Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pengalaman Perdana Bepergian dengan Kereta Api Surabaya-Jakarta

30 September 2022   04:33 Diperbarui: 30 September 2022   06:43 7381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto Ulang Tahun Kereta Api Indonesia ke-77. ANTARA foto/Andreas Fitri Atmoko/YU

Nama kereta api waktu itu pun sudah lupa. Juga berapa stasiun yang kami lewati. Hanya masih ingat, setiap stasiun yang kami lewati selalu ada musik khas dari stasiun tersebut. Yang saya ingat, instrumen sepasang mata bola. Ternyata, ya itu instrumen milik Stasiun Yogyakarta. Yang lainnya, blank. Tak ingat lagi. Bel stasiun KA berikut dapat mengingatkan kita.


Di setiap stasiun, selalu ada penjaja makanan dan minuman yang naik ke gerbong dan menjajakan dagangannya. Mereka tak peduli, tengah malam pun tak masalah. Rejeki telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Dan betul, selalu saja ada penumpang yang membeli penganan mereka.

Setelah berhenti di stasiun yang dilewati maka kereta akan melanjutkan perjalanannya. Petugas kereta api pun akan  mengecek tiket penumpang. Memastikan dan menangkap para penumpang gelap yang tak berkarcis. Kalau ada, bisa transaksi seadanya di atas kereta. Entah uang transaksi itu masuk kantong mana, PT KAI atau masuk saku petugas kereta yang 'beruntung'.

Kami berangkat dari Surabaya pada sore hari, dan tiba di Jakarta keesokan harinya. Semakin asing rasanya, ketika menginjakkan kaki di Jakarta, ibu kota Negara RI. Ada rasa bangga, juga ada rasa was-was. Ya, rasa nano-nano. Dan kami pun melanjutkan perjalanan ke Bogor. Kali ini, dengan bus hingga ke Terminal Baranang Siang, Kota Bogor.

Itulah pengalaman perdana naik kereta api. Beberapa waktu kemudian, mulai mencoba naik KRL. Diajak sama teman yang asli Jakarta, jalan-jalan naik KRL dari stasiun Bogor hingga stasiun Kota, Jakarta. Kami sengaja jalan siang, sebab penumpang tak sepadat di pagi dan sore hari.

KRL zaman tahun 1990-an. Dok hipwee.com
KRL zaman tahun 1990-an. Dok hipwee.com

Ya, pagi dan sore itu full dengan para pekerja. Tak hanya di dalam gerbong, tetapi bergantungan di pintu dan naik di atap kereta. Pemandangan yang biasa saja waktu itu. Jaman itu, hanya ada dua jenis KRL.  Yang ekonomi berhenti di semua stasiun dan kereta ekspress Pakuan hanya berhenti di beberapa stasiun.

Waktu itu, di KRL ekonomi, banyak yang tidak membeli tiket. Jika kepepet, maka bayar cepek sambil menunjuk stasiun depan. Bahkan ada yang cuma bilang, abo. Maksudnya, yang bersangkutan berlangganan alias memiliki abonemen kereta. Padahal, Tak punya. Pantas saja, PT KAI selalu tekor.

Kalau dibandingkan dengan saat sekarang, rasanya enak sekali para mengguna fasilitasi kereta, baik itu KRL Jabodetabek maupun KRD tujuan kota lain. Kenyamanan berkereta ini katanya, adalah hasil kerja Ignasius Jonan dan timnya ketika dipercaya memimpin PT KAI.

Perubahan yang luar biasa, dibandingkan dengan tahun 1990-an, atau lebih tepatnya ada perubahan dan perbedaan yang signifikan saat Ignasius Jonan dipercaya untuk memperbaiki perkeretaapian di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun