Harga beras semakin naik di seluruh daerah Indonesia. Ada dua alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah Indonesia. Terakhir, disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi saat menghadiri Konsolidasi Nasional Relawan Alap-alap Jokowi di Sentul National Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu 7 Oktober 2023.
Dua alasan dimaksud adalah bahwa Indonesia dan hampir seluruh negara penghasil beras sedang mengalami kekeringan akibat efek El Nino. Karena itu, terjadi pergeseran atau penundaan bertanam padi akibat kekurangan air. Pada gilirannya, panen berkurang dan produk beras di dalam negeri pun semakin menurun.
Karena pasokan dalam negeri yang semakin berkurang, Indonesia harusnya meningkatkan impor beras. Sayangnya, informasi terakhir menyatakan kalau India yang cukup rajin ekspor beras ke Indonesia memilih untuk menghentikan keran ekspor. Tak hanya itu, 22 negara pengekspor beras tujuan Indonesia pun menghentikan ekspornya.
Beberapa strategi pun coba dimainkan oleh Pemerintah selaku pengambil kebijakan sekaligus pemegang roda kekuasaan di dalam negeri. Selain menghitung ulang stok nasional dan mencari impor pangan ke negara lain, Pemerintah juga mengajak masyarakatnya untuk mengurangi konsumsi nasi dan produk makanan lain yang bersumber dari beras.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bahkan mengajak seluruh elemen bangsa untuk lebih banyak konsumsi pangan non beras. Terakhir, disampaikan di Gedung Kementerian Keuangan pada Selasa (3 Oktober 2023) lalu. Beberapa pangan lokal yang disebutkan di antaranya jagung, singkong dan sagu.
Terlepas dari ajakan dari Pemerintah Indonesia, sejujurnya Indonesia kaya akan pangan lokal. Pangan-pangan ini adalah komoditas asli Indonesia sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Bahkan dapat pula dimanfaatkan untuk mendukung kesehatan tertentu.Â
Sayangnya, kita baru ribut ketika barang-barang impor menjadi berkurang atau langka. Untung ada efek El Nino dan penghentian keran ekpsor beras oleh negara-negara yang selama ini memasok beras ke negara Agraris Indonesia ini. Jadinya kembali bicara soal diversifikasi pangan dan pangan lokal.
Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal adanya barang subtitusi yang mana bisa menggantikan posisi barang yang langka atau tidak ada. Jagung, sagu, singkong, sorgum dan pangan berkarbohidrat dan mengandung energi bisa dimanfaatkan untuk menjadi komoditas subtitusi bagi beras.Â
Sebenarnya banyak sekali pangan lokal Indonesia yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan subtitusi beras. Tak perlu harus meniadakan beras sampai 100 persen. Tetapi dibuatkan menu yang bervariatif. Â
Penasaran? Yuk, Mari mencoba Ganyong rebus ala Profesor Ganyong dalam Youtube berikut ini.
Sekedar informasi. Sewaktu kecil dan hidup di kampung, kami sudah mengenal yang namanya diversifikasi pangan. Pagi-pagi, diberi bubur nasi kacang hijau, ditambahkan sepotong labu dan sesendok makan ikan teri atau setengah telur rebus. Tergantung ketersediaan rajinnya ibu.Â
Siang harinya, kami makan jagung rebus yang sering disebut jagung katemak. Masakan ini terdiri dari campuran biji jagung tua, kacang-kacangan, buah pepaya muda, bunga pepaya dan daun kelor. Lauknya cukup sepotong ikan. Itu pun jika ada. Biasanya cukup ada sambal sebagai teman makan siang.
Malam harinya barulah makanan pokoknya nasi. Ditambah sayuran dari kebun, sepotong lauk dan sambal asli yang bagi kami teras nikmat. Jadi sebenarnya, diversifikasi pangan adalah kearifan lokal yang sudah ada di Indonesia. Sayangnya, program beras nasional kemudian mengikis kearifan lokal tersebut.
Sudahkan Anda Mencoba Umbi Ganyong?
Jujur, saya baru makan umbi Ganyong alias Canna discolor setahun yang lalu, ketika berkunjung ke salah satu sahabat tani di Way Kanan, Lampung. Sajiannya pun sederhana saja waktu itu.Â
Cukup direbus hingga matang lalu disediakan pula sambal sebagai temannya. Ya, dimakan sebagai camilan pengganti kue, teman minum kopi.
Namun sebenarnya umbi Ganyong dapat mensubtitusi beras. Umbi ini mengnadung karbohidrat dan mengenyangkan. Tentu saja harus dikonsumsi dengan sayuran dan lauk agar vitamin dan protein dapat terpenuhi.
Beberapa daerah mengenal Ganyong sebagai ubi pikul, buah tasbih, ganyol dan sinetra. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar di kampung-kampung, di tegalan dan di hutan.Â
Apabila ada yang berminat untuk budidaya, maka dapat menggunakan biji atau potongan umbinya. Disarankan menggunakan potongan umbi agar tetap menjaga kemurnian klonnya.Â
Selain dapat dikonsumsi sebagai makanan pokok, umbi Ganyong juga dapat diambil tepung patinya untuk dimanfaatkan dalam pembuatan produk makanan seperti kue dan bihun. Bahkan bisa diolah untuk produk makanan bayi dan dijadikan sebagai obat herbal.Â
Dari data Direktorat Gizi Depkes RI (dalam Wikipedia.org), kita mengetahui nilai gizi yang dikandung oleh umbi Ganyong.Â
Setiap 100 gram umbi Ganyong mengandung kalori sebanyak 95,00 kal dan 1,00 gram protein. Selain itu, mengandung 0,11 gram lemak, 22,60 gram karbohidrat, 21,00 gram kalsium, 70,00 gram fosfor, 1,90 mg zat besi, 0,10 mg vitamin B1, 10,00 mg vitamin C, dan 75,00 gram air.Â
Kandungan gizi ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam menjadikan umbi Ganyong sebagai pangan utama, menggantikan beras.
Namun tentunya tak sekedar menjadi wacana. Perlu ada upaya konsisten dan serius dalam mengembangkan program diversifikasi pangan, baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk mengembangkannya.
Referensi:
http://www.cybex.pertanian.go.id/artikel/94328/potensi-tanaman-ganyong-sebagai-bahan-pangan-alternatif dan https://id.wikipedia.org/wiki/Ganyong. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H