Beberapa petani terlihat tetap aktif menggarap sawah mereka. Tak terpengaruh dengan gedung-gedung besar nan tinggi. Tampak beberapa petak sawah seperti dikepung. Oleh gedung dan lalu lalangnya kendaraan.Â
Kondisi seperti ini, terlihat di sekitar GOR Oepoi dan Taman Budaya Gerson Poyk. Lalu bersambung hingga kantor Pengadilan Agama Kelas 1A Kupang dan Polisi Militer.Â
Areal Oepoi Kota Kupang ini masih menyisakan aktivitas pertanian. Luas lahannya tak seberapa lagi. Sekira 3 hingga 5 hektar jika ditotalkan.Â
Aktivitas petani yang berada persis di belakang FLOBAMORA Mall ini mengikuti pergantian musim. Saat musim penghujan, mereka akan mengolah lahan menjadi sawah. Lalu bertanam sayuran setelah panen padi.
Saya seringkali melewati areal itu. Hanya untuk melihat pemandangan pertanian di tengah kita. Juga mencium aroma lumpur sawah, atau bau khas padi saat menguning.Â
Dahulu, daerah ini merupakan areal persawahan. Termasuk lahan yang kini telah berubah fungsi menjadi mal dan perkantoran. Perkembangan kota, telah menggusur lahan pertanian produktif.Â
Kondisi yang terpaksa harus diterima karena desakan pembangunan kota. Butuh lahan untuk pemukiman penduduk kota. Juga untuk melakukan berbagai aktivitas. Kantor, perdagangan, sekolah, dan aktivitas olahraga bagi warga kota.
Di areal ini, juga masih ditemukan adanya mesin penggilingan padi. Tak hanya melayani padi dari sawah sekitar tetapi setiap orang dapat memanfaatkan penggilangan apabila memiliki gabah.Â
Sayuran yang sering ditanam pada musim kemarau adalah kangkung. Sayuran ini ditanam dalam luas lahan yang cukup besar. Dalam skala bisnis.
Petani tak perlu memikirkan pemasarannya. Sebab setiap saat, pemborong datang untuk membeli ketika tiba saatnya untuk panen. Batang kangkung pun sangat laku, sebab dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Air di sekitar diperoleh dari saluran got yang memang berfungsi dengan baik. Sayangnya, air di sini sangat berlimpah di musim hujan. Tetapi sangat sedikit di musim kemarau.Â
Pembangunan. Di satu pihak, pastinya bermanfaat. Namun di lain sisi, menimbulkan persoalan. Tinggal mengkaji untuk memilih, mana yang manfaatnya lebih besar, itulah yang diambil.Â
Salah satu contoh, lahan produktif yang diandalkan untuk pertanian semakin berkurang. Kegiatan pertanian kemudian bergeser, menggarap lahan-lahan yang tidak produktif.Â
Akibatnya, memerlukan input yang sangat besar. Teknologi pertanian. Juga biaya-biaya yang lebih banyak untuk membeli pupuk atau pestisida.Â
Lahan yang tak produktif ini pun sulit untuk digenjot agar mencapai target luas panen seperti yang sering ditargetkan oleh pemerintah.Â
Sampai panen saja sangat bersyukur. Sebab ada saja yang gagal panen. Akibat kurangnya hujan atau karena serangan hama dan penyakit yang tak dapat ditanggulangi.Â
Sampai Kapan Mereka Bertahan?
Seringkali saya bertanya, sampai kapan mereka akan bertahan. Bertani di tengah kota. Di sekeliling gedung besar dan lalu lalangnya kendaraan di pinggir sawah.
Waktu nampaknya akan menjawab semua ini. Seiring berlalunya waktu, akan ada banyak kebutuhan. Untuk pemukiman dan perkantoran.
Sanggupkah para pemilik mempertahankan lahan pertanian mereka? Bisa jadi sanggup atau tidak sanggup.
Harga tanah yang semakin tinggi, bisa jadi menjadi penggoda. Pemilik setuju untum menjual tanahnya pada pembeli dengan harga yang sangat tinggi.Â
Lalu mereka pergi, membeli lahan pertanian baru untuk bertani di tenpat lain. Tetapi bisa jadi mereka banting profesi. Dari petani menjadi pebisnis setelah memiliki modal dari hasik menjual lahannya.
Dan tentunya lahan pertanian produktif akan tetap berkurang. Berubah menjadi gedung-gedung besar nan tinggi.Â
Ya, harga yang harus dibayar ketika menginginkan pembangunan kota yang lebih besar dan ramai.Â
Tak mengherankan, jika nama suatu daerah banyak yang berkaitan dengan aktivitas pertanian. Namun kita tak menemukannya di situ. Misalnya saja ada kampung sawah, kebun kopi, dan sebagainya.Â
Saya pribadi, masih berharap para petani ini masih mampu mempertahankan lahan produktifnya. Untuk bertanam padi dan sayur-mayur. Sepertinya tenteram saat berada di tengah sawah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H