Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rendahnya Harga Getah Karet Petani, Siapa Peduli?

1 Februari 2023   12:05 Diperbarui: 2 Februari 2023   04:00 2540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga getah karet hari ini turun lagi pak. Satu kilonya hanya 5.200 rupiah. Demikian sahabat saya mengirimkan nota penimbangan getah karetnya via WhatsApp. Turunnya lumayan banyak, 500 rupiah dibandingkan penimbangan sebelumnya, Rp 5.700 untuk setiap kilogram getah karetnya.

Saya membalas WA sahabat saya tadi, menanyakan apa yang menjadi alasan pengepul mematok harga demikian, menurun sebesar 9 persen daripada harga minggu lalu. Alasannya masih saja berkaitan dengan apa yang selama ini menjadi persoalan dasar para petani.

Jawaban pertama, harga tersebut diturunkan oleh pedagang di atasnya sehingga disesuaikan hingga ke tingkat petani karet. 

Alasan kedua, getah karena masih menumpuk di pedagang pengumpul besar. Dan alasan ketiga, kadar air getah karet petani masih tinggi plus kotor.

Menanggapi rendahnya harga getah karet tersebut, maka sebagian besar sahabat tani saya di dusun Bukit Jambi, Gunung Katun memilih untuk menghentikan sementara kegiatan menyadap karetnya. Fokus kepada kegiatan lain yang bisa mendatangkan uang, demi menjaga asap dapur rumahnya tetap mengepul.

Jika harga sepanjang tahun 2022 berfluktuasi antara Rp 6.000 hingga Rp 9.000 per kilogramnya, maka sejak akhir Desember 2022 hingga akhir Januari 2023 ini, harga getah karet di tingkat petani tak beranjak dari Rp 5.000-an. Bahkan bergerak turun dari Rp 5.700 ke Rp 5.200. Mudah-mudahan tak turun lagi hingga Rp 4.000-an.

Beruntunglah, sahabat saya tadi memiliki semangat juang yang tinggi. Dengan usia yang baru menginjak kepala tiga, ia mampu bekerja serabutan. Tetap semangat untuk menghidupi keluarga kecilnya. Kadang membantu menebang pohon, memutil buah kopi, atau membersihkan lahan orang. Sementara sang isteri mengelola kios kecil di rumah sambil bertanam sayuran untuk dikonsumsi sendiri.

Nota harga karet per akhir Januari 2023 di Bukit Jambi (dokumentasi pribadi)
Nota harga karet per akhir Januari 2023 di Bukit Jambi (dokumentasi pribadi)

Persoalan Getah Karet di Tingkat Petani

Karet rakyat, merupakan salah satu komoditas unggulan petani. Dengan menyadap karet secara reguler, petani bisa mendapatkan pemasukan satu hingga dua kali per minggu. Kecuali di saat daun karet gugur hingga muncul pucuk-pucuk baru, petani akan mengistirahatkannya. Lebih kurang selama 2 bulan, lalu kembali melakukan penderesan.

Di Bukit Jambi, aktivitas menderes karet dilakukan oleh pria dan wanita. Bahkan, para ibu bergerak begitu lincah menorehkan pisau deres pada kulit karet tanpa melukai kayu pohon karet. Juga dengan gesit, mengumpulkan hasil getah dalam nampan untuk dibawa ke rumah.

Beberapa pria dan wanita, juga menjadi buruh dengan menderes karet milik orang lain dengan sistem paruhan. Hasil getah karet, dibagi dua. Satu bagian untuk tuan kebun dan satu bagian lainnya untuk upah penderes.

Berkunjung ke sesama petani untuk mencoba beberapa koagulan dan mendiskusikan koagulan getah mana yang bisa dipakai (dokumentasi pribadi)
Berkunjung ke sesama petani untuk mencoba beberapa koagulan dan mendiskusikan koagulan getah mana yang bisa dipakai (dokumentasi pribadi)

Sekalipun sudah terbiasa melakukan penderesan, ada beberapa persoalan klasik yang dihadapi oleh para petani. Tentu saja, berpengaruh terhadap kualitas dan harga getah karet. Dari hasil diskusi dengan sahabat petani karet Bukit Jambi, ada 4 hal pokok yang menjadi persoalan petani karet di sana.

1. Getah karetnya kotor

Pengalaman berkunjung ke beberapa kebun karet petani, ternyata kulit-kulit karet yang disadap banyak yang masuk ke mangkok penampungan getah dan dibiarkan saja. Ada pula getah karet yang tidak jatuh ke tanah.

