Terdengar musik bertalu-talu, berpadu padan dengan dendang seorang wanita paruh baya. Rombongan musik ini duduk di atas sebuah panggung sederhana. Di hadapan mereka, Â sekelompok pemuda dan bapak-bapak yang melakukan atraksi kuda kepang alias Jaranan Kepang.
Seorang bapak yang berada dalam group ini terlihat kesurupan. Mendapatkan kekuatan supranatura yang nampaknya bakal menolak atau melawan ketika yang bersangkutan berada dalam kondisi normal. Mengaduh kesakitan saat dipecut dan ogah memakan arang atau beling.
Semua atraksi ini, di bawah kendali seorang pawang. Dialah yang bertanggung jawab untuk menghentikan sesuatu tindakan yang menurutnya, telah berada di atas batas dan bisa mencelakai orang yang kesurupan tadi. Masyarakat menamakannya, 'mabuk'.
Sajian atraksi Kuda Kepang ini, masih mendapatkan tempat di hati masyarakat Lampung. Termasuk masyarakat Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan. Tak pernah sepi penonton. Pria dan wanita, tua dan muda, remaja dan anak kecil terlihat memadati lapangan atraksi ini.
Mereka sepertinya sudah terbiasa menonton orang dipecut, adu kekuatan, makan arang bernyala, atau meronta-ronta akibat kesurupan. Dan tidak khawatir bakal ikut kesurupan juga.
Hari Minggu (22 Januari 2023), saya berkesempatan untuk menikmati secara langsung atraksi Jaranan Kepang, berlokasi di dusun Semoga Jaya, Kampung Gunung Katun, Baradatu. Layaknya acara-acara masyarakat, atraksi ini termasuk ramai.
Selain panggung lengkap dengan sound system dan para pemain, beberapa umbul-umbul nampak ditancapkan di sekeliling lokasi. Belasan pedagang kecil tak mau ketinggalan. Mereka memanfaatkan keramaian pengunjung. Berbagai pangan tradisional, buah lokal dan mainan anak mendominasi jajanan di sekitar lokasi atraksi jaranan ini.
Sementara di dapur, kelompok ibu-ibu sibuk memasak dan menyediakan makanan siap santap bagi seluruh anggota rombongan. Menurut Bapak Toni selaku ketua penyelenggara, para pemain tidak boleh dibiarkan lapar. Jadi makanan dan minuman harus siap saji di tempatnya sehingga setiap pemain yang ingin makan, segera menuntaskan hasratnya.
Atraksi Jaran yang Masih Diminati Masyarakat
Kuda Kepang, merupakan sebutan lain untuk Kuda Lumping. Demikian menurut informasi dari Bapak Eko. Beliau adalah salah satu aparat Kampung Gunung Katun yang telah menjadi pembina kesenian atraksi Kuda Kepang sejak tahun 2018 silam.
Tarian ini merupakan bagian dari pagelaran Tari Reog yang fenomenal itu. Ditarikan dalam beberapa bagian, dengan para pemain yang berbeda-beda. Namun yang paling sering menyedot perhatian adalah bagian yang mana seseorang kesurupan, memakan beling dan dipecut tanpa merasa sakit sedikit pun. (Paguyuban Kuda Kepang di Lampung, mulai dibina seperti vidio singkat YouTube berikut ini).
Konon, Jaranan Kepang merupakan atraksi tarian kesurupan. Namun versi lain yang diceritakan pada legenda Reog abad ke-11 menyebutkan, tarian ini menggambarkan pasukan pemuda cantik bergelar Jathil. Ia menunggang kuda putih yang memiliki rambut, ekor, dan sayap emas. Dengan kuda supernya ini, ia maju membantu pertempuran Kerajaan Bantarangin. Lawannya adalah pasukan penunggang babi hutan dari Kerajaan Lodaya. Demikian dilansir oleh id.wikipedia.org.
Apapun itu, atraksi ini melambangkan keberanian. Menjalankan tanggung jawab hingga tuntas, sekalipun itu berdampak bagi dirinya. Juga terbangunnya saling percaya di antara sesama tim. Perisitwa-peristiwa yang terjadi selama atraksi, tak dilanjutkan dalam pergaulan mereka setelah selesai atraksi. Semua kembali normal.
Melestarikan Warisan Leluhur Lewat Atraksi Terjadwal
Kesenian tradisional yang masih bertahan hidup hingga sekarang, kebanyakan diwariskan secara turun-temurun. Bertahan melalui paguyuban yang mana calon-calon pemain direkrut dari orang di sekitar, baik sebagai pemain musik, maupun pelaku atraksi. Â Biasanya atraksi ini ditanggap oleh orang yang memiliki hajatan.
Orang yang terlibat di dalamnya, tak terjadi secara spontan. Tetapi menjadi anggota yang harus berlatih dan melakoni beberapa hal yang menjadi peraturan di dalam payuguban Jaran Kepang ini.
Di lain pihak, mengingat bahwa kesenian tradisional yang masih hidup perlu dilestarikan, maka pemerintah setempat juga ingin berkontribusi dalam upaya melestarikannya. Diantaranya mendorong generasi muda untuk memperdalamnya, juga mendampingi dan membina paguyuban yang sudah dibentuk oleh masyarakatnya.
Kampung Gunung Katun pun demikian. Berkomitmen untuk melestarikan warisan leluhur yang masih ada di masyarakat. Diantaranya, membina kaum muda seperti Karang Taruna untuk mendalami kesenian yang hidup dan berkembang di daerahnya.
Secara bergantian, atraksi ini digelar di dusun yang ada di Gunung Katun. Saat ini, ada 4 dusun yang bergabung untuk secara bergantian menyelenggarakan Jaranan Kepang. Semua masyarakat, akan diundang untuk datang dan menyaksikan atraksi dimaksud. Dimulai dari pagi hingga malam hari.
Pemilihan hari, disesuaikan dengan perkiraan waktu dimana banyak orang bisa hadir. Biasanya di hari minggu, atau hari-hari libur nasional lain yang tidak mengganggu aktifitas keseharian masyarakat.
Kegiatan ini, didanai secara sukarela oleh masyarakat dan pemerintah kampung setempat. Termasuk komponen lain yang ingin berkontribusi. Biaya-biaya ini, dialokasikan untuk rombongan Paguyuban, konsumsi dan pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan biaya.
Semoga Jaranan Kepang dan kesenian tradisional lainnya yang masih bertahan di masyarakat, dapat dilestarikan sehingga tetap bertahan. Memperkaya khasanah budaya Nusantara yang unik di mata dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H