Registrasi Sosial Ekonomi, disingkat Regsosek. Semoga bukan sekadar Proyek BPS untuk mengumpulkan data.Â
Jumat, 21 Oktober 2021 sekira pukul 11.30 Wita seorang gadis manis yang masih berstatus mahasiswi semester akhir di sebuah Universitas Negeri Kupang mendatangi rumah. Kebetulan saya berada di belakang rumah lalu diberitahu ponakan bahwa ada petugas dari BPS.
Setelah berbasa-basi sejenak, mulailah si petugas menyampaikan maksud dan tujuannya lalu mulai melakukan wawancara. Saya ingat betul beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada saya.
Selain meneliti daftar nama anggota KK, petugas pun bertanya seputar pekerjaan kedua orangtua, pengeluaran bulanan, kepemilikan aset, kepesertaan BPJS (termasuk BPJS Nakes), pendidikan dan kesehatan.
Pertanyaan lainnya terkait dengan akses terhadap air bersih, daya listrik, dan penggunaan internet. Termasuk di dalamnya, usaha lain selain pekerjaan utama dan aset lahan lain di luar rumah atau yang ada di lokasi lain.
Sebagai warga negara yang baik, saya harus menjawab pertanyaan dengan jujur. Sesuai dengan realita yang ada. Tak dikurangi, tak ditambahkan.
Namun dibalik itu semua, saya termasuk salah satu warga negara RI yang belum yakin dengan program-program integratif yang dilakukan oleh berbagai instansi, termasuk BPS.
Sebagai contoh, perihal E-KTP nasional saja tidak terintegrasi. Seringkali, kita harus menunjukkan KTP kita pada petugas ketika mengurus sesuatu ke dinas-dinas. Juga menjalankan kegiatan foto kopi KTP hingga KTP pun buram termakan mesin foto kopi.