Ketahanan pangan dan kedaulatan pangan adalah konsep yang berhubungan erat, tetapi memiliki perbedaan dalam fokus dan cakupannya. Â Yang satu fokus pemenuhan, entah darimana sumbernya. Yang satunya lagi, memberi perlindungan paad pelaku pertanian dalam negeri.Â
Sebagai seorang petani, saya pribadi memilih kedaulatan pangan daripada sekedar ketahanan pangan. Tidak usah abu-abu seperti kata pernah disampaikan oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Pertanian Eddy Purnomo (lihat Kompas, 8 Oktober 2020).
Saat itu Eddy Purnomo menyatakan bahwa Indonesia memiliki dua pijakan politik pangan. Ke luar negeri menggunakan politik ketahanan pangan. Ke dalam negeri menggunakan politik kedaulatan pangan.Â
Ya, politik dua muka yang kemudian salah satu mukanya yang lebih sering dipakai yaitu muka politik luar negeri.Â
Indonesia lebih fokus untuk impor beras ketimbang mengoptimumkan produksi dalam negeri untuk memenuhi pangan nasional, khususnya beras.
Sajian data statistik dari BPS antara tahun 2015-2022 menunjukkan trend bahwa impor beras terbanyak adanya di tahun 2018, sebanyak 2.253.824,4 ton.Â
Tahun selanjutnya menurun, termasuk tahun 2022 yang mana Indonesia mengimpor 429.207,3 ton dari sedikitnya 7 negara, termasuk dari Jepang dan Tiongkok.
BPS juga menyajikan data bahwa selama Januari-Agustus 2023, Indonesia telah mengimpor 1,59 juta ton beras. Impor tersebut berasal dari negara Thailand, Vietnam, Â India, dan Pakistan.
Sementara tempo.com (10 Oktober 2023) memberitakan bahwa bakal ada impor beras sebanyak 1 juta ton dari Tiongkok dalam waktu dekat ini. Tujuannya, menambah pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 2024.Â
Dari data-data yang disajikan oleh BPS dan pernyataan pemerintah, sudah terlihat bahwa saat ini pemerintah lebih banyak memanfaatkan 'bagian muka impor' daripada bagian muka kedaulatan pangan.
Beberapa alasan yang disampaikan, efek El Nino menyebabkan petani menunda waktu tanam. Akibatnya, panen padi berkurang dan selanjutnya harga beras menjadi mahal. Ya, seperti efek bola salju.Â
Ah pusinglah memikirkan impor beras. Sederhananya, penganut ketahanan pangan tak peduli pangan itu sumbernya darimana, apakah produksi petani sendiri atau impor dari negara lain.Â
Kedaulatan pangan itu bukan sekedar berkata. Tetapi membuat kebijakan yang diiluti dengan penegakan kebijakan yang mengutamakan petani lokal sekaligus tidak menggantungkan diri pada impor pangan.
Pusing ah. Daripada memikirkan impor beras yang tak ada habis-habisnya dengan dalih menjaga kestabilan harga beras di dalam negeri, yuk kita bahas hal-hal ringan saja. Terkait dengan beberapa perbedaan antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.
Definisi
Ketahanan pangan mengacu pada kondisi di mana individu, rumah tangga, atau negara memiliki akses fisik dan ekonomi yang memadai terhadap pangan yang sehat, bergizi, aman, dan bermutu
Juga memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka secara berkelanjutan.
Kedaulatan pangan berkaitan dengan kebijakan dan strategi yang mengutamakan kepentingan masyarakat lokal. Â
Merekalah yang mengendalikan produksi, distribusi, dan konsumsi pangan mereka sendiri. Ini termasuk pengembangan produksi pangan dalam negeri dan perlindungan terhadap ketergantungan pada impor pangan.
Fokus
Fokus utama dari ketahanan pangan adalah memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang cukup, aman, dan bergizi terhadap pangan yang mencukupi.
Sedangkan kedaulatan pangan berfokus pada memberdayakan masyarakat lokal untuk mengontrol produksi pangan mereka sendiri.
Termasuk mempertahankan pengetahuan tradisional, dan mengembangkan sistem pangan yang berkelanjutan.
Perancang Kebijakan
Ketahanan pangan sering kali menjadi fokus perancang kebijakan nasional atau global. Tujuannya adalah untuk memastikan pasokan pangan yang mencukupi bagi seluruh populasi yang ada di dalam negeri.
Kedaulatan pangan lebih sering menjadi tujuan gerakan sosial, kelompok petani, dan komunitas lokal yang berjuang untuk mempertahankan kontrol atas produksi dan konsumsi pangan mereka.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup ketahanan pangan menyangkut aspek-aspek seperti akses pangan, stabilitas pasokan, ketersediaan pangan, dan taraf gizi masyarakat.
Sementara ruang lingkup kedaulatan pangan adalah melibatkan dimensinya yang lebih luas. Ruang lingkup ini meliputi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang produksi pangan, pembangunan pertanian berkelanjutan. Termasuk perlindungan terhadap hak-hak petani dan masyarakat lokal.
Akhir kata, Sebagai seorang petani mengharapkan pemerintah lebih serius memikirkan kedaulatan pangan. Tidak sekedar mewacanakan kata 'kedaulatan pangan'. Sementara pelaksanaan tidak seperti wacana.Â
Perlu direfleksi secara nasional adalah bahwa sampai saat ini Indonesia masih sering menyebut dirinya sebagai negara Agraris.Â
Namun negara Agraris ini semakin banyak impor komoditas pertanian dari luar negeri, termasuk impor beras. Lantas bagaimana dengan petani kita?
Referensi:
https://jpicofmindonesia.org/2020/11/ketahanan-pangan-vs-kedaulatan-pangan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H