Membiarkan anak bermain sendirian di pekarangan seringkali menimbulkan beberapa hal yang tidak diharapkan. Anak bisa luka, keseleo, dan jatuh. Juga bisa merusak tanaman yang ada di pekarangan sebab mereka belum paham, mana tanaman dan mana gulma.
Tentu saja kondisi tersebut di atas berlaku bagi anak-anak usia di bawah tujuh tahun. Mereka masih memerlukan pendampingan atau pengawasan dalam menjalankan aktifitas hariannya.
Zaman kini, ketergantungan anak-anak pada games online tak dapat kita pungkiri. Juga menggandrungi tontonan-tontonan singkat via TikTok, Instagram, Facebook, Youtube, dan sebagainya. Padahal tontonan yang tersaji banyak yang kurang pas dengan usia anak.
Kegiatan-kegiatan kreatif semisal membuat prakarya kini menjadi sesuatu yang dianggap sulit. Padahal zaman dulu, prakarya lumayan banyak digemari oleh anak sekolah. Membuat pot bunga, merangkai bunga dari kertas dan lampion. Menggambar, membuat herbarium, mozaik. Ide-ide kreatif untuk menghasilkan karya menarik dan berkualitas, sering kali muncul sendiri dari anak-anak.
Mengalihkan Perhatian Anak dari Games Online
Anak saya, belum bisa baca pun sudah mampu mengoperasikan handphone untuk mencari games online. Tumbuh kembangnya mengarah kepada ketertarikan pada handphone dan segala jenis aplikasi yang ada di dalamnya.
Meskipun belum masuk kategori ketagihan, saya mulai mengarahkannya untuk membatasi penggunaan handphone. Paling lama satu jam. Dan harus dialihkan untuk bermain, entah main rumah-rumahan, melipat kardus, lomba menggambar, atau bermain teka-teki sesuai umurnya.
Secara kebetulan, kedua anak saya juga lebih sering bermain di kebun sempit yang ada di samping rumah. Termasuk mengatur kerikil-kerikil yang berserakan, atau mengisi tanah ke dalam polibag. Si cowok, paling suka mencangkul tanah sehingga saya menyediakan sekop kecil untuknya.
Si cewek lebih suka mengamati bunga-bunga yang bermekaran sambil sesekali memetiknya jika tidak ada yang mengawasinya. Namun sekarang ia telah mengerti dan ikut menjaga agar kembang-kembang yang sedang mekar tak dirusak, baik oleh adiknya maupun oleh kucing-kucing yang gemar berguling-guling di sekitar.
Adapun kegiatan pertanian yang sudah bisa dilakukan mereka sejak umur 4 tahun, adalah mengisi tanah ke dalam polibag, menyiram tanah tersebut dan menaburkan benih di dalam polibag. Selain itu, mereka juga rajin menyiram tanaman dengan gembor kecil yang sengaja disediakan bagi mereka.
Beberapa kali, mereka begitu gembira saat panen ketimun, semangka, dan stroberi. Untuk stroberi, baru ada dua buah yang dipanen sama si cewek. Maklum, stroberinya hanya satu pohon dan baru pertama kali berbuah. Tanaman tersebut adalah tanamannya sendiri, sehingga ia sendirilah yang harus panen.
Bermain, Bekerja, dan Belajar
Mereka masih anak-anak. Tentu saja, kegiatan ini harus dibungkus dalam bentuk permainan agar mereka tidak bosan. Di dalamnya, mereka pun bekerja. Mengisi tanah, menyiram, menabur benih.
Dan biasanya, kami bermain dan bekerja sambil bercerita tentang apa saja yang berkaitan dengan dunia pertanian. Tentang media tanah, air, cacing, daun yang membusuk, kerikil, dan sebagainya.
Bertanam model begini, tentunya bukan tujuan bisnis tetapi mengajak anak untuk ikut mencintai dunia pertanian. Belajar bagaimana menanam, merawat, dan memanen hasil. Juga mengamati dan memperhatikan alam sekitar. Ya, melatih ketertarikan mereka untuk memperdalam gejala alam abiotik dan biotik.
Dan dapat melatih anak untuk tidak hanya berorientasi pada internet, tetapi mengamati fenomena alam. Mulai dari lingkungan sekitar untuk lebih tertarik pada dunia kehidupan yang lebih besar dan kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H