Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Minus di Balik Gunungan Sampah dan Banjir

30 Desember 2022   05:28 Diperbarui: 30 Desember 2022   16:23 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prokasih, dapatkah kali menjadi bersih dan bermanfaat untuk kepentingan lain di jantung kota? (dok foto: atmago.com)

Setiap pergantian musim, kita selalu ribut dan mengeluh. Musim kemarau, ribut karena kebakaran dan kesulitan air bersih. Lalu datanglah musim hujan. Kita mulai ribut lagi soal banjir. Jalanan macet dan mendadak menjadi sungai. Saluran got tak berfungsi. Sungai meluap karena terhadang gunungan sampah. Banjir...banjir...banjir...!

Banjir selalu hadir di musim hujan. Namun kita seolah tak pernah serius memikirkan bagaimana mengatasi persoalan klasik ini. Yang lebih nampak adalah aksi memberi pertolongan bagi para korban. Membuka Posko bantuan bencana. Mengumpulkan makanan, pakaian, obat-obatan dan mendistribusikannya bagi korban.

Ya, banyak orang pun tampil menjadi pahlawan. Tak mau sebagai pahlawan tak dikenal alias bergerak di balik layar, melainkan ingin agar dikenal oleh publik. Sekardus mie instan, bisa menjadi berita di berbagai media.

Beberapa penguasa dan pembuat kebijakan, terlihat turun tangan. Menggunakan life jacket untuk ikut mengevakuasi penduduk, sekalipun sudah ada tim Basarnas dan tim evakuator mandiri ala penduduk setempat.

Mampir bersama jurnalis, mewawancarai pengungsi yang bertumpuk di balai desa, tempat ibadah, dan lokasi aman lainnya. Menjanjikan bantuan, lalu pulang. Meninggalkan harapan bagi penduduk, entah kapan bakal terealisir. Pemberi janji pulang, singgah santap siang di restoran berkelas. Sementara, pengungsi mengenyangkan perut mereka dengan sebungkus mie instan. Ah, semoga tak ada PHP.

Pejabat DKI memberi bantuan pada korban bencana banjir, lengkap dengan konperensi pers (dok foto: ppid via rm.id)
Pejabat DKI memberi bantuan pada korban bencana banjir, lengkap dengan konperensi pers (dok foto: ppid via rm.id)

Lantas, salahkah? Tentu tidak. Sekali lagi, tidak salah. Hanya saja kita memang lebih suka menyibukkan diri saat sesuatu sudah terjadi, daripada sibuk untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya banjir.

Mari Menyalahkan Perilaku Minus Kita

Banjir di jalan dan pemukiman. Siapakah yang harus disalahkan? Tak perlu menuding jauh-jauh dulu. Bahwa ada pembalakan liar yang tak terkontrol di lereng-lereng gunung, bukit dan hulu sungai.

Mari mencoba melihat di sekitar kita. Jangan-jangan sumber persoalan utamanya ada di sini. Hal utama yang menyebabkan banjir di musim hujan, tidak lain adalah perilaku minus kita. Di pemukiman kita dan jalan, orang membuang sampah sembarangan.

Masyarakat membantu korban banjir tanpa publikasi dan konperensi pers (dok foto: sapadunia.com)
Masyarakat membantu korban banjir tanpa publikasi dan konperensi pers (dok foto: sapadunia.com)

Lebih spesifik lagi, di lingkungan dimana saya tinggal. Orang-orang seenaknya membuang sampah di pinggir jalan. Bahkan, sama sekali tak memiliki etika. Membuang sampah rumah tangganya di lingkungan orang lain.

Lalu datanglah anjing-anjing liar, mencabik-cabik kantong kresek dan karung sampah. Digigit-gigitnya softex dan pempers bekas. Berhamburan dan menimbulkan aroma tak sedap. Apalagi sesekali disertakan buangan bangkai hewan.

Yang ketiban sial, adalah orang yang berada di sekitar itu. Setiap hari harus menyingkirkan sampah-sampah itu yang mana dilakukan dengan cara dibakar. Namun sampah-sampah ini tak mempan dibakar di musim hujan seperti ini. Alhasil, sampah buangan orang tak bertanggung jawab ini pun teronggok dan disobek-sobek oleh anjing dan kucing yangberkeliaran di sekitarnya.

Sampah-sampah ini pun berserakan di sepanjang jalur got. Padahal, got berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke sungai lalu dibawa ke laut lepas. Tak perlu antri, tetapi beriringan mulus tanpa hambatan.

Sayangnya, sampah-sampah ini ogah digeser dan digusur oleh air hujan yang telah masuk ke got. Akibatnya, air yang sudah masuk got keluar kembali meluber kemana-mana. Termasuk ke jalan raya.

Perilaku minus warga Kota Kupang membuang sampah sembarangan sekalipun sudah dilarang (dok foto: Fransiskus Pati Herin/kompas.id)
Perilaku minus warga Kota Kupang membuang sampah sembarangan sekalipun sudah dilarang (dok foto: Fransiskus Pati Herin/kompas.id)

Masalah pun datang. Jalan raya berubah menjadi sungai. Kedalamannya bisa setinggi tumit, betis, lutut bahkan sepinggang orang dewasa. Sampai membuat kendaraan terjebak di dalamnya. Maju tak mau, apalagi mundur.

Tak hanya itu. Mari kita amati lagi. Banyak jalan tak punya drainase. Jikapun ada, drainasenya buntu. Sudah buntu, tersumbat pula sama sampah-sampah plastik. Kantung kresek, botol bekas aneka minuman, buangan beling.

Di pemukiman, beberapa rumah tangga malahan memblokir pinggir jalan raya dengan dua-tiga susunan batako. Tujuannya, agar air hujan meluber ke jalan raya dan seketika, jalan raya mendadak menjadi sungai di pemukiman.

Ini semua, berkaitan dengan perilaku kita sehari-hari. Pelajaran atau teori, boleh bertentangan di praktik. Anak-anak sekolah, tentunya belajar tentang bagaimana memberlakukan sampah dengan baik dan benar. Sayangnya, mereka termasuk penyumbang sampah plastik saat berjalan kaki pulang dari sekolah.

Prokasih, dapatkah kali menjadi bersih dan bermanfaat untuk kepentingan lain di jantung kota? (dok foto: atmago.com)
Prokasih, dapatkah kali menjadi bersih dan bermanfaat untuk kepentingan lain di jantung kota? (dok foto: atmago.com)

Jika perilaku kita tidak berubah, maka jangan berharap bahwa banjir dan gunungan sampah di musim hujan bakal berakhir dengan sendirinya. Tetapi jika semua orang mulai sadar, maka perlahan tetapi pasti akan ada perubahan. Kota menjadi bersih dari sampah. Got tidak tersumbat di musim hujan, dan banjir   berupa air mengalir melalui jalannya, masuk ke sungai lalu berakhir di laut lepas, tanpa mengikutsertakan sampah ke sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun