Harga getah karet hari ini turun lagi pak. Satu kilonya hanya 5.200 rupiah. Demikian sahabat saya mengirimkan nota penimbangan getah karetnya via WhatsApp. Turunnya lumayan banyak, 500 rupiah dibandingkan penimbangan sebelumnya, Rp 5.700 untuk setiap kilogram getah karetnya.
Saya membalas WA sahabat saya tadi, menanyakan apa yang menjadi alasan pengepul mematok harga demikian, menurun sebesar 9 persen daripada harga minggu lalu. Alasannya masih saja berkaitan dengan apa yang selama ini menjadi persoalan dasar para petani.
Jawaban pertama, harga tersebut diturunkan oleh pedagang di atasnya sehingga disesuaikan hingga ke tingkat petani karet.Â
Alasan kedua, getah karena masih menumpuk di pedagang pengumpul besar. Dan alasan ketiga, kadar air getah karet petani masih tinggi plus kotor.
Menanggapi rendahnya harga getah karet tersebut, maka sebagian besar sahabat tani saya di dusun Bukit Jambi, Gunung Katun memilih untuk menghentikan sementara kegiatan menyadap karetnya. Fokus kepada kegiatan lain yang bisa mendatangkan uang, demi menjaga asap dapur rumahnya tetap mengepul.
Jika harga sepanjang tahun 2022 berfluktuasi antara Rp 6.000 hingga Rp 9.000 per kilogramnya, maka sejak akhir Desember 2022 hingga akhir Januari 2023 ini, harga getah karet di tingkat petani tak beranjak dari Rp 5.000-an. Bahkan bergerak turun dari Rp 5.700 ke Rp 5.200. Mudah-mudahan tak turun lagi hingga Rp 4.000-an.
Beruntunglah, sahabat saya tadi memiliki semangat juang yang tinggi. Dengan usia yang baru menginjak kepala tiga, ia mampu bekerja serabutan. Tetap semangat untuk menghidupi keluarga kecilnya. Kadang membantu menebang pohon, memutil buah kopi, atau membersihkan lahan orang. Sementara sang isteri mengelola kios kecil di rumah sambil bertanam sayuran untuk dikonsumsi sendiri.
Persoalan Getah Karet di Tingkat Petani
Karet rakyat, merupakan salah satu komoditas unggulan petani. Dengan menyadap karet secara reguler, petani bisa mendapatkan pemasukan satu hingga dua kali per minggu. Kecuali di saat daun karet gugur hingga muncul pucuk-pucuk baru, petani akan mengistirahatkannya. Lebih kurang selama 2 bulan, lalu kembali melakukan penderesan.
Di Bukit Jambi, aktivitas menderes karet dilakukan oleh pria dan wanita. Bahkan, para ibu bergerak begitu lincah menorehkan pisau deres pada kulit karet tanpa melukai kayu pohon karet. Juga dengan gesit, mengumpulkan hasil getah dalam nampan untuk dibawa ke rumah.