"Bapak,  adek  sudah beli baju baru. Sebentar malam kami ke Gereja", kata si bungsu melalui video call pagi ini. "Mama bilang, nanti malam kami misa di Gereja, malam Natal", lanjut si bungsu.Â
"Bapak juga sebentar malam ke Gereja nak, di sini jam 7 malam mulainya", sahut ku tak mau kalah. Namun di dalam hati, rasanya aneh.Â
Ada rasa sedih campur haru. Â Tak mau kuperlihatkan pada si bungsu dan merusak moodnya di pagi hari nan indah ini. Biarlah, bapak sendiri yang pendam rasa ini.
"Bapak kapan datang? Bapak tidak Natal di rumah ya?" timpal si sulung degan menampilkan wajah 'kurang suka'. Â
Ah anak gadisku  sepertinya belum tahu hati Bapaknya yang berkecamuk sejak kemarin. Gundah-gulana.
"Iya nak. Bapak belum bisa pulang untuk Natal bersama", sahutku sambil memberikan senyuman termanis untuk si sulung yang mudah jatuh air mata ketika berpisah sama Bapak.
Kualihkan topik pembicaraan. Menanyakan suasana liburan mereka di rumah. Eh, malah bilangnya tidak asyik karena tak ada Bapak. Dan kami  pun tertawa bersama.
Begitulah cukilan kisah seorang ayah dan anak-anaknya ketika momen yang ditunggu-tunggu ternyata tidak terlaksana.Â
Ayahnya bekerja di tempat lain dengan roster kerja yang telah disepakati bersama antara pekerja dan pemberi kerja dalam kontrak.Â