Di Indonesia, Presiden memiliki hak prerogatif dalam menyusun kabinet atau kementerian.
Sebagai pemimpin eksekutif, Presiden memiliki kewenangan untuk menentukan struktur kabinet dan memilih calon menteri. Juga  menetapkan kebijakan pemerintah. Termasuk di dalamnya, tamhah menteri atau kurangi menteri.
Namun, dalam praktiknya, kabinet yang dibentuk kini merupakan hasil dari negosiasi politik antara Presiden dan partai politik yang menjadi koalisi pemerintah.
Dalam sistem presidensial seperti di Indonesia yang mana  Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, seringkali Presiden perlu membangun koalisi politik. Tujuannya adalah  untuk mendukung program-program dan kebijakan pemerintahnya.Â
Proses negosiasi di tingkat parlemen dalam membentuk koalisi pemerintahan dapat berdampak pada pembentukan kabinet. Partai-partai politik dalam koalisi biasanya akan menuntut jatah kursi menteri sebagai bagian dari kesepakatan politik dalam mendukung pemerintah.Â
Sekalipun Presiden memiliki hak prerogatif, akhir-akhir ini, terlihat bahwa pembagian kursi menteri dalam kabinet seringkali dipengaruhi oleh kepentingan politik partai-partai koalisi.Â
Hal ini bisa dilihat dari penempatan calon menteri yang berasal dari partai politik tertentu sebagai bentuk pemberian jatah atau balas budi terhadap dukungan partai tersebut.Â
Akibatnya, komposisi kabinet dapat terlihat lebih sebagai hasil dari negosiasi politik daripada semata-mata berdasarkan pertimbangan profesionalisme, kapabilitas, dan kebutuhan efektivitas pemerintahan.Â
Meskipun Presiden memiliki hak prerogatif dalam menyusun kabinet, namun realitas politik di Indonesia seringkali membuat partai-partai politik memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan kabinet.Â
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, haruslah tetap memiliki kriteria, seperti apa menteri yang harus duduk dalam kabinetnya.
Kriteria seseorang yang harus duduk dalam kabinet adalah keharusan. Tujuannya, menghindari tumpang tindih kepentingan politik dan memastikan kompetensi serta integritas para menteri.
Dengan memasang kriteria yang  berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara maka Presiden Prabowo Subianto tetap menjaga pelayanan publik dan kepentingan negara selalu menjadi prioritas utama.Â
Memang, konsekuensi dari koalisi model Indonesia saat ini tidak dapat dihindari . Presiden harus menjalankan politik akomodatif yaitu memberi jatah kementerian dan jabatan tinggi lain kepada partai yang ikut berkoalisi.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Prabowo dan Gibran (Pragib) dalam pembentukan kabinet gemuk (kabinet dengan jumlah menteri yang banyak) seperti berikut ini.
Keuntungan dari Kabinet Gemuk
Kabinet gemuk atau dengan kata lain menempatkakan  menteri dalam jumlah yang banyak  memiliki beberapa keuntungan.Â
1. Representasi luas
Dengan adanya kabinet gemuk, dapat memberikan representasi yang luas dari berbagai latar belakang dan daerah di Indonesia, sehingga keberagaman dan kepentingan masyarakat dapat lebih terwakili.
2. Mengakomodasi berbagai kompetensi
Dengan jumlah menteri yang banyak, dapat memungkinkan pengakomodasian berbagai kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan dalam pemerintahan, sehingga kinerja kabinet dapat lebih optimal.
3. Distribusi kekuasaan
Pembentukan kabinet gemuk juga dapat membantu dalam distribusi kekuasaan politik di antara berbagai partai politik atau kelompok pendukung pemerintah.
Kelemahan Kabinet Gemuk
Selain beberapa hal positif mengenai banyaknya kementerian dalam suatu kabinet, persoalan besar juga akan membayang-bayangi kementerian yang begitu gemuk ini.
1. Biaya dan anggaran
Kabinet gemuk memerlukan biaya yang lebih besar untuk gaji, tunjangan, fasilitas, dan operasional menteri dan staf kementerian, sehingga dapat membebani anggaran negara.
2. Koordinasi dan efisiensi
Semakin banyaknya kementerian dapat menyulitkan koordinasi dan sinergi antar instansi pemerintah, serta memperlambat proses pengambilan keputusan dan implementasi program.
3. Risiko korupsi dan nepotisme
Dengan jumlah menteri yang banyak, risiko korupsi dan nepotisme dapat meningkat karena peluang untuk praktik-praktik tersebut semakin terbuka.
4. Overlapping tugas dan fungsi
Terlalu banyak kementerian juga bisa menyebabkan tumpang tindih atau overlapping tugas dan fungsi antar kementerian, sehingga efektivitas pemerintahan dapat terganggu.Â
Dalam mempertimbangkan apakah akan membentuk kabinet gemuk atau tidak, Prabowo dan Gibran perlu memperhatikan aspek-aspek di atas dan menjaga keseimbangan antara representasi, efisiensi, dan keberlanjutan keuangan negara.Â
Selain itu, perlu juga melakukan evaluasi terhadap kinerja kabinet sebelumnya. Presiden harusnya merancang struktur kabinet yang memprioritaskan integritas, profesionalisme, dan kinerja untuk kepentingan pelayanan publik yang lebih baik.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H