Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Politik Gentong Babi ke Politik Dagang Sapi

24 Februari 2024   11:37 Diperbarui: 24 Februari 2024   11:38 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua idiom menarik yang muncul menjelang dan sesudah pelaksanaan Pemilu 2024. Keduanya sama-sama menggunakan nama binatang di dalamnya. Entah kenapa.

Adagium pertama adalah politik gentong babi atau pork barrel politics. Sedangkan  idiom  yang kedua namanya politik dagang sapi. 

Setelah praktik politik gentong babi dan ada rezim baru yang berkuasa, maka akan muncul praktik politik dagang sapi.

Lha, kok bisa?  Dalam politik, semuanya serba bisa. Teman saya bilang, politik itu tidak berwrna hitam atau putih tetapi berwarna abu-abu. 

Teman lainnya berpendapat bahwa berpolitik itu harus fleksibel. Punya daya lentur untuk berkelit, mencari kenyamanan agar bisa ikut menikmati kekuasaan yang ada di hadapan.

Pragmatis sekali ya. Makanya tidaklah mengherankan, jika yang mulanya adalah lawan politik, tiba-tiba saling berangkulan dan tampil sangat mesra di depan publik. 

Lalu apa sih politik gentong babi dan dagang sapi itu? Politik gentong babi sudah kita bahas pada artikel sebelumnya. 

Namun sekedar diingat saja, bahwa politik gentong sapi itu disematkan pada petahana, entah eksekutif maupun legislatif. Mereka bergerak dengan memanfaatkan uang publik yang bisa diakses. 

Menggelontorkannya kepada publik dengan maksud menimbulkan simpati lalu publik memilih mereka kembali, mempertahankan kekuasaan.  Macam-macam bantuan yang ditawarkan. Bisa berupa uang tunai, atau kebutuhan pokok untuk calon pemilih.

politik dagang sapi masuk dalam penempatan menteri? (dok foto: investor.id)
politik dagang sapi masuk dalam penempatan menteri? (dok foto: investor.id)

Politik Dagang Sapi

Well, kita tinggalkan politik gentong babi alias pork barrel politics. Beralih ke politik dagang sapi. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan seperti sistem dan dasar pemerintahan.

KBBI juga mendefinisikan Politik sebagai segala urusan dan tindakan berupa kebijakan atau siasat mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. 

Sementara Politik dagang sapi adalah tawar-menawar antara beberapa Partai Politik dalam menyusun suatu kabinet koalisi. 

Sederhananya, politik dagang sapi itu praktik politik transaksional jual beli kekuasaan sebagai bentuk imbalan dukungan yang telah diberikan Parpol, pengusaha, atau elite untuk Pasangan Capres dalam Pemilu atau Cakada dalam Pilkada..

Ada semacam karpet merah bagi mereka yang memang sejak awal menyatakan dukungannya untuk Capres atau Cakada tertentu. Politik balas jasa begitu.

Kita ambil contoh penyusunan kabinet pasca terpilihnya Paslon Presiden dalam Pilpres. Sebelum ada dukung-mendukung, terlebih dahulu disepakati berapa jatah dari setiap Parpol untuk duduk di kabinet nanti.

Hak prerogatif yang melekat pada Presiden untuk menentukan anggota kabinet pun tergerus akibat politik dagang sapi. Privilege yang diberikan pada partai pendukung meminta balas jasa untuk memberikan sekian kementerian bagi parpol.

Praktik bagi-bagi kekuasaan pun menjadi sesuatu yang lumrah. Para pemimpin parpol saling bersaing untuk memastikan jatah kementerian dan lembaga tinggi negara yang bisa dikapling. 

Parameter mendudukkan orang di kementerian dengan tingkat kecakapan sesuai dengan bidang kementerian pun menjadi kabur. Alasannya, menteri dan pejabat tinggi negara itu termasuk jabatan politis.

Dengan kekuasaannya, menteri atau pejabat tinggi negara bisa menempatkan orang yang dinilai ahli di bawahnya untuk mengerjakan pekerjaan- pekerjaan teknis.

Celakanya lagi, jika sang menteri atau pejabat tinggi negara tersebut membawa orang-orangnya hingga penuh satu gerbong. Ya, lagi-lagi politik bagi kekuasaan pada level yang lebih rendah lagi. 

Masyarakat Harus Kritis

Lalu sampai kapan politik gentong babi dan politik dagang sapi ini bakal berakhir? Sulit untuk diprediksi. Bahkan bisa jadi, akan semakin menggurita seiring perkembangan.

Jika semua tak bisa diatasi, kita masih bisa berharap terhadap rakyat. Pencerahan kehidupan berpolitik yang baik bagi rakyat, bisa menjadi kekuatan yang tidak bisa diremehkan.

Masyarakat harus tetap kritis (dok foto: trenopini.com)
Masyarakat harus tetap kritis (dok foto: trenopini.com)

Ingatlah, vox populi vox dei. Suara rakyat suara Tuhan. Namun perlu diingat bahwa suara Tuhan itu tidak mengharapkan balas jasa. Tuhan meminta kita untuk hidup dengan baik dan Ia tak pernah mengharapkan balas jasa untukNya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun