Silakan ambil nasi, lauk dan sayur sendiri. Setelah itu bilang ke bu Sholeh, apa yang kamu makan. Bu Sholeh akan menyebutkan sejumlah harga. Ambillah buku catatan Anda yang tersimpan di rak, tulis sendiri nominalnya di situ. Warung berjasa itu kami namakan Warsun Bu Sholeh
Demikian beberapa di antara kami, mahasiswa perantau dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan waktu itu tertolong oleh warung berjasa Warsun bu Sholeh. Â Makan gratis dulu, bayar belakangan. Harganya paling tinggi itu Rp 1.000. Itu pun sudah lengkap.Â
Sang pemilik warung berjasa, tak pernah mengecek dan menghitung berapa hutang yang belum dibayar. Tidak semua pengunjung sih. Hanya beberapa di antara kami, salah satunya diriku ini.
Mulanya, kami melakukan sedikit deposito uang. Jangan dikira menyimpan untuk perkiraan satu bulan. Tidak. Paling IDR 20.000-50.000. Lalu kami  pun mencatat sendiri.Â
Namanya Warung Bu Sholeh. Warung Sunda ini menjadi penyelamat hidup kami kala itu. Anak-anak kos yang uang bulanan datangnyanya tak tentu. Pakai lama lagi.Â
Setiap hari harus mampir terus di BAAK. Ya, sekedar melirik pajangan wesel di kaca yang dikirim beberapa orang tua via kampus.Â
Warsun  zamanku kuliah semester 1-3. Tahunnya pun sudah old, 1993 dan paruh tahun 1994.Â
Warung ini dikelola oleh sepasang suami istri bernama Sholeh. Tepatnya di Babakan Fakultas (Bafak), belakang kampus lama IPB, Bogor.
Masakannya biasa saja. Variasinya pun gak beragam. Paling banter ada nasi. Lauk dan sayur masing-masing 2 macam. Plus krupuk dan sambal. Sesekali ada pula ada bakwan goreng. Namun cepat habis.
Dari rasa, sepertinya  banyak yang mungkin merasa tidak enak. Tetapi bagi kami, anak-anak kos sekitar Bafak pasti merasa enak. Ya, termasuk 'enak' di kantong.Â