Pada waktu petani mengambil cairan getah karet yang ada di tanah, terambil pula debu, kerikil, daun dan ranting yang melekat. Akibatnya, kualitas getah karet yang dibawa ke penimbangan atau pengepul menjadi menurun. Dan pengepul pasti akan memotong berat getah karet dalam keadaan demikian.

Jika tidak mau dipotong, berarti petani harus membawanya kembali ke rumah, atau pergi menjualnya di tempat lain. Sementara, mereka sedang membutuhkan sejumlah uang kas untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga. Karenanya, petani pasrah saja ketika bobot karetnya dipotong.

Seorang ibu sedang menyadap karet miliknya di pagi hari sebelum melakukan aktivitas lainnya (dokumentasi pribadi)
Seorang ibu sedang menyadap karet miliknya di pagi hari sebelum melakukan aktivitas lainnya (dokumentasi pribadi)

2. Memiliki kadar air tinggi

Selain kotor, kadar air juga berpengaruh terhadap harga. Di tingkat petani, getah karet yang baru diambil dan digumpalkan langsung dibawa dan ditimbang ke pengepul yang ada di sekitar kampung.

Datang dengan membawa karet yang airnya banyak. Bahkan masih mengalir di timbangan ketika melakukan proses penimbangan. Lagi-lagi, melihat kondisi ini maka pengepul mengambil kebijakan untuk memotong bobot getah milik petani.

Di level petani, masih kesulitan untuk menerapkan yang namanya Kadar Kering Karet (K3). Padahal, perbandingan harga getah karet yang telah disimpan seminggu lebih, harganya lebih mahal. Namun petani di sini masih belum tertarik untuk melakukannya. Ada kekhawatiran, semakin disimpan maka bobot karetnya akan semakin sedikit.

3. Bayar di depan

Salah satu faktor yang membuat petani untuk tidak menjual hasil karetnya ke pengepul lain dengan harga yang lebih tinggi, adalah terkait dengan peminjaman uang. 

Petani sering mengambul peralatan dari pengepul. Juga mendapatkan keunggulan semisal asam semut (asamformat), tawas dan cuka (asam asetat) yang disediakan oleh pengepul. Bayarnya, saat penimbangan karet.

Tak hanya itu. Ketika petani karet memerlukan sejumlah uang untuk kebutuhan dalam keluarga, pengepul dapat memberikan semacam pinjaman dengan jaminan hasil karetnya bakal disetor ke pengepul.

Jadinya, hasil timbangan hari ini untuk membayar utang pada waktu lalu. Dan pulang dengan meminjam sejumlah uang untuk kebutuhan lain. Demikian, proses ini mengikat petani dan pengepul dalam melakukan transaksi jual beli hasil getah karet.

4. Rendahnya perawatan pohon

Karet rakyat jarang dirawat. Paling tinggi, melakukan pembersihan rerumputan dan semak liar dengan menyewa tukang potong rumput atau menyemprot area kebun dengan herbisida.

Penyadapan karet juga sering terlalu dalam, hingga melukai kayu karet. Akibatnya, memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh dan dilakukan pengulangan penyadapan.

Pohon karet memerlukan waktu lama ketika penderes terlalu dalam menderes sampai kayunya (dokumentasi pribadi)
Pohon karet memerlukan waktu lama ketika penderes terlalu dalam menderes sampai kayunya (dokumentasi pribadi)

Beberapa petani telah memupuk kebun karetnya dengan pupuk kimia sekali setahun. Namun pupuk ini pun langka, manakala dicari. Di sisi lain, penggunaan pupuk organik, pembuatan rorak di sekitar tanaman jarang dilakukan.

Petani juga masih sering memaksa menderes pohon karetnya di saat gugurnya daun dan munculnya pucuk-pucuk muda. Sekalipun sedikit getah, mereka tetap menyadap pohonnya. Sebab, pohon maret menjadi sandaran utama ekonomi keluarga. Paling tidak, bisa mendapatkan pemasukan setiap minggu dari hari menjual getah karetnya.

Demikian beberapa persoalan klasik dari petani karet. Terlihat dan terbaca dengan jelas, namun tak gampang pula untuk mengatasinya. Butuh kemauan tinggi untuk mengubahnya. Tak hanya oleh petani, tetapi melibatkan komponen penting lainnya, pembeli karet dan pemerintah daerah setempat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun