Isu pertama adalah berkaitan dengan penguatan potensi dan posisi tawar komoditi lokal Indonesia. Di bidang pangan, tentu saja harus lebih serius lagi untuk memenuhi pangan di dalam negeri terlebih dahulu.Â
Swasembada pangan tentunya tak melulu berfokus pada beras. Pengembangan komoditas pangan nonberas sudah semestinya ditingkatkan lagi. Jagung, sorgum, singkong, sagu dan komoditas pangan utama lainnya perlu ditingkatkan produksinya.Â
Hasil produksi komoditas unggulan lain di sektor perkebunan seperti kopi, mente, kelapa juga aneka buah-buahan jugaperlu ditingkatkan. Tak hanya memoles data agar terlihat ada peningkatan, tetapi benar-benar nyata di lapangan.Â
Upaya menguatkan posisi tawar komoditi lokal, tentunya harus berbanding lurus dengan usaha peningkatan kesejahteraan petani terutama petani gurem dan tradisional. Data BPS per bulan Februari menunjukkan ada 40,69 juta orang yang bekerja di sektor pertanian. Jadi para peserta Penas KTNA 2023 hanya sedikit dari mereka yang berprofesi sebagai petani tulen. Muungkin juga, mereka yang hadir di sana bukan petani.Â
Poin kedua, adalah kemandirian pangan berkelanjutan. Apa sih yang dimaksud dengan pangan berkelanjutan itu? Vovworld.vn mengaitkannya dengan suatu sistem yang berjalan menuju ke target ketahanan pangan dan nutrisi yang mana terkait dengan asupan makanan sehat. Pangan berkelanjutan juga terkait dengan upaya pembatasan dampak negatif terhadap lingkungan sekaligus memperbaiki kesejahteraan sosial-ekonomi.Â
Pencapaian kemandirian pangan berkelanjutan sudah tentu tidak hanya mengandalkan satu sektor saja. Tetapi melibatkan segala lini, termasuk pembuatan regulasi yang mendukung pencapain target dimaksud.
Isu menarik ketiga, menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia di tahun 2045. Target ini sebenarnya telah dicanangkan dalam Nawacita Pemerintahan Jokowi. Targetnya adalah berorientasi ekspor pangan terutama di daerah-daerah perbatasan dengan Indonesia.Â
Menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia itu tidaklah mudah. Sebab kita pun masih menggantungkan diri pada impor. Hingga kini, negara kita pun masih mengimpor pangan. Beras, jagung, kedelai, aneka buah-buahan tetap kita impor.Â
Harapan kita, pemerintah mampu menemukan strategi untuk mengatur hasil pangan dan industri yang mendukung ketersediaan bahan pangan, baik industri hilir maupun hulu.