Perluasan kegiatan dan makna Helaketa ini, kemudian memunculkan Surat Edaran no 14 tahun 2022 dari pemimpin umat Katolik Keuskupan Atambua. Dalam SE tersebut, Bapak Uskup melarang pelaksanaan Helaketa dengan alasan berikut:
- Bertentangan dengan iman katolik, praktik superstisi dan mistis magis.
- Tidak memiliki dasar dalam kehidupan sosio-kultural.
- Memecah belah hubungan kekerabatan dan hubungan antar manusia
- Menambah berat beban ekonomi keluarga dan masyarakat.
Surat edaran tersebut kemudian menimbulkan polemik di tengah masyarakat adat yang teguh memegang prinsip adat, namun taat pada ajaran Gereja. Para tetua dan masyarakat adat masih berpendapat, jika Helaketa tidak dilakukan maka pernikahan tidak akan harmonis dan tidak memiliki keturunan. Juga suasana rumah tangga akan terasa panas. Dalam istilah bahasa lokal setempat dinamakan maputu.
Hubungan Helaketa Terkait Bimbingan dan Konseling
Bagaimana tradisi Helaketa dikaitkan dengan Bimbingan dan Konseling? Geovarani memaparkan, dalam tradisi Helaketa terdapat bentuk bimbingan dan konseling terhadap keluarga baru untuk mencegah timbulnya konflik atau permasalahan yang muncul di kemudian hari.
Helaketa memiliki tujuan positif. Menjauhkan pemuda dan pemudi yang akan melangsungkan pernikahan dan keluarga yang bersangkutan dari bahaya. Juga terhindar dari penyakit dan kecelakaan yang diakibatkan karena dihantui oleh peristiwa masa lalu yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Bimbingan dan Konseling (BK) Keluarga dari aspek ilmu pengetahuan pun demikian. Bimbingan dan Konseling keluarga memiliki fungsi preventif. Tujuannya, mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya. Dengan demikian, akan tercipta suasana keluarga yang harmonis.
Jalan Tengah Polemik Helaketa Ala Geovarani
Terkait polemik antara melestarikan tradisi adat Helaketa dan larangan Bapak Uskup selaku pemimpin Gereja Katolik setempat, Geovarani memilih untuk mengambil jalan tengah. Artinya Helaketa tetap dilaksanakan, dengan memperhatikan Surat Edaran Bapak Uskup.
Helaketa cukup dilakukan oleh dua pasangan dan keluarganya yang memiliki sejarah pertikaian di masa lampau. Yang tidak ada masalah, sebaiknya tidak usah. Toh bimbingan dan konseling bisa dilakukan dengan cara lain seperti saat penyampaian petuah-petuah dari orang tua di malam adat.
Agar tidak menambah berat beban ekonomi keluarga dan masyarakat seperti SE Bapak Uskup pada poin (d) maka sebaiknya hanya kedua pasangan dan orang-orang inti saja yang mengikuti acara Helaketa. Keluarga besar, handai tolan, sahabat dan kenalan sebaiknya tidak perlu mengikuti upacaranya.
Helaketa sebagai tadisi keluarga bernilai positif bagi keluarga baru yang akan berumah tangga. Ritual adatnya memiliki dasar yang telah ditanamkan dan diwariskan oleh leluhur. Sebagai bekal bagi dua insan menuju kenyamanan dan ketenangan dalam membina rumah tangga baru.