Di samping manfaatnya, ada beberapa kelemahan ketika siswa harus menggunakan pakaian adat yang lengkap ke sekolah.
Pertama, memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengenakan busana daerah. Apalagi harus menambahkan aksesoris dan riasan-riasan, terutama pada pakaian anak perempuan.
Kedua, berpotensi munculnya pakaian tiruan yang lebih simpel dan mudah untuk dikenakan. Menggunakan pakaian adat itu memerlukan waktu yang lebih lama. Selain itu, bahan dari pakaian adat lebih tebal sehingga banyak yang kepanasan ketika menggunakannya.
Akibatnya, ada usaha-usaha modifikasi pembuatan pakaian adat dimaksud. Di NTT, pernah muncul pakaian seragam anak sekolah yang bermotifkan tenun ikat khas NTT tetapi dibuat oleh pabrik kain. Jadinya, maksud untuk mendorong ibu-ibu menenun terhambat karena sekolah-sekolah membeli kain dari luar daerah NTT.
Tak Perlu Mengenakan Atribut Lengkap ke Sekolah
Menurut saya, tak perlulah memakai pakaian adat lengkap ke sekolah. Di NTT, ada empat bagian penting busana adat yang selalu dikenakan yaitu busana penutup tubuh bagian atas, penutup tubuh bagian bawah. Ditambah dengan riasan atau penutup kepala dan selendang kecil.
Pada dasarnya, bawahan itulah yang menggunakan kain tenun yaitu beti (pria) dan tais (perempuan). Sementara atasan, menggunakan pakaian rapi lengan panjang. Ada sih, yang tanpa atasan sehingga kaum wanita menggunakan kain tais di atas dada, tetapi kan tidak mungkin ke kantor atau sekolah dengan bertelanjang dada.
Selain beti-tais, atasan kebaya atau lengan panjang, masih ada lagi busana pokok, yaitu pada bagian kepala (destar atau Ti'i Langga untuk kaum pria) dan selendang yang bisa diselempangkan di bahu.
Selain itu, terdapat atribut-atribut lain berukuran besar seperti kalung, gelang dan anting-anting untuk kaum perempuan. Termasuk riasan kepala kaum perempuan yang berfungsi seperti mahkota.
Karena ribetnya penggunaan pakaian adat lengkap, maka cukuplah menggunakan busana pokok saja apabila mau memasukkan unsur pakaian daerah ke sekolah.
Anak-anak sekolah di NTT telah memakai selendang setiap hari Selasa dan Jumat. Sedangkan pada hari Sabtu, menggunakan pakaian tambahan berupa rompi dari motif tenun ikat khas NTT.