Neno i utusib ko ben ma unonko benÂ
(hari ini kuurapi dan kuarahkan)
Henait mnaot na kaisa msin mak atoni in kan kana
(supaya kalau di perjalanan jangan mengambil barang orang)
On nan ma nai tam meup ma msin makÂ
(juga agar selalu rajin bekerja)
Utusip ko on le ia ben!Â
(demikian kuurapi seperti ini)
Demikian tua adat mengambil sedikit nasi turis dari dalam nampah nyiru. Sambil mengucapkan kata di atas, ia pun mengoleskan nasi dan kacang tersebut pada telapak tangan anak cucu dan keluarga yang hadir dalam acara tersebut. Semua anak dan cucu akan antri untuk mendapatkan urapan dari tua adat atau penjaga rumah adat.Â
Itulah sepenggal acara pengurapan tangan (tuis) dalam tradisi tahan feu atau masak baru.Â
****
Nusantara kita memang kaya akan keanekaragaman budaya. Setiap daerah memiliki budaya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Bukan hanya dalam level provinsi, tetapi hingga ke tingkat yang lebih rendah. Kampungnya berdekatan, tetapi tradisinya berbeda.
Tradisi di suatu daerah mungkin terasa unik oleh masyarakat lain. Namun sudah biasa bagi anak, cucu, dan generasi yang masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Termasuk berbagai tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya, syukuran setelah panen yang dilakukan oleh petani di Timor Barat, NTT. Namanya tahan feu, pengertian harafiahnya adalah masak baru.Â
Tradisi tahan feu masih terpelihara dengan baik, utamanya oleh masyarakat di Biboki, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT. Wilayah Biboki sendiri merupakan daerah bekas salah satu eks swapraja. Â
Orang atau atoni Biboki kini tersebar dalam 6 kecamatan. Keenam kecamatan dimaksud adalah Biboki Selatan, Biboki Utara, Biboki Anleu, Biboki Feotleu, Biboki Moenleu, dan Biboki Tanpah.