Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Minus di Balik Gunungan Sampah dan Banjir

30 Desember 2022   05:28 Diperbarui: 30 Desember 2022   16:23 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih spesifik lagi, di lingkungan dimana saya tinggal. Orang-orang seenaknya membuang sampah di pinggir jalan. Bahkan, sama sekali tak memiliki etika. Membuang sampah rumah tangganya di lingkungan orang lain.

Lalu datanglah anjing-anjing liar, mencabik-cabik kantong kresek dan karung sampah. Digigit-gigitnya softex dan pempers bekas. Berhamburan dan menimbulkan aroma tak sedap. Apalagi sesekali disertakan buangan bangkai hewan.

Yang ketiban sial, adalah orang yang berada di sekitar itu. Setiap hari harus menyingkirkan sampah-sampah itu yang mana dilakukan dengan cara dibakar. Namun sampah-sampah ini tak mempan dibakar di musim hujan seperti ini. Alhasil, sampah buangan orang tak bertanggung jawab ini pun teronggok dan disobek-sobek oleh anjing dan kucing yangberkeliaran di sekitarnya.

Sampah-sampah ini pun berserakan di sepanjang jalur got. Padahal, got berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke sungai lalu dibawa ke laut lepas. Tak perlu antri, tetapi beriringan mulus tanpa hambatan.

Sayangnya, sampah-sampah ini ogah digeser dan digusur oleh air hujan yang telah masuk ke got. Akibatnya, air yang sudah masuk got keluar kembali meluber kemana-mana. Termasuk ke jalan raya.

Perilaku minus warga Kota Kupang membuang sampah sembarangan sekalipun sudah dilarang (dok foto: Fransiskus Pati Herin/kompas.id)
Perilaku minus warga Kota Kupang membuang sampah sembarangan sekalipun sudah dilarang (dok foto: Fransiskus Pati Herin/kompas.id)

Masalah pun datang. Jalan raya berubah menjadi sungai. Kedalamannya bisa setinggi tumit, betis, lutut bahkan sepinggang orang dewasa. Sampai membuat kendaraan terjebak di dalamnya. Maju tak mau, apalagi mundur.

Tak hanya itu. Mari kita amati lagi. Banyak jalan tak punya drainase. Jikapun ada, drainasenya buntu. Sudah buntu, tersumbat pula sama sampah-sampah plastik. Kantung kresek, botol bekas aneka minuman, buangan beling.

Di pemukiman, beberapa rumah tangga malahan memblokir pinggir jalan raya dengan dua-tiga susunan batako. Tujuannya, agar air hujan meluber ke jalan raya dan seketika, jalan raya mendadak menjadi sungai di pemukiman.

Ini semua, berkaitan dengan perilaku kita sehari-hari. Pelajaran atau teori, boleh bertentangan di praktik. Anak-anak sekolah, tentunya belajar tentang bagaimana memberlakukan sampah dengan baik dan benar. Sayangnya, mereka termasuk penyumbang sampah plastik saat berjalan kaki pulang dari sekolah.

Prokasih, dapatkah kali menjadi bersih dan bermanfaat untuk kepentingan lain di jantung kota? (dok foto: atmago.com)
Prokasih, dapatkah kali menjadi bersih dan bermanfaat untuk kepentingan lain di jantung kota? (dok foto: atmago.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun