Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rakyat NTT Itu Tidak Malas dan Tidak Bodoh

10 Maret 2023   16:59 Diperbarui: 14 Maret 2023   20:16 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kami tetap rajin belajar sekalipun gedung sekolah kami tak layak. Foto: SDN Kujowongga, Kec. Palue, Sikka, NTT (kumparan.com)

Pertama-tama, terima kasih untuk artikel dari Bang Felix Tani berjudul "Sekolah Pukul Lima Pagi dan Etos Kerja Orang NTT" yang begitu menggugah. Engkong Felix secara terbuka menyampaikan, gubernur NTT tak paham tentang etos kerja orang NTT sehingga melabeli masyarakatnya sendiri dengan kata malas, bodoh dan tidak mau maju.

Selanjutnya, saya ingin menyampaikan kepada Bapak Gubernur dan pejabat-pejabat NTT lain yang berpandangan sama. Pendapat seperti itu, sangat melukai kami. Dan tidak sesuai dengan fakta. 

Coba bapak-bapak pejabat melihat lebih jauh lagi. Apakah kemiskinan, gizi buruk dan persoalan kesejahteraan sosial yang masih rendah itu karena rakyatnya malas, bodoh dan tidak mau maju?

Saya katakan bahwa kami rakyat NTT ini tidak memalas dan tidak bodoh. Kondisi lahan yang kering tetap digarap petani dengan rajin . Petani bekerja saban hari untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

Dalam kondisi demikian, masyrakat tetap bertanam padi, jagung, singkong, dan kacang-kacangan. Sudah lama menanam tanaman umur panjang seperti mente, kemiri, kelapa dan pinang. Memelihara ternak sapi, babi dan kambing untuk dijual. Kaum ibu pun rajin menenun dan menganyam sambil memasak. 

Di beberapa tempat, ibu-ibu telah bangun pukul 04.00 wita untuk pergi mengambil air di tempat yang lumayan jauh. Coba, sesekali bapak-bapak pejabat ini pergi dan menginap beberapa malam di Pulau Pura, Alor sana. Pasti akan tahu jam berapa anggota keluarga itu bangun pagi untuk melakukan aktifitas harian mereka.

Terkait etos kerja, bapak Gubernur tak perlu meragukan kami. Sebab kami dididik untuk berjuang mengatasi gersangnya alam NTT. Tentu saja Bapak juga tahu, mengapa banyak rakyat usia produktif menjadi TKI di luar negeri. 

Mereka, para TKI itu mau pergi bekerja memetik sawit di Malaysia. Atau menjadi pembantu rumah tangga di Hongkong, Taiwan dan Singapura. Tujuan mereka satu, mengangkat derajat hidup keluarga. 

Tmeup on Atef Tah on Usif

Motto Tmeup on Atef, Tah on Usif artinya, "Bekerja seperti hamba, makan seperti raja". Motto ini telah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang kami Atoni Timor. Semboyan ini selalu disampaikan kepada kami saat anak-anak ikut serta bekerja bersama di kebun atau pergi mencari sapi di hutan.

Paling penting dari motto ini adalah bahwa orang tua kami menyatakan ini bukan sebatas bicara. Tetapi dilakukan dengan baik. Bagi orang tua, memberi contoh nyata itu akan ditiru oleh anak-anak mereka. Tak sebatas kata-kata, lalu meminta anak-anak melakukannya. Sementara orang tua boleh tidak menjalankannya.

Kami butuh solusi dari bapak pejabat ketika menghadapi pesoalan seperti ini (dok foto: Kekeringan di Kupang/Kompas/Fransiskus Pati Herin)
Kami butuh solusi dari bapak pejabat ketika menghadapi pesoalan seperti ini (dok foto: Kekeringan di Kupang/Kompas/Fransiskus Pati Herin)

Tmoni tat Mateak

Motto berikut ini, juga selalu dinasihatkan oleh orang tua kepada kami anak-anak. Tmoni tat Mateak, artinya Hidup itu Berjuang. Anak-anak kami, sekalipun belajar pada gedung sekolah yang tak layak, mereka tetap berjuang, rajin belajar. Di bawah bimbingan guru-guru yang kekurangan fasilitas. Lebih banyak mengandalkan semangat pelayanan, demi memampukan para siswa didikannya.

Bapak Gubernur yang baik. Sekalipun anak-anak sekolah masuk pukul 07.00 wita, bukan berarti mereka bangun pada pukul 06.30. Minimal, mereka bangun pukul 05.00 wita. Sebab mereka harus bekerja membantu orang tua terlebih dahulu. 

Yang anak gadis, bekerja membantu ibu di dapur. Ikut menyiapkan sarapan pagi keluarga. Yang laki-laki, memberi makan pada ternak dan membantu ayah menyiapkan kendaraan jika ada. Juga menyiram tanaman atau menyapu halaman rumah. 

Jadi anak-anak kami tetap harus bekerja di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Mereka tidak bangun lalu tinggal menikmati sarapan yang tersedia untuk kemudian di antar pakai mobil. Jika ada seperti itu, mungkin hanya anak-anak 'sultan' di NTT kita. Tapi hanya sedikit Bapak.

Reformasi birokrasi di NTT hanya bisa dilakukan dengan masuk jam 05.30 dan pulang pukul 16.00 wita? (dok foto: kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)
Reformasi birokrasi di NTT hanya bisa dilakukan dengan masuk jam 05.30 dan pulang pukul 16.00 wita? (dok foto: kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)

Mohon Perhatikan Persoalan Mendasar

Bapak Gubernur yang baik. Usulan dari rakyatmu, juga mereka yang peduli dengan NTT perlu diterima dengan tangan terbuka. Banyak pengusul meminta bapak untuk tidak usah mengobok-obok sistem yang sudah berjalan normal. Cukuplah fokus  mengatasi stunting yang tetap tidak move on dari NTT sekalipun secara statistik, ada perubahan persentase.

Tolong juga, bapak dan jajaran dinas P dan K supaya memperhatikan fasilitas gedung sekolah di NTT yang tak layak disebut sebagai sekolah. Juga memperhatikan fasilitas pendukung dan kesejahteraan para guru di NTT. 

Bapak tolong tanya guru-guru di sekolah yang ada, bagaimana dengan pembayaran gaji guru-guru honorer di sekolah? Sering terlambat atau tidak? Tetapi tanya secara rahasia ya bapak. Pasti bapak gubernur menemukan ada keterlambatan-keterlambatan pembayaran honor mereka.

Cukup dua persoalan utama ini dulu bapak Gubernur. Step by step, memperbaiki Kesehatan dan fasilitas Pendidikan kita. NTT itu berkat, rakyat itu anugerah. Bapak maju di DPR dan gubernur juga karena dukungan rakyat. 

Terima kasih Bang FT. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun