Beberapa pihak mulai berwacana usai Menkominfo Johnny G Plate menjadi tersangka dalam kasus korupsi proyek BTS 4G. Usul saran dan perkiraan siapa pejabat baru Menkominfo pun semakin santer ketika Jokowi secara resmi mencopot Sekjen Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dari jabatan Menkominfo.
Sebagian orang meminta, sebaiknya Menkominfo baru tetap berasal dari Nasdem, mengingat Nasdem adalah salah satu partai pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres kali lalu. Sebagian orang juga menyarankan, sebaiknya dijabat oleh teknokrat atau non partai.Â
Banyak pula yang mendukung bahwa biarlah presiden yang memberi keputusan siapa yang akan dilantik untuk mengisi jabatan yang lowong tersebut. Sebab, pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif Presiden.
Presiden Jokowi nampaknya tak mau terburu-buru menentukan pengganti Johnny G Plate. Dengan yakin, beliau menunjuk Menkopolhukam Mahfud MD menjadi pelaksana tugas (plt) Menkominfo. Sebagai plt, Mahfud MD akan melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang Menkominfo.Â
Presiden memang punya hak prerogatif untuk menentukan siapa saja yang dipercaya untuk membantunya dalam kabinet bentukannya. Sebagian besar warga negara Indonesia, sudah tentu paham dengan kata prerogatif, tak keputusan di tangan presiden.
Dalam kehidupan berdemokrasi pasca berakhirnya rezim Orde Baru, ada gaya baru yang berlaku. Sekalipun Presiden RI masih dibilang memegang hak prerogatif untuk memilih para menteri, tetap ada jalan kompromi. Sebabnya, para partai kini berkoalisi untuk mendukung Pemerintahan, baik di awal maupun pasca Pemilu ketika Pemerintah baru mulai menjalankan masa pemerintahannya.Â
Parpol Pendukung Pemerintahan Jokowi Jilid 2
Sekalipun pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif seorang presiden, nampaknya sulit dilakukan di era reformasi ini. Sebab, parpol-parpol berkoalisi untuk mendukung capres-cawapres dalam perhelatan Pilpres.Â
Dalam Pilpres kali lalu, ada 10 parpol yang berkoalisi untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Ke-10 Parpol tersebut adalah PDIP, Partai Golkar, PPP, Hanura, Partai Nasdem dan PKB. Bergabung pula PSI, Perindo, PKPI dan PBB.Â
Dengan koalisi yang sangat gemuk tersebut, maka dapatlah dibayangkan kabinetnya juga bakal gemuk. Sebab setiap Parpol pendukung pasti memiliki wakil yang diusulkan untuk duduk di kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Sebenarnya mau gemuk atau kurus, itu tidak masalah. Semua rencana program dan janji-janji di awal pelantikan dapat dikerjakan dengan baik. Toh, ada anggaran pembangunannya dan didukung dengan SDM hingga ke level terendah di daerah-daerah.Â
Namun yang sering kali terjadi adalah para menteri yang juga politisi partai politik itu sibuk menjalankan kegiatan politik mereka. Bahkan lebih terlihat sebagai 'petugas partai'Â daripada sebagai bawahan Presiden yang menjalankan program-program pembangunan di Indonesia.
Tiga Belas Menteri Terlibat Korupsi di Era Reformasi
Salah satu agenda utama reformasi adalah mengikis habis korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sayangnya, korupsi tidak menurun tetapi meningkat. Pelakunya pun dari berbagai kalangan. Mulai dari lembaga di tingkat desa, hingga lembaga -lembaga tinggi  negara.Â
Tindakan koruptif, terima suap dan manipulatif semakin merajalela. Seperti baru terbebas dari belenggu penjara. Hukuman yang diberikan kepada para tersangka tidak membuat orang lain menjadi takut.Â
Lalu siapa saja menteri yang terlibat kasus korupsi dan suap semenjak awal reformasi? Merujuk pada kompas.com, berikut 13 nama mantan menteri yang tersandung kasus korupsi dari yang terkini (2023) hingga tahun 2016 yang lalu. Tujuh di antaranya adalah:
- Menkominfo Johnny G Plate, terlibat kasus BTS 4G sebesar Rp 8 Triliun.
- Mensos Juliari Batutabara, terlibat kasus suap pengadaan Bansos Covid-19 dengan nilai Rp 32,48 Miliar.
- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, terkait suap lobster senilai Rp 25,7 Miliar dari para eksportirÂ
- Menpora Imam Nahrawi, menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar terkait dana hibah KONI.Â
- Mensos Idrus Marham, menerima suap sebesar Rp 2,250 M terkait proyek IPP PLTU Riau 1.
- Menteri Agama Suryadharma Ali, terkait dana Haji sebesar Rp 27 M dan 17 juta Riyal Saudi.Â
- Menbudpar Jero Wacik, mennggunakan dana DOM yang merugikan negara sebesar Rp 5,073 M.
Selanjutnya di tahun-tahun sebelumnya, ada 6 menteri yang terkena kasus korupsi dan suap. Tindakan ini merugikan negara dan sebagai imbalannya, mereka pun menghuni penjara. Berikut ke-6 mantan menteri dimaksud.
- Menpora Andi Mallarangeng, terkait kasus P3SON Hambalang senilai Rp 463,391 M.
- Menkes Siti Fadilah Supari, terkena kasus Alkes yang dinilai merugikan negara senilai Rp 5,7 M.
- Mensos Bachtiar Chamsyah, terkait penunjukan langsung pengadaan mesin jahit dan sapi impor senilai 33,7 M.Â
- Mendagri Hari Sabarno, terkena kasus penunjukan langsung pengadaan mobil damkar, Rp 97,2 M.
- Menkes Achamd Sujudi, terkait penunjukan langsung PT Kimia Farma dalam proyek alkes.
- Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, terlibat kasus nonbudgeter di departemen kelautan dan perikanan, merugikan negara sebesar Rp 31,7 M.
Ke-13 menteri ini adalah mereka yang pernah menjabat menteri di masa Presiden Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan zaman Presiden Jokowi. Selalu saja ada menteri yang terlibat dalam kasus korupsi dan suap. Jumlahnya pun tidak main-main, miliaran hingga triliunan rupiah.
Pertanyaan naif, akankah korupsi dan suap semakin berkurang di waktu mendatang atau malah semakin menggurita? Ah, semoga ada rumput bergoyang yang mau menjawab pertanyaan ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H