Tabebuya atau Handroanthus chritrichus kini menjadi ikon Kota Surabaya selain lambang buaya dan hiu putih yang saling beradu kekuatan nan fenomenal itu. Sepanjang jalan Kota Surabaya penuh dengan aneka bunga Tabebuya: putih, pink, kuning, merah dan ungu.
Banyak orang selalu menyempatkan diri untuk ber-swafoto, ketika Tabebuya bersemi. Bagi yang tidak sempat, dapat menikmatinya via unggahan video pendek atau foto-foto nan indah dari sahabat di media sosial. Bagi yang ingin berfoto langsung, bisa datang ke sana ketika bersemi di musim kemarau.
Berita lebih bervariatif, dapat ditonton di youtube dan juga dibaca pada media tertentu. Kompas.com menurunkan berita mekarnya Tabebuya di Surabaya  (2/9/2022) lengkap dengan jumlah pohon yang telah berhasil ditanam di Surabaya sejak tahun 2010.
Ternyata Pemkot Surabaya telah menanam 16.263 pohon Tabebuya seperti yang disampaikan oleh Kepala DLH Kota Surabaya, Agus Hebi Djuantoro melalui Kompas.com. Dari jumlah pohon yang ditanam, 70 persennya atau 11.392 pohon berwarna putih dan pink. Diikuti warna kuning sebanyak 4.609 pohon (28 persen). Sementara 2 persennya berwarna merah (162 pohon) dan ungu (100 pohon).
Tabebuya Mekar di Nusa Cendana
Lalu, adakah Tabebuya ditanam di tempat lain? Tentu saja ada. Di Timor berjulukan Nusa Cendana ini pun kini sudah menanam pohon Tabebuya setelah bunga ini viral di Surabaya. Pemkot mulai menanamnya di tepi jalan dan taman-taman perkantoran. Bahkan warga pun menjadikan tanaman ini sebagai salah satu koleksi tanaman hias di pekarangan rumahnya.
Masih dalam jumlah kecil, tetapi sudah ada. Di Kota Kupang, di sekitar perkantoran gubernur dan sudah ditanam, dan telah mekar beberapa kali. Paling banyak di Universitas Timor (Unimor) Kota Kefamenanu.
Dari beberapa warna bunga Tabebuya, mayoritas warga menanam warna kuning. Koleksi saya 4 pohon yang belum berbunga ini pun berwarna kuning, pemberian dari tetangga yang baik hati.
Asal Tabebuya
Nama Tabebuya ternyata telah digunakan sejak tahun 1838 oleh Augustin Pyramus de Candolle untuk pohon berdaun majemuk sederhana yang tumbuh di hutan Amazon, Brazil. Informasi ini dapat dibaca pada beberapa literatur, termasuk dalam dailysia.com.
Bunga yang  mirip bunga Sakura di Jepang ini memang memiliki keunikan. Pohon ini memiliki daun yang lancip dan kaku, selain berdaun majemuk sederhana.
Setangkai daun Tabebuya tersusun oleh beberapa lembar daun dengan jumlah yang ganjil. Jika kita mengamati, ada yang tersusun dari 5 lembar. Namun mayoritasnya berjumlah 7 helai daun dalam satu tangkai.
Keunikan yang paling diburu untuk dikoleksi, atau sekedar mengambil foto diri adalah bunganya yang indah. Sekali mekar, bunga terlihat mendominasi pohon. Seolah-olah tak ada lagi bagian lain selain bunganya. Bayangkan, jika pohon-pohon tersebut ditanam berbaris, kiri dan kanan jalan raya. Saat mekar, tempatnya menjadi taman bunga nan indah.
Sekali mekar, ribuan bunga akan tersembul di semua ranting pohon Tabebuya. Namun ternyata bunganya tak bertahan lama. Selang beberapa hari kemudian, bunga nan indah ini akan gugur dan berserakan di tanah.Â
Manfaat Tabebuya
Manfaat Tabebuya yang pertama, terkait dengan keindahan. Banyak orang menjadi nyaman dan merasa segar, ketika memandang mekarnya bunga Tabebuya.
Selain membuat adem, bunga Tabebuya ternyata dapat dibuat teh. Penulis artikel dailysia.com menyebutnya seperti teh lapacho. Bermanfaat untuk mengurangi penyakit seperti flu dan demam. Teh lapacho sendiri dikenal sebagai minuman eksotis nan unik, berasal dari suku Inca.
Tak hanya itu. Bunganya yang lagi mekar disinyalir mampu menyerap karbon, juga polusi yang dihasilkan oleh kendaraan di jalan. Tentunya, perlu penelitian yang lebih komprehensif mengenai dugaan ini. Terlepas dari itu, kehadiran Tabebuya ternyata menyulap jalan menjadi taman, bebas polusi, dan hati pun menjadi adem.
Bunga Tabebuya yang telah gugur, juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos bagi tanaman. Karena itu, sebaiknya jangan dibuang, atau dikirim ke TPA sampah tetapi dikumpulkan dan dijadikan kompos.
Mari bertanam dan nikmati hasilnya. Lingkungan menjadi lestari, manusia menjadi penikmat alam yang bertanggung jawab. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H