Cerita ini fiktif belaka. Jangan baperan, apabila alur ceritanya mirip di daerah Anda, ataupun di negerimu. Sebab, terlalu baperan itu tidak baik. Nenek bilang, tidak sehat untuk masa depanmu apalagi masih unyu-unyu. Karena perjalanan hidupmu masih panjang.
Yuk, kita mulai. Di negeri Antah berantah sedang berlangsung suksesi kepemimpinan. Layaknya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimana saja, selalu ada aturan yang mengikat.
Aturan yang mengingat warga negara, juga membatasi kekuasaan sang pemegang kekuasaan. Sebab, sejarah negeri Antah Berantah penuh dengan tetesan air mata dan cucuran darah.
Nyawa pun menjadi taruhannya. Dan ahirnya, walaupun dengan pengorbanan nyawa rakyat, penguasa berhasil digulingkan dari pemerintahannya yang sewenang-wenang.Â
Alhasil, people power yang dimotori oleh gerakan mahasiswa berhasil menumbangkan sang penguasa. Kedigdayaannya pun menjadi tak tampak lagi.Â
Berbekal semangat demi merubah kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, adil dan demokratis maka Pemilihan Umum pun kembali digelar setelah sang penguasa dilengserkan oleh rakyatnya sendiri. Tak perlu menunggu hingga 5 tahun lagi.
Untuk pertama kalinya, Pemilu terasa begitu hidup. Warga negeri Antah Berantah yang memiliki hak pilih mendatangi berbagai TPS untuk menyalurkan aspirasinya.
Sekalipun waktu itu belum dilakukan sistem Pemilu langsung untuk memilih pemimpin mereka, warga tetapi bersemangat untuk menyalurkan aspirasinya.Â
Para wakil rakyat pun berusaha untuk menjalankan amanat rakyat untuk membatasi tindakan semau gue dari seorang pemimpin agar tidak berkuasa secara mutlak dan menciptakan dinasti baru.
Jelaslah, wakil rakyat memberi batasan kekuasaan bagi yang berkuasa. Maksimal berkuasa selama 2x5 tahun. Dan tak boleh ingin berkuasa lagi di tempat yang sama kalau sudah 10 tahun.
Beberapa pemimpin yang dipilih rakyat pun patuh akan Undang-undang pembatasan kekuasaan itu. Celakanya, saat si Fulan berhasil merebut kekuasaan selama 2 periode, ia merasa masih ingin berkuasa.
Didekatinyalah rakyat. Meminta rakyatlah yang mengusulkan agar Undang-undang pembatasan kekuasaan dua periode diubah jadi 3 periode.Â
Beruntunglah, mayoritas rakyat dan pemimpin-pemimpin lainnya tidak mau mengikuti permainan cantik si Fulan. Gagallah, ambisi 3 kali periode.
Ah, Fulan tetaplah Fulan. Operasi senyap dilakukan guna menaikkan putra mahkota selagi sang raja masih punya power. Aje gile. oper
Dipasanglah strategi lain. Memakai kekuasaan keluarga untuk mengubah aturan. Jadilah, ada aturan yang diubah. Memuluskan putra mahkota untuk naik, menggantikan posisinya walaupun cuma jadi wakil.
Tak hanya itu. Permainan cantik lain pun digelar. Bantuan, janji, blusukan, Â hingga memanggil para bawahan untuk memenangkan putra mahkota yang ditebengkan pada seniornya.Â
Dan jadilah, tandem tua dan muda. Â Sama-sama haus kekuasaan untuk memerintah di negeri Antah Berantah. Dan saat hari H pelaksanaan Pemilu, kedua pasangan tersebut sementara diunggulkan jauh dari lawannya.Â
Ya, walaupun hitungan resminya belum diumumkan oleh penyelenggara, tetaplah berita itu menjadi khabar baik untuk pasangan penguasa dan gengnya.
Ah, silakan berkuasa. Namun rakyat negeri Antah Berantah yang masih waras dan kritis akan tetap mengawasi sepak terjang pemerintahan bentukanmu selama 5 tahun mendatang.
Sekali lagi, jangan baperan. Ini cuma cerita fiktif yang hanya terjadi di negeri Antah Berantah sana. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H