"Saya bisa menjadi buruh, tapi tidak mampu melakukan pekerjaan seorang tukang bangunan seperti dirimu. Saya bisa menngaduk semen, tetapi tidak mampu menyusun batako dengan rapi dan kuat".
Demikian kritikan dalam bentuk guyonan yang saya lemparkan pada tukang bangunan rumah apabila ada kesalahan yang dilakukan tukang bangunan saat membangun rumah beberapa tahun yang lalu. Biasanya ia pun sadar, rupanya ada yang perlu diperbaiki.Â
Lalu si tukang pun bakal bertanya, "Bagaimana?" Dan dengan mudah saya memberi masukan. Seringkali terjadi diskusi dan menjurus pada perdebatan. Namun bisa diselesaikan dengan penuh kekeluargaan.Â
Jika pendapatnya betul maka saya akan menerimanya. Demikian sebaliknya. Kebetulan saya membuat rumah secara bertahap, tidak membuat kontrak seperti proyek, jadinya pendekatannya pun perlu lebih 'ramah'.Â
Kalau ada perubahan berupa penambahan atau pengurangan maka saya akan sampaikan sekaligus menanyakan pendapatnya dari aspek teknis.Â
Intinya, membangun komunikasi yang baik sehingga tukang tetap bekerja dengan semangat. Tukang saya termasuk orang yang telaten. Kritikan disampaikan dengan baik.Â
Sering kali ia juga mengusulkan perubahan tanpa mengubah kekuatan dan unsur estetis dari bangunan yang ada. Jadinya kami saling melengkapi.Â
Komunikasi yang baik dengan si tukang sangatlah bermanfaat. Ia tidak hanya berorientasi pada uang tetapi ingin membuat model bangunan yang terbaik.Â
Secara ringkas, ada 5 hal yang saya lakukan dengan tukang dalam rangka memelihara hubungan yang baik.Â