Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Razia Cukur Rambut Murid di Sekolah Tidak Mendidik dan Bikin Trauma

8 September 2023   15:22 Diperbarui: 8 September 2023   17:18 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pertanyaan menggelitik yang diangkat dalam topik pilihan blog Kompasiana. "Apa yang diharapkan dari Sekolah dari razia cukur rambut"? 

Jawaban penulis blog selaku salah satu orang tua dari anak yang sedang bersekolah adalah, "Tidak ada nilai tambah, bahkan diberi label tidak mendidik dan membuat siswa dan siswi mengalami trauma. Apalagi dilakukan dengan asal-asalan dan tak bertanggung jawab".

Setidaknya, ada dua kasus razia cukur rambut di sekolah yang menuai kontroversi dalam sepekan ini. Kasus pertama, terjadi di SMPN 1 Sukodadi, Di Lamongan, Jawa Timur. 

Adalah seorang guru bernama Endang menjalankan aksinya mencukur rambut 19 siswi yang tidak memakai ciptut jilbab. Bukannya menasehati siswi dengan keibuan tetapi ia memilih melakukan aksi yang kurang pas pada tanggal 31 Agustus 2023 dan menuai komentar miring dari masyarakat. 

Peristiwa ini mengundang perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya, komentar dari mantan Menteri Keluatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ia dengan tegas mengomentari tweet akun Simbok_Dharmi yang dimuat tanggal 5 September 2023.

"Yth @Kemdikbud_RI @Kemenag_RI @DivHumas_Polri mohon dikondisikan tenaga pengajar ini dan di purna tugaskan Karena bersikap tidak sesuai dengan aturan jiwa seorang pendidik Terimakasih", tweet Simbok_Dharmi. 

Cuitan ini pun ditanggapi oleh mantan menteri yang terkenal dengan program menenggelamkan kapal-kapal negara lain yang mencoba mencuri ikan di perairan Indonesia di zamannya. 

"Jahat sekali", tanggap Susi Pudjiastuti disertai 6 simbol menangis. Susi pun terusik dengan gaya preman yang ditunjukkan oleh guru di sekolah dalam mendidik anak-anaknya. 

Kedua, terjadi di SMPN 1 Manisee Purwakarta. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 4 September 2023. Seperti yang diberitakan oleh tribunnews.com, sejumlah 90 siswa pria dicukur rambutnya secara asal-asalan oleh Babinsa, saat upacara bendera.

Aksi pencukuran rambut siswa pria SMPN 1 Manisee secara asar-asalan mendapatkan tanggapan yang cukup beragam dari orang tua. Ada yang menerima karena dianggap menjadi bagian dari "pembinaan". Ada juga yang menerima dengan komentar, bahwa aksi  tersebut kurang tepat. 

Reaksi Susi Pudjiastuti atas perlakuan guru memangkas rambut belakang siswinya (dok foto: screeshoot twitter @susipudjiastuti)
Reaksi Susi Pudjiastuti atas perlakuan guru memangkas rambut belakang siswinya (dok foto: screeshoot twitter @susipudjiastuti)

Penulis tidak mau berkomentar terhadap pemakaian pakaian karena itu berkaitan dengan pilihan pribadi individu. Yang patut disayangkan adalah aksi guru yang melakukan hal tersebut. 

Guru-guru ini, mengambil jalan pintas. Dimana sebenarnya pikirannya, bukankah harus memberikan teladan termasuk dalam melakukan suatu keputusan? Dimana peran guru yang harus mengambil suatu keputusan dengan bijaksana? 

Lalu dimana pula guru BP yang bertugas untuk menasehati siswa-siswi di sekolah? Bukankah kehadiran mereka untuk membantu mengarahkan dan menyelesaiakan persoalan yang dihadapi siswa dengan baik dan manusiawi?

Sementara, pernah juga terjadi razia cukur rambut yang justru mendapatkan pujian. Adalah siswa pria SMA 7 Cirebon yang bukannya melarikan diri tetapi antri untuk dicukur rambutnya saat razia. Pasalnya, razia ini melibatkan Redbox Barbershop Cirebon. 

Peristiwa ini memang sudah terjadi setahun yang lalu, tepatnya pada hari Senin (31 Oktober 2022). Demikian diberitakan dalam https://sumedang.jabarekspres.com/2022/11/. 

Razia cukur rambut panjang di SMA 7 Cirebon  memakai jasa barber shop menuai pujian (dok foto: Radar Cirebon/Apridista Siti Ramdhani)
Razia cukur rambut panjang di SMA 7 Cirebon  memakai jasa barber shop menuai pujian (dok foto: Radar Cirebon/Apridista Siti Ramdhani)

Memang, dampak yang dirasakan oleh setiap siswa tentunya berbeda-beda. Ada yang sangat terpukul, ada yang terlihat sedang-sedang saja dan mungkin ada pula yang cuek-cuek saja. 

Terlepas dari penerimaan siswa yang berbeda-beda, ada beberapa dampak buruk siswa-siswi yang dicukur rambutnya di sekolah terutama dalam hal psikologis dan sosial. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut.

1. Rasa malu dan rendah diri. Siswi mungkin merasa malu karena penampilannya berubah secara drastis. Proses dicukur rambutnya di depan teman-teman sekelas dapat memicu perasaan rendah diri.

2. Stigma dan ejekan. Proses mencukur rambut di sekolah dapat menarik perhatian rekan-rekan sekelas. Hal ini dapat menyebabkan siswi menjadi sasaran ejekan atau cemoohan dari teman-temannya.

3. Gangguan konsentrasi belajar. Dalam situasi di mana siswi merasa tidak nyaman dengan penampilannya, fokus dan konsentrasi dalam belajar dapat terganggu. Ini bisa mempengaruhi hasil akademiknya.

4. Rasa trauma. Pengalaman negatif seperti dicukur rambut di sekolah dapat meninggalkan bekas traumatis pada siswi. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan dirinya dan membuatnya enggan berinteraksi dengan orang lain.

5. Gangguan hubungan sosial. Dalam beberapa kasus, siswi yang dicukur rambutnya mungkin mengalami gangguan dalam hubungan sosial dengan teman-teman sekelasnya atau bahkan keluarga. Mereka mungkin merasa terisolasi atau ditolak oleh orang lain.

Peran guru dalam membimbing anak belajar di sekolah (dok foto: rpkpeduli.id)
Peran guru dalam membimbing anak belajar di sekolah (dok foto: rpkpeduli.id)

Sekali lagi, perlu memahami bahwa setiap individu bereaksi berbeda terhadap situasi seperti ini. Beberapa siswi mungkin memiliki kekuatan untuk mengatasi dampak negatif tersebut, sementara yang lain mungkin memerlukan dukungan dan pemulihan lebih lanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun