Ibu lebih banyak membiarkan anak mantu memasak. Sementara ia lebih asyik menenun kain NTT di pondok tenunnya.

Akhirnya ibu benar-benar menunjukkan kasih sayangnya pada sang anak mantu. Hati yang keras, berubah menjadi lembut. Dari benci menjadi sayang. Kira-kira demikian.

Dua tahun kemudian, ibu kami meninggal dunia. Jadilah anak mantu yang dulu ditentang sama mertuanya mengambil alih peran ibu untuk kami semua, adik-adik iparnya. 

Kami bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai ipar, tetapi lebih seperti kakak besar atau ibu. Demikian juga perlakuannya pada kami, tidak berubah. Bahkan sering mendorong adik-adik untuk bersekolah lebih tinggi selagi ayah masih mampu.

Bisa jadi, mertua toxic picu pertengkaran suami-isteri (dok foto: haibunda.com)
Bisa jadi, mertua toxic picu pertengkaran suami-isteri (dok foto: haibunda.com)

Strategi Membangun Relasi dengan Mertua

Dari pengalaman antara mertua dan menantu yang tidak baik berubah menjadi harmonis, ada beberapa poin penting yang diterapkan oleh anak mantu.

1. Menunjukkan perhatian

Menunjukkan perhatian itu tidak dilakukan dengan berpura-pura cari perhatian alias caper pada mertua seperti tontonan sinetron masa kini. Akan tetapi benar-benar lahir dari dalam hati. 

Perhatian kecil yang ditunjukkan lewat sikap dan perbuatan itu sangat membantu untuk mendapatkan tempat di hati sang mertua. Misalnya membuatkan minuman pada mertua sambil mengajak ngobrol.

Di kampung halaman, sarana pergaulan paling sukses adalah makan sirih pinang bersama sambil bercerita. Namun harus tetap dijaga, jangan sampai malah menjadi sarana bergosip.

2. Belajar kebiasaan dalam keluarga mertua

Setiap keluarga memiliki cara atau kebiasaan sendiri-sendiri. Misalnya untuk keluarga besar, makan bersama diwajibkan pada malam hari. Setelah makan bersama, berkumpul dan ngobrol-ngobrol ringan di ruang keluarga, dan sebagainya.

Hal lain, setiap hari raya keagaamaan semua anggota keluarga harus berkumpul di rumah tua. Ibadah bersama, dilanjutkan dengan makan bersama baru pergi ke tempat lain.

3. Tahu batasan

Anak mantu adalah kelaurga yang baru bergabung karena ikatan pernikahan dengan salah satu anggota kelaurga. Karenanya, ia tahu batasan mana harus ikut campur dan hal mana harus memilih untuk diam.

4. Terbuka

Anak mantu yang terbuka pada semua anggota keluarga dapat mendekatkan diri dengan keluarga suami atau isteri. Namun tentunya tetap melindungi privasinya, termasuk privasi sang suami atau isteri.

5. Bersikap tegas

Walaupun terbuka, ada hal-hal tertentu yang memang perlu tegas. Misalnya barang mana yang menjadi milik bersama, mana yang milik pribadi.

Selain itu, perlu tegas juga bahwa mendidik anak-anak adalah tanggung jawab orang tua yang melahirkan. Dalam hal ini, mertua perlu diberi pemahaman untuk tidak terlalu jauh mencampuri urusan mendidik anak-anak.

6. Menjaga nama baik keluarga

Nama baik keluarga harus selalu dijaga. Tidak menjelek-jelekkan hal yang kurang pantas di keluarga mertua ketika ke rumah keluarganya sendiri. 

Hal ini berguna agar tidak ada orang lain yang ikut campur jika ada persoalan atau beberapa ekses kurang harmonis di dalam keluarga.

Suami-isteri harus tegas menunjukkan pada mertua bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab utama ayah dan ibunya (dok foto: haibunda.com)
Suami-isteri harus tegas menunjukkan pada mertua bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab utama ayah dan ibunya (dok foto: haibunda.com)

Semua hal ini, memerlukan proses, kesabaran dan komitmen untuk menjalankannya. Apabila dilaksanakan dengan baik, maka tinggal 'panen' buahnya yaitu "Kasih".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun