Setiap tanggal 1 Mei dikenal sebagai hari buruh yang diperingati oleh kaum buruh sedunia. Lahir melalui rentetan perjuangan kaum buruh dalam bingkai meningkatkan kesejahteraan mereka. Rentetan tuntutan kaum buruh, lebih terkait dengan buruh pabrik saat itu.Â
Jika dihitung sejak tanggal 1 Mei 1889 maka hari ini adalah peringatan hari buruh internasional ke-124. Peristiwa kerusuhan 1 Mei 1886 di Haymarket Chicago yang kemudian dijadikan sebagai May day.Â
Banyak negara yang telah menjadikan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional. Indonesia baru diberlakukan sebagai hari libur nasional oleh Presiden RI kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Tepatnya, pada tanggal 1 Mei 2013.
Sebelumnya, UU No 12 Tahun 1948 telah mengatur tentang hari buruh ini. Tetapi sifatnya tidak berlaku secara nasional. Hanya menyatakan bahwa setiap tanggal 1 Mei, buruh di Indonesia boleh tidak bekerja.
Istilah buruh sebenarnya merujuk pada semua orang yang bekerja dan mendapatkan upah. Entah berprofesi sebagai dokter, guru, hakim, pekerja di pabrik ataupun sebutan lain tetaplah dinamakan buruh.
Namun sebutan buruh sepertinya hanya menyasar mereka yang melakukan pekerjaan yang bersifat kasar. Misalnya pekerja kasar di pabrik, tukang angkut barang di pelabuhan atau buruh tani.
Buruh juga lebih identik dengan para pekerja di pabrik-pabrik. Memang, sejarah perjuangan kaum buruh sangat lekat dengan industri-industri.
Buruh Tani Indonesia Tak Sebaik Buruh Pabrik
Lalu bagaimana dengan buruh tani? Buruh tani di Indonesia adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian dalam arti luas. Sebarannya pada tanaman pangan, hortikulkultur, perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.
Buruh tani, cukup banyak menghadapi persoalan sosial dan ekonomi. Secara sosial, mereka dianggap memiliki posisi sosial yang lebih rendah. Juga ketidakpastian pembayaran upah. Dan tentu saja kurangnya jaminan keselamatan kerja.
Upah nominal harian buruh tani nasional versi BPS per Desember 2021 adalah sebesar Rp 57.180. Namun di sebagian besar daerah malah mematok Rp 50.000, bahkan kurang daripada itu. Sementara, upah nominal harian buruh bangunan lebih tinggi, yaitu Rp 91.335 per hari.
Sementara upah rata-rata perjam buruh pabrik memang cukup bervariasi antarprovinsi. Data BPS tahun 2022 untuk dua provinsi, DKI Jakarta Rp 32.685 per jam dan NTT adalah Rp 13.012 per jam.
Jika rata-rata buruh pabrik bekerja selama 8 jam perhari, maka di Jakarta bisa mendapatkan upah sebesar Rp 261.480 per hari. Sementara di NTT memperoleh Rp 104.096 per hari.
Memang, semua ketentuan tersebut lebih banyak tertera di atas kertas. Praktiknya, masih banyak yang tidak sesuai. Namun terpaksa diterima karena alasan membutuhkan pekerjaan, biaya hidup yang mendesak dan memang sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji di atas UMR dan standar yang berlaku.
Bisakah Memperbaiki Nasib Buruh Tani Kita?
Kembali lagi ke buruh tani. Bisakah buruh tani kita diperbaiki nasibnya? Tentu saja bisa, bahkan harus. Bukankah pembangunan ini ditujukan untuk seluruh bangsa Indonesia? Kita punya para pemikir humanis yang duduk di kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Mulai dari level daerah hingga tingkat nasional.Â
Namun lagi-lagi, pembagian kue pembangunan masih sering tidak adil. Dan hemat saya, salah satu kelompok yang kurang diberi kue pembangunan adalah dari kaum buruh tani.
Bagi para buruh di pabrik, syukurlah karena hampir setiap pabrik atau perusahaan memiliki persatuan buruh bernama serikat pekerja. Melalui organisasi ini, kaum buruh menyatukan kekuatan untuk menyampaikan segala aspirasi terkait dengan hak-hak mereka kepada perusahaan.
Sementara buruh tani tidak memiliki organisasi yang bisa mengatur mereka. Dengan pekerjaan yang sifatnya musiman, mereka kemudian terkonsentrasi untuk bekerja secara musiman saja.
Beberapa bulan yang lalu, saya ditelpon oleh salah satu sahabat yang bekerja di kebun sawit di Provinsi Riau. Ia tergolong dalam lingkup manajemen.
Setelah bertanya soal khabar diri dan keluarga masing-masing, tibalah ia mengutarakan maksudnya. Mencari buruh tani untuk memanen sawit di perusahaan. Jadi kalau ada keluarga atau sahabat di kampung yang mau bekerja memetik sawit selama 2 hingga 3 bulan maka bisa datang ke Riau.
Memang, ada upahnya yang lumayan pantas. Namun tak ada jaminan termasuk jaminan kesehatan sebab mereka hanya dijadikan buruh pemborong.
Artinya, mereka dipersilakan untuk memborong kebun tersebut dengan sejumlah uang. Masak sendiri, atur diri sendiri. Perusahaan hanya memberi upah berdasarkan sistem borongan yang dananya sudah dialokasikan sendiri oleh perusahaan.
Itu hanya contoh kecil. Masih banyak persoalan lain yang dihadapi oleh kaum buruh tani ini. Beberapa kali saya bertemu dengan petani yang benar-benar hanya buruh tani. Menggantung diri pada kebaikan hati majikan saja.
Para buruh tani ini sering diupah hanya dengan hasil, bukan uang. Padahal, keluarganya butuh uang kas. Tidak mungkin kan, ia berobat lalu membayar dengan padi. Atau membayar uang sekolah anak-anak dengan biji jagung.
Harapan untuk Para Buruh Tani di May Day 2023
Sepuluh tahun sudah, 1 Mei dijadikan sebagai hari libur nasional. Kita bergembira karena bisa berlibur, tak melakukan aktifitas di tempat kerja.
Namun tidaklah bagi kaum buruh tani. Mereka tak mengenal yang namanya tanggal merah atau hari libur. Sebab, hari libur adalah ketika mereka tak mendapatkan pekerjaan hari itu.
Menyedihkan, namun kita tetap harus memiliki asa. Harapan bahwa setiap tahun, selalu ada perbaikan dan kaum buruh mendapatkan perhatian yang lebih baik lagi. Tentunya termasuk kaum buruh tani.
Selamat hari Buruh Internasional ke-124: 1 Mei 1889 - 1 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H