Bangsa Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasioanal yang ke-115. Lantas, apakah yang menjadi pekerjaan berat bagi bangsa kita saat ini?
 PR yang paling penting adalah berantas korupsi dan kolusi yang makin menggurita.Â
Sekilas tentang Hari Kebangkitan Nasional. Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingatinya sebagai hari kebangkitan nasional.Â
Berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 dijadikan sebagai tonggak kebangkitan bangsa Indonesia.
Budi Utomo, berdiri dengan visi yang sangat jelas waktu itu, Indonesia Merdeka. Perjuangan yang bersifat kedaerahan, mulai menampakkan semangat nasionalismenya.Â
Apalagi setelah para Pemuda mengikrarkan sumpah pemuda, 28 Oktober 1928. Bamgsa Indonesia semakin menyatukan tekad untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah.
Perjuangan para pendahulu kita memang jelas. Merdeka, membebaskan diri dari belunggu penjajahan. Dan terbukti, negara Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Selanjutya, bangsa ini harus mengisi kemerdekaan. Berantas kebodohan dan mengikis habis kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.  Program pencanangan  pembangunan nasional pun direncanakan.
Sayangnya, perjalanan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan tidaklah mulus. Peristiwa berdarah PKI tahun 1965 membawa Indonesia ke pemerintahan orde baru.Â
Soeharto menjaga kelanggengan kekuasaannya selama 32 tahun. Hingga pada peristiwa reformasi yang meruntuhkan kedigdayaanya.
Harta-harta Soeharto dan kroninya pun mwnjadi incaran. Sebab banyak yang diperoleh dengan cara yang tidak tepat.
Dengan isu Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) maka mulailah pemerintahan reformasi. Kran demokrasi dibuka lebar-lebar.
Pemilihan eksekutif pun sudah mulai dilakukan secara langsung. Mulai dari desa hingga ke presiden dan wapres, semua dipilih langsung. Yang ditunjuk, hanyalah camat.
Di dalam tubuh partai politik pun ada perubahan. Jika pada masa Orde Baru hanya ada tiga kontestasi Pemilu maka reformasi memberikan kebebasan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk membentuk wadah Lartai Politik.
Pemilihan wakil rakyat pun dilaksanakan secara langsung. Memilih orang dan mencoblos partai politik sekaligus.Â
Lalu, apakah pemberantasan KKN yang diperjuangkan pada era reformasi sudah terkikis habis sesuai agenda reformasi? Ah, tidak.Â
Semakin ke sini tindakan korupsi dan suap semakin menggurita. Pejabat, politisi, birokrat, pengusaha, sudah tak malu melakukannya. Kasus paling anyar adalah tersangkutnya menkominfo/sekjen salah satu parpol dalam kasusi korupsi hingga 8 T.Â
Jika dicermati, beberapa pelaku korupsi adalah mereka yang dahulu terkenal sebagai aktifis. Mereka berdemo bersama mahasiswa dan seluruh masyarakat untuk menumbangkan rezim Orde Baru.
Koruptor kini terlihat biasa-biasa saja. Bahkan mendapat fasilitas plus-plus dan perlakuan  istimewa selama dalam tahanan. Saat keluar, dielu-elukan bak pahlawan.
Mereka dan pendukungnya memang sudaj tak tahu malu. Sahabat saya bilang 'sudah putus urat malunya' saking emosinya.
Lalu, siapakah yang harus bertanggung jawab untuk memberantas korupsi di negeri kita ini?
Mungkin kita setuju bahwa yang harus bertanggung jawab adalah seluruh bangsa Indonesia. Tanla kecuali.
Mulailah dari diri sendiri dan dari hal yang paling kecil. Tak perlu suap untuk lulus ujian tertentu, masuk sekolah atau dinas tertentu.
Tak perlu memberi uang pelicin untuk memperoleh sesuatu. Sebaiknya berpikir dan bertindak tanpa memberi atau menerima suap.
Jangan pula menilep uang organisasi atau paguyuban yang dipercayakan pada kita untuk mengelolanya. Sebab apabila terbiasa dalam hal kecil, maka akan semakin berani untuk menilep yang lebih besar lagi.
Selain setiap orang harus ikut bertanggung jawab, negara juga telah menunjuk pejabat-pejabat khusus untuk menangani tindakan korupsi.
Sebutlah polisi, jaksa, hakim. Juga ada KPK yang lebih khusus untuk menangkap para koruptor.Â
Sayangnya, peran lembaga-lembaga ini terlihat masih kurang maksimal. Orang malah ssmakin berani melakukan tindakan korupsi.
Hal penting yang belum terselesaikan adalah hukuman  pada para koruptor yang masih ringan-ringan saja.
Undang-undang Perampasan Aset koruptor pun hingga kini belum diketuk palunya. Entah mengapa sehingga tak kunjung ditetapkan.Â
Ah, 115 tahun sudah kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional kita. Namun sesungguhnya kita belum bebas. Belum merdeka dari mental koruptor.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H